JAYAPURA-Ketua United Liberation Movement For West Papua (ULMWP) Benny Wenda menyerahkan petisi bersejarah untuk penentuan nasib sendiri Papua Barat kepada Komisaris Tinggi PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), Jumat (25/1) lalu.
Benny Wenda melalui siaran pers yang diterima Cenderawasih Pos, Senin (28/1) mengatakan dalam Petisi Rakyat Papua Barat yang menyerukan penentuan nasib sendiri, ditandatangani oleh 1,8 juta orang Papua Barat dan diserahkan kepada Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia di tengah krisis kemanusiaan.
“Kekhawatiran atas ribuan pengungsi Papua sebagai akibat dari operasi militer Indonesia di Kabupaten Nduga; dugaan senjata kimia yang digunakan oleh Militer Indonesia, kami pada 25 Januari 2019 menyerahkan petisi kepada PBB yang menyerukan penentuan nasib sendiri untuk Papua Barat yang ditandatangani oleh 1,8 juta orang Papua Barat,” katanya.
Selanjutnya, menurut Benny Wenda petisi tersebut diterima Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia melalui Michelle Bachelet. Hal itu dilakukan dalam sebuah pertemuan di tengah meningkatnya kekhawatiran internasional atas penggunaan senjata kimia selama putaran operasi militer dan polisi terbaru Indonesia di wilayah pendudukan.
“Petisi Rakyat Papua Barat untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang ditandatangani oleh sekira 70% populasi Papua Barat selama beberapa bulan pada tahun 2017, menghasilkan penangkapan dan pemenjaraan para aktivis utama Papua. Yanto Awerkion, seorang pemimpin lokal Komite Nasional Papua Barat (KNPB), ditahan di penjara selama delapan bulan tanpa diadili karena mendukung petisi,” katanya.
Ketua ULMWP Benny Wenda menggambarkan pertemuan itu sebagai momen kemenangan besar bagi perjuangan penentuan nasib sendiri orang Papua Barat, Wenda menilai sejak petisi ini selesai pada tahun 2017, represi negara Indonesia terhadap orang Papua Barat terus tumbuh.
“Ketinggian baru dicapai pada Desember 2018 ketika, setelah bentrokan mengenai pembangunan Jalan Raya Trans-Papua yang besar, Indonesia meluncurkan ofensif militer di Kabupaten Nduga, menggunakan senjata kimia terhadap warga sipil Papua,” katanya.
Menurut ULMWP lebih dari 20.000 orang Papua telah dipengaruhi oleh operasi, dan selusin orang Papua telah meninggal, termasuk tiga anak.
Pengacara Internasional untuk Papua Barat telah menyatakan indonesia secara historis dikaitkan dengan penggunaan senjata peledak dan kimia, khususnya di Papua Barat.
“Militer Indonesia tidak hanya mampu memiliki senjata kimia, tetapi juga cenderung menggunakan mereka melawan warga sipil yang tinggal di daerah terpencil intensifikasi terbaru konflik telah digunakan oleh Indonesia sebagai dalih untuk menindak kebebasan berekspresi. Kantor KNPB dan ULMWP di Papua Barat telah digerebek pada bulan lalu, dan para aktivis utama ditangkap. Lima aktivis ULMWP yang ditangkap saat penyerbuan pada 15 Januari tetap berada di balik jeruji besi, dilaporkan karena pihak berwenang menemukan keterlibatan mereka dalam Petisi Rakyat Papua Barat pada 2017,” paparnya.
Kata Wenda setelah pertemuan hak untuk menentukan nasib sendiri telah ditolak selama lebih dari 50 tahun Masa depan Papua tidak aman di bawah pendudukan Indonesia. Satu-satunya solusi adalah agar Papua diberi referendum yang dijanjikan.
Ia menuturkan Papua Barat, bekas wilayah Belanda, diserbu dan dijajah oleh Indonesia pada tahun 1963. Pengambilalihan ini disahkan oleh pemungutan suara curang pada tahun 1969, ‘Act of Free Choice’, yang telah dikecam oleh para ahli hukum, diplomat kontemporer dan ketiga. pengamat partai sebagai ‘penyangkalan besar atas penentuan nasib sendiri, pilihan semu.
“Lebih dari 1.000 orang Papua dipilih sendiri oleh negara Indonesia dan diancam, diintimidasi dan disuap untuk memberikan suara untuk ikut Indonesia, Sejak itu, lebih dari 100.000 dan mungkin lebih dari 500.000 orang Papua telah meninggal, Penyiksaan adalah mode pemerintahan’ di wilayah dan penangkapan massal adalah hal yang biasa terjadi,” katanya
Pada 2014, kelompok perwakilan Papua Barat bersatu di bawah Gerakan United Liberation for West Papua (ULMWP). Pada 2017 dimana dirinya diangkat menjadi Ketua ULMWP.
“Petisi Rakyat Papua Barat menyerukan Majelis Umum PBB, Komite Dekolonisasi dan Dewan Hak Asasi Manusia untuk segera menangani situasi hak asasi manusia di Papua Barat dan untuk meninjau kembali keterlibatan PBB dalam administrasi Papua Barat yang menyebabkan aneksasi yang melanggar hukum oleh Indonesia dan pelanggaran hak asasi manusia yang berlanjut hari ini dan menunjuk Perwakilan Khusus untuk menyelidiki situasi hak asasi manusia di Papua Barat,” katanya.
Selain itu, menempatkan kembali Papua Barat dalam agenda Komite Dekolonisasi dan memastikan hak kami untuk menentukan nasib sendiri yang ditolak untuk kami pada tahun 1969 dihormati dengan mengadakan Vote yang Dipantau secara Internasional sesuai dengan Resolusi Majelis Umum PBB 1514 dan 1541.
Tentang penggunaan bom Kimia di Nduga, pihak TNI telah membantahnya beberapa waktu lalu. Kapendam XVII/Cenderawasih Kolonel Inf Muhammad Aidi yang dikonfirmasi media menyebutkan TNI tidak pernah dan tidak akan mau memiliki dan menggunakan senjata kimia pembunuh massal termasuk bom phosphor. Apalagi di Papua, Kodam XVII/Cenderawasih tidak memiliki senjata artileri dan tidak memiliki pesawat tempur.
“Karena sifatnya membunuh secara massal dan ditembakkan menggunakan senjata meriam artileri atau dengan pesawat tempur pengebom, maka tidak mungkin ditembakkan pada lokasi atau daerah yang ada pasukan kawan. Karena seluruh mahkluk hidup yang ada di area dampak bom pasti mati atau paling tidak luka berat dan cacat seumur hidup. Nyatanya pasukan TNI-Polri di Nduga sampai sekarang sehat-sehat saja tidak ada yang kena phosphor,” tutur Kapendam kepada media pada 22 Desember 2018 lalu.
Aidi menegaskan, tidak ada peswat serbu apalagi pengebom, dan bila benar TNI menggunakan bom phosphor maka paling tidak seluruh Kabupaten Nduga sudah habis terbakar dan seluruh manusia serta hewan yang ada di sana sudah mati.
“Anehnya, orang-orang yang membuat berita propaganda adalah orang-orang konyol dan bodoh. Tidak mempelajari terlebih dahulu karakteristik suatu senjata atau barang, yang penting bisa membuat berita bohong, menyesatkan atau menfitnah,” ucap Aidi. (oel/luc/jpg).
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post