Polemik yang terjadi akibat wacana pembangunan RS tipe D membuat anggota dewan angkat suara. Pada rapat dengar pendapat, Senin (26/11) Komisi I DPRD memanggil seluruh pihak untuk mencari solusi dari polemik ini.
Mulai dari Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi), manajemen RSUD Taman Husada, hingga Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana (Diskes-KB). Hasilnya, Komisi I memilih untuk menunggu hasil kajian fisibility study (fs) yang dilakukan oleh akademisi dari Universitas Gajah Mada.
“Lebih baik menunggu dulu hasil kajian seperti apa. Nanti kami akan panggil kembali untuk membicarakan hasil tersebut,” kata Ketua Komisi I Agus Haris.
Diperkirakan hasil fs keluar pekan kedua Desember. Ada tiga kemungkinan hasil dari fs tersebut, yakni layak, tidak layak, atau layak dengan persyaratan yang wajib dipenuhi.
Agus menuturkan jika hasilnya tidak layak, maka pembangunan harus dibatalkan. Nominal yang sudah dianggarkan pun akan kembali ke kas daerah. Namun, jika hasil fs layak untuk dibangun, pembangunan pun tetap berjalan.
“Saya berpendapat bahwa akademisi ini independen. Sehingga hasil tentunya berdasarkan kajian,” ucapnya.
Sementara perbedaan pandangan terjadi di anggota dewan lain. Wakil Ketua Komisi I Bilher Hutahaean mengungkapkan bed occupancy ratio (BOR) di Bontang mencapai 1:384 antara jumlah tempat tidur dengan jumlah penduduk. Sementara standar WHO ialah 1:1.000.
“Masih sangat jauh sehingga tidak layak dilakukan pembangunan RS tipe D,” kata Bilher.
Politikus partai NasDem ini menyebut dapat memicu terjadinya persaingan tidak sehat. Antara RS swasta dengan RS pelat merah.
Pun demikian dengan Sekretaris Komisi I Abdul Malik. Ia berpandangan jika terjadi penambahan, maka nasib RS swasta perlu diperhatikan. “Saya sudah memiliki gambaran sejak awal, bagaimana pengaturan pasien jika ada penambahan RS lagi,” tutur Malik.
Mengingat saat ini terdapat empat RS swasta. Meliputi RS LNG Badak, RS Pupuk Kaltim, RSIB, dan RS Amalia. Keempat RS tersebut terbagi dalam dua klasifikasi. Tipe D disandang RS Amalia, RS LNG Badak, dan RSIB. Sementara RS Pupuk Kaltim bertipe C.
Solusi pun dilontarkan oleh anggota Komisi I Muslimin. Politikus partai Golkar ini meminta agar pembangunan terjadi di satu titik, yakni Bontang Lestari. Pertimbangan ini berdasarkan jarak antar rumah sakit satu dengan lainnya.
Sementara untuk wacana yang bakal menempati eks kantor Diskes-KB supaya tidak dilanjutkan pembangunannya. “Dengan ini permintaan swasta pun terakomodir sebagian,” pungkas Muslimin. (ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post