SANGATTA – Ratusan pekerja perusahaan sawit PT Bumi Mas Agro (BMA) menggelar aksi unjuk rasa di halaman Kantor Bupati Kutim, Jumat (24/2) kemarin. Mereka menuntut agar Pemkab mengambil sikap atas persoalan yang melanda kaum buruh, salah satunya soal dugaan perbudakan.
Rombongan pendemo datang ke kantor Bupati menggunakan kurang lebih 8 mobil dump truk. Adapula yang datang dengan mengendarai sepeda motor. Mereka tiba sekira Pukul 10.00 Wita. Pendemo yang didampingi Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kutim itu membawa bendera dan poster bertuliskan berbagai tuntutan . Sementara itu, tampak ratusan petugas kepolisian berjaga di lokasi.
Setelah pendemo berbaris di halaman kantor Bupati, Kornelis Wiriyawan Gatu selaku Koordinator Lapangan langsung berorasi. Dia mengungkapkan terjadi sejumlah persoalan terhadap pekerja sawit. Misalnya, tidak adanya kontrak kerja antara pekerja dengan perusahaan. Hal ini membuat status pekerja menjadi tidak jelas.
Kemudian, dia menganggap masih terjadi sistem perbudakan terhadap para pekerja. Salah satu contoh, upah yang diberikan kepada pekerja masih berdasarkan capaian target, bukan waktu normal bekerja, yakni 7 jam dalam satu hari.
“Saat ini masih ditemukan sistem kerja paksa dan buruh diperbudak. Kalau tidak mencapai target, buruh hanya mendapatkan upah Rp 30 ribu satu hari,” ungkap pria yang juga menjabat sebagai Ketua SPN Kaltim ini.
Persoalan lain yang turut menjadi perhatian adalah dugaan merger (penggabungan) atau terjadi take over PT BMA kepada PT Sinergi Agro Bisnis. Pihak perusahaan dinilai tidak terbuka terkait persoalan ini. Padahal, ditemukan sejumlah indikasi terjadinya dua hal di atas.
“Terjadi mutasi besar-besaran para asisten, terus karyawan disuruh chek kesehatan di PT Sinergi Agro Bisnis,” tuturnya.
Selain itu, perusahaan juga dinilai tidak memberikan perlindungan kesehatan bagi seluruh pekerja. Katanya, masih banyak pekerja yang belum tercover Badan Pelayanan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Ditemukan sejumlah kartu milik karyawan yang tidak aktif, karena premi tidak terbayar. Padahal, gaji karyawan dipotong setiap bulan oleh perusahaan untuk pembayaran premi. Hal ini diketahui saat BPJS karyawan ditolak rumah sakit.
“Di perusahaan, terjadi pengembalian iuran BPJS (kepada krayawan) yang selama ini sudah dipotong, apakah ini bukan pelanggaran? Di dalam aturan kepesertaan BPJS adalah wajib,” tegasnya.
Melihat persoalan yang kompleks, dia meminta hal ini harusnya menjadi perhatian serius kepala daerah. Mereka menuntut Bupati memanggil Direktur Utama PT BMA untuk memberikan penjelasan terkait persoalan yang diungkapkan para pendemo.
“Paling lambat hari Senin (27/2) kami sudah menerima surat tembusan pemanggilan Direktur Utama PT BMA,” pintanya.
Pihaknya juga meminta Bupati segera melakukan evaluasi total terhadap perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di wilayah Kutim. “Kami juga meminta pihak perusahaan mendaftarkan semua pekerja menjadi peserta BPJS, tanpa terkecuali. Kami juga mendesak pimpinan PT BMA menghentikan teror serta intimidasi dan perlakuan tidak manusiawi terhadap buruh,” terangnya.
Aksi kemarin, sambung Kornelius digelar karena pihak perusahaan terkesan tidak peduli dengan tuntutan pekerja. Bahkan jalur tripartit yang digelar sebanyak dua kali masih deadlock.
“Jika tidak tuntutan kami tidak dipenuhi, kami mengancam akan menggelar aksi lebih besar,” tegasnya.
Mewakili Bupati Kutim Ismunandar, Kabag Sumber Daya Alam (SDA) Kutim Pranowo yang menerima pendemo, memastikan tuntutan itu nantinya akan diserahkan langsung kepada Bupati sebagai pengambil kebijakan.
“Hari ini (kemarin) Bupati sedang menghadiri Musrenbang di sejumlah daerah, agenda ini sudah lama terjadwalkan. Intinya, tuntuan ini kami terima dan akan kami sampaikan kepada Bupati,” tuturnya.
Setelah itu, para pendemo berpindah ke Kantor DPRD Kutim untuk meminta dukungan. Di sana mereka ditemui Sekretaris Komisi D Agusriansyah Ridwan. Dia menyampaikan persoalan mengenai pekerja sawit sebelumnya sudah dibahas DPRD melalui pembentukan panitia kerja (Panja). Hasilnya, panja sudah memberikan rekomendasi kepada Pemerintah terkait evaluasi yang diperlukan untuk perbaikan kesejahteraan pekerja sawit.
“Misalnya soal BPJS, itu sudah ada dalam rekomendasi panja. Makanya kami akan tinjau lagi bagaimana tindaklanjut dari rekomendasi itu,” kata Ridwan.
Soal tuntutan pengunjuk rasa, Ridwan mengaku DPRD siap untuk memberikan dukungan. Apabila digelar pertemuan dengan pihak perusahaan dan pemerintah, maka DPRD juga siap untuk hadir. (hd)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post