Sepekan sudah Jihad berkelut dengan menggali informasi. Masuk dinas satu ke dinas yang lain. Ketemu pejabat yang ke pejabat yang lain. Semua daya yang dibutuhkan telah terkumpul. Kini saatnya diolah seapik mungkin. Namun Jihad masih resah. Binggung. Lama Jihad duduk mengaruk-garuk kepala. Gesar kiri ke kanan dengan kursi duduknya. Pikirannya gusar. Sudah dari tadi Jihad mengutak atik judul beritanya. Namun belum ada satupun yang dinilai pas, atau yang bisa langsung menggena ketika pertama kali orang melihatnya.
Setelah mengutak atik ketikan. Satu yang terlintas dalam pikiran Jihad. Dirinya ingin menyibak wajah lain dari keberadaan para wakil rakyat. Bagi Jihad, memang tidak ada yang salah dengan yang namanya pokok-pokok pikiran dewan.
Namun alangkah ironinya, ketika sasaran pembangunan yang sudah di skemakan baik oleh pemerintah tidak berjalan baik, atau semrawut hanya karena kepentingan atas nama memperjuangkan usulan pembangunan rakyat- akhirnya hanya untuk kepentingan diri sendiri. Apalagi pengesahan APBD sampai harus molor, hanya dikarenakan lobi-lobi politik dalam menentukan angka bagi kepentingan segelintir orang.
Yang membuat Jihad cukup gusar, karena ternyata dari penelusuran yang dia lakukan selama sepekan terakhir, dirinya menemukan fakta lain. Ternyata banyak proyek semenisasi gang, atau penimbunan gang yang kualitasnya jauh dari yang diharapkan. Dan kebanyakan diantara proyek tersebut rupanya bersumber dari pokok-pokok pikiran dewan.
Seperti salah satu semenisasi gang Makmur di daerah Rantau. Gang tersebut baru diseminasi melalui APBD tahun 2008. Namun sayang, baru lima bulan diperbaiki, kini kondisi jalan tersebut telah rusak parah. Krikil sudah berhamburan keluar. Di bagian tengah jalan, serta sisi kirinya, telah berlubang. Pada hal untuk membangun gang sepanjang 100 meter lebih tersebut, telah menghabiskan anggaran tak kurang dari dua ratus juta.
Dalam hal ini, Jihad tidak ingin menuding siapa yang harus bertanggung jawab langsung dalam proyek bancakan tersebut. Namun satu hal yang pasti bagi Jihad, dirinya mendapatkan informasi, bahwa buruknya kualitas proyek dikarenakan adanya permainan pada kualitas dan mutu bahan proyek.
Menurut salah satu sumber yang diwawancarai Jihad. Pemangkasan mutu bahan proyek harus dilakukan. Karena itu untuk mengimbangi besaran anggaran yang sudah dipotong wakil rakyat, atau pemberi proyek, serta biaya administrasi dan sebagainya di dinas terkait.
“Pemilik proyek mintanya lima belas persen. Terus biaya administrasi ini dan itu. Belum lagi harus memberikan jatah proyek kepada pengawas pekerjaan. Ya, kira-kira tiga puluh hingga empat puluh persen anggaran proyek akan terpangkas. Jadi wajarlah, kalau sampean menemukan ada proyek yang umurnya hanya sekian bulan saja,” kurang lebih demikian kata salah satu sumber tersebut, yang juga pelaku aktif proyek.-Kontraktor, begitulah kira-kira jika disebutkan.
***
Ketika sedang asik mengolah kata-kata menjadi berita. Mendadak suara kasar dan membahana memanggil-manggil nama Jihad. Suara itu tak lain adalah suara cemprengnya Kang Mamat.
“Gimana, sudah rampung kah tulisan mu. Senin lusa, berita mu sudah mau aku naikan,” teriaknya.
“Sebentar lagi, Kang,” balas Jihad dengan teriakan kembali.
“Oke, aku tunggu. Aku mau mengecek dulu tulisan mu. Takut ada yang salah dan kurang,” timpal Kang Mamat dari balik meja kerjanya.
Setelah selesai mengecek berulang kali tulisannya. Jihad siap memasukannya ke halaman folder, berikut dengan foto-foto proyek sebagai ilustrasinya. Pada Minggu sorenya, tulisan Jihad juga telah dicek dan diedit lagi oleh Kang Mamat. Namun satu yang pasti, dan tidak diubang Kang Mamat, yakni judul dan sub beritanya. Menurut Kang Mamat, judulnya sudah cukup pas dengan isi beritannya.
Senin pagi, tulisan Jihad sudah terpampang jelas di halaman pertama SaKa Pos. Di bagian sisi kanan atas koran, sebuah ilustrasi besar bertemakan orang bertopeng, dengan di kiri dan kanan tanggannya, layaknya seorang dalang memaikan alat-alat proyek dan para kontraktor. Karikatur ini sengaja diminta Kang Mamat kepada anak-anak layout malamnya, biar kesannya menarik dan punya sisi menarik.
Berita itu bertuliskan “Menyibak Pokok Pikiran Dewan. Tarik Ulur Kepentingan APBD, Angka Proyek Tanda Jadi”.
Melihat judul berita, dada Jihad membumbung tinggi. Wajahnya memancarkan aroma puas. Keringat dan letih selama sepekan terakhir terbayar dengan dipajangnya tulisan di halaman depan koran. Apa tak lagi, Senin ini, ada tambahan seribu koran yang sengaja dibagi-bagi gratis kantor di jalan. Sesuai hasil rapat semalam, koran itu sebagai bentuk promosi, supaya SaKa Post lebih dekat lagi dengan pembaca.
“Gimana Jihad, bagus beritanya,” kata Kang Mamat menepuk punggung Jihad yang masih terkesima dengan tampilan koran pagi ini.
“Siap, aman Kang. Mantap,” kata Jihad sekenanya, karena masih membaca kembali tulisannya yang telah dicetak.
Usai membaca koran, Jihad seperti biasa kembali mencari berita. Setelah berputar-putar ke sejumlah instansi, dan merasa sudah punya tiga berita, Jihad memutuskan untuk cepat-cepat ke kantor. Hari ini, Jihad ingin cepat-cepat pulang ke kos-kosan, lantaran sore nanti dia sudah membuat janjian untuk mengajak Erna, sang pujaan hati untuk jalan-jalan.
Setibanya di kantor, Jihad dibuat kaget. Benar-benar kaget. Di depan kantor sudah berkerumunan orang-orang. Ada yang berpakaian rapi. Ada juga yang semrawut. Ada pula yang dibagian kiri dan kanan lenggan tangganya terdapat tato berbagai rupa dan bentuk.
Dari kejauhan, Jihad mendegar ada riak-riak yang mempersoalkan tulisan berita yang terbit hari ini. Dari orang-orang itu, ada juga yang terkesan memaki-maki. Melihat itu, Jihad memilih masuk kantor melalui pintu belakang gedung.
“Hey, sini Jihad,’ panggil redpel ketika muka Jihad nonggol di ruangan redaksi.
“Iya. Kenapa Kang,” kata Jihad mendekati redpel dan beberapa pria yang sejak tadi sudah berada di meja rapat redaksi.
Setelah bergabung, Jihad baru tau dan paham, keberadaan orang-orang di depan kantor dan beberapa pria yang sedang duduk semeja dengannya, terkait berita yang dia tulis dan telah terbit hari ini.
“Apa maksud mu, kok kamu sampai menulis kayak itu. Apa yang kamu tulis itu, namanya memojokan wakil rakyat, dan para kontraktor,” kata salah seorang tamu yang duduk di meja tersebut. Suarannya keras, nadanya mengancam.
“Kamu di sini hanya pendatang. Ngak usah macam-macam. Kalau mau nulis, nulis yang wajar-wajar saja. Apa maksud mu menulis kayak gitu. Kalau mau cari masalah, bilang, biar kita selesaikan,” suara pria berambut gondorong, bersahutan dengan hentakan meja dan jari yang menunjuk-nunjuk ke wajah Jihad.
Sesaat kemudian, mendadak suasana mencekam. Redpel yang menengahi pertemuan, juga ikutan mulai panik. Terlebih Jihad yang duduk bersampingan dengan Kang Mamat, redpel dan beberapa redaktur lainnya.
Salah seorang berbadan ceking yang sejak tadi hanya berdiri dan diam, juga mendadak mulai menunjuk-nunjuk Jihad. Giginya dikuncanyah-kuncah, sehingga menimbulkan bunyi, gerrrr, gerrr. Tak berapa lama kemudian suasana kantor telah benar-benar mencekam. Sebuah kursi sudah berada di atas meja dan mengenai Jihad. Segalanya menjadi gaud dan rusuh.
Untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan. Kang Mamat membawa Jihad masuk ruangan Kepala Pelaksana. Jihad benar-benar dibuat panik. Sampai keringat dingin mengucur deras di dahinya. Bahkan jika tidak segera diungsikan Kang Mamat, mungkin Jihad sudah kencing dicelana. Beruntungnya, kekacauan dapat segera diredakan, setelah tiga orang Satpam kantor yang juga sedari tadi bersiaga, langsung melerai kerusuhan. Orang-orang yang tidak terima dengan penerbiatan berita, kemudian langsung diminta pulang. Namun sebelumnya diancam akan dilaporkan ke kepolisian jika nekat berbuat rusuh di kantor.
Sementara Jihad masih terduduk di dalam ruangan Kepala Pelaksana. Badannya gemetaran. Karena baru kali ini, dirinya langsung ditunjuk pakai sebilah pisau. “Jihad, eihhh, Jihad,” suara samar-samar memanggil Jihad.
Mendengar itu, meski masih dalam perasaan takut, Jihad mencoba mencari-cari sumber suara tersebut. Namun tetap tidak menemukannya. Lalu sebuah tanggan dengan kecepatan tinggi memukul pundak Jihad. “Eiiihhh, Jihad, bangun-bangun. Kerjaannya tidur saja. Ingat masih siang bolong nihhh,” suara Isman membangun Jihad dari tidurnya.
“Ohhhhh alahhhh, ternyata hanya mimpi,” guman Jihad setelah kembali terjaga dalam tidurnya, sembari melap keringat yang mengucur dari wajahnya.
“Kamu mimpin apa, kok, sampai keringat segitunya itu lohhh,” ucap Isman. Jihad tidak segera menjawab, justru memilih untuk berdiri tegak dan menuju toilet kos-kosannya. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post