Kisah Inspiratif Warga Bontang: Warih Witjitra Wening (174)
Selain terkenal dengan capaian akademik maupun non akademik siswanya yang cemerlang, SMAN 1 Bontang juga terkenal dengan berbagai kegiatan kesenian yang menarik minat banyak orang se Kota Taman. Di balik kegiatan seni tersebut, ada tangan Warih Witjitra Wening yang berperan di dalamnya.
Muhammad Zulfikar Akbar, Bontang
CITRA –sapaan akrabnya—seolah tak dapat dipisahkan lagi dari dunia seni. Sejak dia kecil, berbagai les kesenian diikutinya saat duduk di bangku SD. Seperti seni tari, teater, musik, dan berbagai kesenian lainnya dipelajari selama seminggu, setiap harinya. Saat orangtuanya, Drs Soetjipto dan Rr Siti Dasiwi mulai membatasi ruang geraknya di dunia kesenian, seketika Citra jatuh sakit. “Sejak itulah, orangtua saya mungkin sadar untuk membiarkan bebas berkesenian,” katanya saat ditemui di rumahnya Jalan Gunung Galunggung 4 BSD.
Bakat seni yang terus tumbuh dalam diri Citra, kemudian mengantarkannya menang dalam berbagai kejuaraan tingkat daerah semacam Pekan Olahraga dan Seni (Porseni). Pun berbagai sertifikat menari level nasional diraihnya bahkan sejak duduk di bangku SMP. Saat SMA, Citra yang masuk dalam jurusan IPA, oleh orangtuanya diarahkan untuk menjadi dokter gigi. “Tapi ternyata saat kuliah masuk di Universitas Negeri Yogyakarta jurusan Seni Tari,” ucap perempuan berusia 51 tahun tersebut.
Mulai merantau ke Kota Taman bersama suaminya, Agus Wahyudi, Citra kemudian terbuka peluangnya menjadi guru saat suaminya bertemu dengan kepala SMAN 1 Bontang, Alm Mohammad Nasir di suatu pangkas rambut pada 1996. Agus yang tak tahu orang yang diajaknya mengobrol adalah kepala sekolah, bercerita jika memiliki istri yang merupakan guru kesenian. Tanpa diduga, Alm Nasir pun mengajak Citra untuk menjadi guru seni di sekolahnya. “Saat itu belum ada guru seni di Bontang. Karena minimnya guru, satu guru pun bisa mengajar sampai tiga mata pelajaran. Selain ngajar seni, saya juga ngajar sejarah,” kenang Citra.
Menjadi guru seni di Bontang menjadi tantangan tersendiri bagi Citra. Sebab, kondisi Bontang berbeda dengan kebanyakan kota-kota lain, terutama di Pulau Jawa. “Bontang dulu itu kalau dibilang ndeso ya bukan, dibilang modern juga belum. Jadi kondisinya nanggung,” katanya.
Dalam kondisi daerah seperti itu, Citra yang memang gemar memperkenalkan seni tradisional tak bisa memaksakan harus seperti yang diinginkannya. Dia pun mencoba mengikuti ritme perkembangan zaman yang terjadi di Kota Taman untuk disesuaikan dengan mata pelajaran yang diampunya.
Beberapa tahun mengajar di SMAN 1 Bontang, Citra mulai melirik berbagai materi kesenian yang baru, salahsatunya film. Menurut Citra, membuat film dapat membuat seseorang mengeluarkan sisi kreatifitas siswa. Sebelum memulai mata pelajaran membuat film, terlebih dulu Citra mengenalkan fotografi kepada siswanya. “Satu foto itu berjuta makna. Satu foto saja bisa bermacam-macam cerita. Sedangkan film merupakan kumpulan foto dengan satu alur cerita tertentu. Disitulah uniknya,” jelas Citra yang pernah menjadi penari di Pura Pakualaman semasa kuliah.
Keputusannya memasukkan film dalam bahan ajarnya sejak 2006, kata Citra merupakan adopsi dari mata pelajaran kesenian yang berasal dari daerah di luar Bontang atau kota-kota besar di Indonesia. Citra ingin, sekolah tempatnya mengajar maupun Bontang tak kalah dengan kemajuan kota-kota besar lainnya. Meski masih minim pengetahuan tentang film, Citra tak kehabisan akal.
Dia pun membuat program eksplorasi, ajang studi tur yang mengenalkan tentang dunia film dengan cara menonton film kemudian merangkumnya, maupun diskusi dengan studio kreator film. “Dengan begitu saya dan siswa pun sama-sama belajar. Saya juga mulai membuka jaringan dengan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) sebagai kampusnya para sineas Indonesia,” ucap ibu dua anak ini.
Usahanya membuka jaringan dengan IKJ pun tak hanya diwujudkan dengan mengundang beberapa akademisi maupun praktisi dari kampus tersebut. Beberapa alumni sekolah yang beralamat di Jalan DI Panjaitan Gang Piano 11 tersebut juga akhirnya melanjutkan studi di kampus tersebut.
Tak hanya menjadi sineas, namun di berbagai kesenian lain seperti seni rupa maupun seni musik. Beberapa diantaranya, lanjut Citra bahkan sudah sukses berkiprah di dunia perfilman, seperti Rizky Ichramsyah, Muhammad Arif (sebelumnya baca Ingin Banggakan Bontang Lewat Film), dan lain-lain. “Mereka memilih IKJ atau berkuliah dibidang seni bukan paksaan saya, tapi karena keinginan siswa sendiri, panggilan jiwanya,” ujar Citra yang juga ketua komite film Dewan Kesenian Bontang (DKB) ini.
Agar dapat mengikuti perkembangan anak-anak didiknya yang melanjutkan kuliah di perfilman, maupun meningkatkan keilmuan tentang film untuk diajarkan kembali di bangku sekolah, Citra pun memutuskan untuk mengambil kuliah S2 di Universitas Negeri Surabaya. Dengan mengambil jurusan Seni Budaya dengan konsentrasi di perfilman, Citra menjadi satu-satunya guru seni bergelar S2 pertama di Kaltim. “Di Kaltim belum ada guru seni yang linier sejak S1 hingga S2,” tutur Citra.
Berkat ketelatenannya mengampu mata pelajaran kesenian, terutama film, SMAN 1 Bontang kerap menjadi rujukan berbagai sekolah lain yang ingin belajar film. Bahkan kini tak hanya film, SMAN 1 Bontang terkenal dengan mata pelajaran make-up karakternya. “Pas pertunjukan make-up karakter beberapa waktu lalu, beberapa siswa sekolah lain bahkan minta izin untuk melihat. Ya saya persilahkan, mau di adopsi juga silahkan,” katanya.
Dibalik sukses anak-anak didiknya saat ini, Citra pun menerapkan pengajaran seni yang menyenangkan di kelasnya. Mengajar seni, kata Citra tak bisa dilakukan dengan cara-cara konvensional. Salahsatu caranya, yakni dengan menggunakan bahasa yang digunakan siswanya saat ini. “Kalau mengajar seni, harus dengan bahasa mereka, tentunya diselingi dengan joke (candaan, Red.). Justru yang seperti itu, pelajarannya akan membekas di kepala mereka,” ucapnya.
Dirinya pun mempunya program 1 kakak 1 adik di mata pelajaran kesenian. Program tersebut, lanjut Citra dibentuk agar seluruh angkatan di sekolah dapat saling mengenal, saling membutuhkan, dan akhirnya membuat seluruh warga sekolah menjadi kompak satu sama lain. “Misalnya di mata pelajaran membuat film di kelas XI, siswa kelas XI harus mencari talent dari adik kelasnya. Sama halnya siswa kelas XII sedang ujian pertunjukan, adik kelasnya di kelas X atau XI juga akan membantu menyiapkan set panggung, dan sebagainya,” jelasnya.
Program ini pun, kata Citra terbukti efektif. Sebab, sudah beberapa angkatan nyaris tak pernah putus komunikasi antara kakak kelas maupun adik kelas. “Bahkan saat sudah kuliah dan bekerja pun, mereka masih saling bertemu, bernostalgia, saling support,” katanya.
Meski penuh dengan kegiatan kesenian tiap harinya, Citra ternyata mendapatkan dukungan penuh dari keluarganya. Bahkan dua anaknya mewarisi bakat seni yang berbeda satu sama lain. “Yang anak pertama saya kira suka olahraga, ternyata di kampusnya sekarang ikut teater. Yang anak kedua juga punya suara yang bagus waktu nyanyi, ada khas serak-seraknya begitu,” ujar Citra.
Sebagai seorang guru, Citra pun merasa sudah berhasil mengantarkan mereka menjadi pribadi-pribadi yang sukses. Tak ada lagi capaian-capaian lain yang ingin diraih Citra, kecuali melihat anak-anak didiknya sukses di jalannya masing-masing. “Tidak hanya bergelar sarjana di bidang seni saja. Mereka yang lulus dengan gelar sarjananya masing-masing juga saya turut bangga,” pungkasnya. (bersambung)
Nama: Warih Witjitra Wening, M.Pd
TTL: Surabaya, 21 Maret 1966
Alamat: Jl. Gn. Galunggung 4 BSD
Orangtua: Drs Soetjipto – Rr Siti Dasiwi
Suami: H Agus Wahyudi
Anak: Muhammad Wahyu Mahendra Tungga, Mazaya Maulana Wahyu Inggita
Pendidikan:
* SDN No. 266 Surabaya
* SMPN 3 Surabaya
* SMAN 4 Surabaya
* S1 Universitas Negeri Yogyakarta
* S2 Universitas Negeri Surabaya
Organisasi: Ketua Komite Film DKB
Pekerjaan: Guru Kesenian SMAN 1 Bontang
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post