bontangpost.id – Setelah melalui sejumlah tahapan penyelidikan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutus bahwa tujuh maskapai terlapor melanggar penetapan harga tiket transportasi udara pada tahun 2018-2019. KPPU pun memberi sanksi berupa perintah kepada para maskapai terlapor untuk memberitahukan secara tertulis kepada KPPU setiap kebijakan yang akan berpengaruh terhadap peta persaingan usaha, harga tiket yang dibayar oleh konsumen, dan masyarakat, sebelum kebijakan tersebut diambil.
Komisioner KPPU Guntur Syahputra Saragih mengatakan bahwa tujuh maskapai yakni yakni PT Garuda Indonesia, PT Citilink Indonesia, PT Sriwijaya Air, PT NAM Air, PT Batik Air, PT Lion Mentari, dan PT Wings Abadi, secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran atas Pasal 5 dalam jasa angkutan udara. Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 yang dimaksud berbunyi pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.
Menurut Guntur, dari hasil sidang majelis komisi menilai bahwa telah terdapat concerted action atau parallelism para terlapor, sehingga telah terjadi kesepakatan antar para pelaku usaha (meeting of minds) dalam bentuk kesepakatan untuk meniadakan diskon atau membuat keseragaman diskon, dan kesepakatan meniadakan produk yang ditawarkan dengan harga murah di pasar.
”Hal ini mengakibatkan terbatasnya pasokan dan harga tinggi pada layanan jasa angkutan udara niaga berjadwal penumpang kelas ekonomi di wilayah Indonesia,” ujar Guntur, Selasa malam (23/6/2020).
Lebih detil Guntur memaparkan bahwa concerted action atau parallelism tersebut dilakukan melalui pengurangan subclass dengan harga murah oleh para terlapor melalui kesepakatan tidak tertulis antar para pelaku usaha (meeting of minds) dan telah menyebabkan kenaikan harga serta mahalnya harga tiket yang dibayarkan konsumen.
Namun demikian, lanjut Guntur, majelis komisi menilai bahwa concerted action sebagai bentuk meeting of minds di antara para terlapor tidak memenuhi unsur perjanjian di pasal 11 tentang terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Menurut Guntur, berdasarkan Peraturan Komisi Nomor 04 Tahun 2010, unsur perjanjian di pasal tersebut membutuhkan berbagai hal seperti adanya konspirasi diantara beberapa pelaku usaha, keterlibatan para senior eksekutif perusahaan yang menghadiri pertemuan-pertemuan dan membuat keputusan, penggunaan asosiasi untuk menutupi kegiatan, price fixing atau penetapan harga dengan cara alokasi konsumen atau pembagian wilayah atau alokasi produksi, adanya ancaman atau sanksi bagi anggota yang melanggar perjanjian, adanya distribusi informasi kepada seluruh pelaku usaha terlibat, atau adanya mekanisme kompensasi dari pelaku usaha yang produksinya lebih besar.
”Hal ini mengakibatkan, unsur Pasal 11 menjadi tidak terpenuhi,” tegas Guntur.
Guntur menambahkan bahwa dalam membuat putusan dan penetapan sanksi, majelis komisi turut mempertimbangkan sikap kooperatif para maskapai terlapor dalam proses persidangan dan adanya implikasi pandemi corona yang telah berdampak besar pada perekonomian nasional dan upaya pemulihannya.
”Termasuk atas pelaku usaha industri penerbangan yang telah mengalami banyak kesulitan bahkan sebelum terjadinya pandemi,” bebernya.
KPPU pun memberikan saran dan pertimbangan kepada Kementerian Perhubungan untuk melakukan evaluasi terkait kebijakan tarif batas atas dan batas bawah, sehingga formulasi yang digunakan dapat melindungi konsumen dan pelaku usaha dalam industri, serta efisiensi nasional dimana batas bawah adalah di atas sedikit dari marginal cost pelaku usaha dan batas atas adalah batas keuntungan yang wajar dan dalam batas keterjangkauan kemampuan membayar konsumen.
Saran terakhir, sambung Guntur, KPPU berharap pemerintah segera merumuskan kebijakan-kebijakan langkah-langkah dalam membantu maskapai mengatasi pandemi corona berupa regulasi dan paket-paket ekonomi diantaranya mempermudah masuknya pelaku usaha baru dalam industri penerbangan.
Dikonfirmasi terpisah, Kementerian Perhubungan mengaku mendukung keputusan KPPU.
”Terkait putusan KPPU untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Kemenhub, kami sangat terbuka terhadap semua masukan dan saran,” ujar Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati, (24/6/2020).
Adita menambahkan bahwa sejak awal Kemenhub mengapresiasi langkah KPPU dalam menerapkan praktik persaingan yang sehat di dunia aviasi. Pada Undang Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan telah mengatur Kementerian Perhubungan untuk menentukan tarif batas atas (TBA) dan Tarif Batas Bawah (TBB). Perhitungan itu sebagai pertimbangan pemenuhan aspek keselamatan, perlindungan konsumen, dan menghindari persaingan tidak sehat antar badan usaha angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri untuk kelas ekonomi.
Menurut Adita, Kemenhub di sepanjang 2019 telah memperbarui kebijakan terkait TBA. Sebelumnya menggunakan PM 14/2016 menjadi PM 20/2019 dan KM 106/2019. Dalam penerapan regulasi TBA memperhatikan perlindungan terhadap konsumen dan juga keberlangsungan industri penerbangan.
Di sisi lain, Adita juga mengapresiasi maskapai yang telah bekerja dengan baik selama pandemi Covid-19. Meski protokol kesehatan ketat, Adita menilai maskapai mendukung hal tersebut dengan tetap melayani kebutuhan transportasi udara. Apalagi ada kebijakan jaga jarak yang tentu berdampak kepada okupansi.
”Pelayanan penerbangan tetap dilakukan dengan tarif yang sama seperti sebelumnya, sesuai dengan KM 106/2019,” ucapnya.
Dia mengerti bahwa stakeholder penerbangan termasuk sektor yang sangat terdampak di masa pandemi ini. Adita juga menegaskan bahwa Kemenhub akan bekerja keras dalam pengawasan. Hal itu untuk menjaga keselamatan dan keamanan penerbangan. Apalagi di tengah pandemi ini. Sehingga konektivitas di seluruh wilayah Indonesia akan terjamin.
Sementara itu, Indonesia National Air Carriers Association (INACA) mengaku mendukung langkah KPPU untuk mengusut tuntas jika ada upaya pengaturan harga yang dilakukan perusahaan maskapai nasional. Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja juga menegaskan akan memberikan warning pada anggotanya, untuk melaporkan secara formal kepada regulator jika ada kebijakan yang berdampak pada harga tiket.
”Kami tekankan untuk tidak melakukan perjanjian penetapan harga. Kementerian Perhubungan selama ini sudah terbuka menerima masukan dari maskapai,” tegas CEO Whitesky Group tersebut.
Di lain pihak, Direktur Utama Garuda Irfan Setiaputra mengatakan bahwa pihak Garuda Indonesia sepenuhnya menghormati proses hukum yang telah berjalan sampai dengan saat ini. Menurut Irfan, putusan KPPU tersebut merupakan tindak lanjut dari penelitian dan pemeriksaan KPPU terhadap sejumlah maskapai penerbangan nasional, termasuk Garuda Indonesia Group pada tahun 2019 lalu.
”Kami tentunya menyadari iklim usaha yang sehat menjadi pondasi penting bagi ekosistem industri penerbangan agar dapat terus berdaya saing,” ujarnya.
Namun di sisi lain, sikap keberatan ditunjukkan oleh maskapai Lion Air. Corporate Communications Strategic Lion Air Danang Mandala Prihantoro menegaskan bahwa dalam penentuan harga jual tiket pesawat udara kelas ekonomi dalam negeri, Lion Air Group tidak pernah bekerjasama dan menentukan dengan pihak lain di luar perusahaan. Danang menyebut formulasi penghitungan yang digunakan adalah wajar dan sesuai keterjangkauan kemampuan calon penumpang membayar berdasarkan kategori layanan maskapai.
”Kami tidak menerima atas keputusan itu, kami akan mengajukan keberatan,” tegas Danang, saat dihubungi tadi malam. (agf/lyn/kpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post