Allahuakbar… Allahuakbar… Allahuakbar…. Hujan, angin kencang, serta ombak bergulung hebat di perairan Telaga Serang. Muhammad Thaha terus melafazkan takbir. Bahaya yang datang tak membuatnya beranjak sedikitpun. Tetap duduk. Di atas kapal. Berukuran 12 x 1,5 meter.
EDWIN AGUSTYAN, Santan Iir
Thaha, Sadaruddin, Mustarin, dan M Yunus masih memancing hingga sekira pukul 03.00, Ahad (10/1/2021). Baru berhenti setelah hujan deras mengguyur. Alam yang tidak bersahabat tetap membuat mereka tenang.
Setengah jam berselang mereka melihat tanker mendekat. Lampu kapal nampaknya tidak terlihat oleh awak tanker. Sementara para pemancing tak bisa mendengar hal lain, karena suara bising generator set.
Keempatnya panik. Jarak antara kapal dan tanker sudah terlampau dekat. Usaha mencari parang untuk memotong tali sauh tak menemui hasil. Tak ada lagi yang bisa dilakukan. Kecuali meninggalkan kapal.
Bagian tengah kapal dihantam tanker. Mengenai mesin. Yunus dan Mustarin lari menuju arah depan kapal, lalu cebur ke laut lepas. Sadaruddin masih terus berusaha mengajak Thaha melompat. Namun yang diajak tak bergeming.
Sadaruddin baru meninggalkan kapal setelah pelan-pelan mulai karam. Sedangkan Thaha tetap di tempatnya. Guru SDN 016 Santan Tengah itu akhirnya hilang. Belum ditemukan. Sampai berita ini ditayangkan. Dari penuturan sang istri, Thaha memang diketahui tak mahir berenang.
“Saya sudah mengajak dia (Thaha) melompat. Tapi dia tetap duduk seperti ini (memperagakan gestur berdoa). Dia terus ngomong Allahuakbar. Itu saja yang dibilang,” kata Sadaruddin (54).
Dia duduk di samping kanan Thaha saat kejadian. Dia memunggungi Mustarin. Sementara Thaha satu deret dengan M Yunus. “Kami duduk menghadap belakang kapal. Karena angin dari arah depan,” tutur pria yang sehari-hari bekerja sebagai petani itu.
Melompat dari kapal, Sadaruddin tidak sepenuhnya aman. Dia mesti berenang bersisian dengan tanker. Bapak tujuh anak itu baru merasa sedikit tenang setelah tanker melewatinya. “Saya cuma melihat bagian bawah tanker berwarna cokelat. Takut kena baling-balingnya,” ungkapnya.
Dari kejauhan dia mendengar sayup-sayup orang minta tolong dari arah kapal. Namun, tenaganya sudah habis. Tak banyak yang bisa dia perbuat.
Selama berenang, Sadaruddin terus memandang kapal pemancing lain. Jaraknya sekira 300 meter. 10 menit berenang, dia menemukan jeriken. “Saya banyak minum air laut,” terangnya.
Sekira sejam mengarungi laut, dia sampai di kapal pemancing. Tanpa banyak rehat, dia bersama pemancing lain coba mendatangi lokasi kejadian. Berharap Thaha ditemukan. Tapi hasilnya nihil. Mereka akhirnya dibawa ke Bontang. Bersandar di dermaga Berebas Pantai sekira pukul 07.30 Wita. Lalu melaporkan peristiwa yang nyaris merenggut nyawa itu ke Badan Penanggulangan Bencana Daerah Bontang.
Katanya, Thaha menggunakan baju merah dan celana kuning. Serta topi. Dia sangat berharap orang yang sudah dianggapnya adik itu bisa ditemukan. “Saya dua kali makan satu piring dengannya,” tuturnya.
Dalam perjalanan menuju Telaga Serang. Berjarak 15 nautical mile atau 27,78 kilometer dari Pelabuhan Tanjung Laut Indah. Thaha, kata Sadaruddin, tampak riang sekali. Dia banyak bercanda. Tertawa lepas. Hal itu terus diingatnya.
Selamat dari kejadian itu, Sadaruddin mesti melawan trauma. Dia tak pernah lagi tidur nyenyak. Bayang-bayang saat tanker menabrak kapal terus berputar di kepalanya. “Saya teringat terus. Susah tidur,” ungkapnya. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post