BONTANG – Aksi unjukrasa Aliansi Masyarakat Bontang Menggugat (AMBM) yang menolak kenaikan tarif air PDAM berakhir tidak ada kesepakatan, Senin (8/4) kemarin. Dalam aksinya, sempat memanas. Bahkan, dalam pertemuan terbatas, yang dihadiri Direktur PDAM Suramin, Wali Kota Bontang Neni Morniaeni, dan pewakilan AMBM, Neni dipaksa mencabut surat keputusan kenaikan tarif.
AMBM juga tidak bersedia bernegosiasi dan meminta Neni menandatangani pernyataan sikap untuk tidak menaikan tarif air PDAM. Neni menolak menandatangani lantaran dalam menetapkan kenaikan tarif air PDAM, sudah dilakukan kajian.
Dalam pertemuan lanjutan, Pemkot Bontang dan DPRD Bontang juga sudah menurunkan kebijakan, dari kenaikan yang awalnya 300 persen menjadi 50 persen. Tetapi, AMBM keukeh dengan keinginannya, meminta Pemkot dan DPRD Bontang membatalkan kenaikan tarif.
Kemarin (8/4) pagi sekira 09.00 Wita, ratusan orang berunjuk rasa di Kantor PDAM Tirta Taman di Jalan Bhayangkara. Mereka berasal dari berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM), mahasiswa, serikat pekerja, dan warga. Polisi terpaksa menutup satu ruas Jalan Bhayangkara karena massa yang membeludak.
Selain menuntut kenaikan harga, massa juga meminta PDAM mengembalikan kelebihan uang kepada warga yang telanjur membayar. “Atau diakumulasikan dengan pembayaran pada bulan berikutnya,” kata penanggung jawab aksi, Muhammad Muqrim.
Awalnya mereka bergantian untuk menyampaikan aspirasinya. Namun, saat Darsono sedang orasi, tiba-tiba massa menjadi gaduh ketika Wali Kota Bontang datang ke PDAM.
Ketika itu, aparat kepolisian pun langsung sigap mengamankan Wali Kota dengan memagar badan jalan masuk kantor PDAM. Wali Kota pun masuk didampingi beberapa kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD), serta Dewan Pengawas PDAM untuk menuju ruang rapat di lantai 2.
Neni Moerniaeni menerima perwakilan AMBM di ruang rapat PDAM. Dalam pertemuan itu, Ketua DPD II Golkar Bontang itu kembali menerangkan kondisi keuangan pemerintah yang defisit.
Neni meyakinkan massa, kenaikan tarif sudah melalui kajian. Bahkan, dari laporan Direktur PDAM Tirta Taman Suramin, telah dilakukan sosialisasi kepada warga. “Namun, setelah mendengar aspirasi warga, kenaikan tidak 120 persen, kemungkinan 60 persen,” tuturnya.
Sementara Direktur PDAM Bontang, Suramin mengatakan dengan kenaikan listrik, masyarakat sudah terbebani. Tetapi, PDAM lebih terbebani karena membayar listrik Rp 1 miliar per bulan. “Saya terus terang berat sekali tetapi kondisi Pemkot mendorong agar berkelanjutan, kualitas bagus, kami juga sudah upaya sumber air baku permukaan. Tetapi, DED-nya saja 1 kubik Rp 7.500 sampai Rp 15 ribu, mau dijual berapa?” ungkapnya.
Saat Suramin hendak menjelaskan lebih lanjut, perwakilan massa sudah tidak sabar dan langsung memotongnya. Perwakilan AMBM, Frans Micha mengatakan bagaimana untuk sehati dengan masyarakat, apalagi bulan depan masuk Ramadan dan Lebaran. Ini akan memicu kenaikan komoditi. “Jangan sampai memicu lemahnya daya beli, inflasi naik, ini harus dijaga, agar ditahan dulu kenaikan karena kondisi lagi seperti ini,” ujarnya.
Salah seorang perwakilan AMBM, Jerry Co’Imle ikut bersuara. “Kami tidak perlu itu, Pak. Kami sudah paham. Saat ini yang kami tanyakan, di mana keberpihakan pemerintah,” tuturnya.
Neni kembali menimpali, bahwa dalam penentuan tarif, pemerintah memberlakukan subsidi silang. Pasalnya, ada pula kelompok yang hanya dikenakan Rp 1.600 per meter kubik. “Itu sama dengan lima drum air,” katanya.
Meski begitu, AMBM tetap meminta agar Neni mencabut keputusan tentang kenaikan tarif. “Tidak ada negosiasi. Pemerintah mau menandatangani pernyataan sikap ini atau tidak,” kata Muqrim.
“Kalau membatalkan, mohon maaf tidak bisa. Tidak boleh pemaksaan seperti itu karena semua ada dasarnya,” jawab Neni.
Penanggungjawab aksi, Muqrim mengatakan, pada prinsipnya pihaknya tidak mau bernegosiasi. “Saya mengamati apa yang disampaikan bahwa kondisi Bontang sangat memprihatinkan itu semua tahu, dengan mengeluarkan kebijakan atau keputusan walikota sangat tidak tepat waktunya,” bebernya.
Bahkan kata dia, apa yang disosialisasikan terkait kenaikan tarif tidak sesuai fakta. Jika 120 persen tapi di lapangan mencapai 200 persen, tak ada transparansi. Dikatakannya Pemkot menjadikan PDAM untuk meningkatkan PAD. Padahal untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat nya, ketika tidak mampu, Pemkot wajib mensubsidi karena itu amanah Undang-Undang.
“Kami meminta pernyataan sikap untuk menandatangani ini yakni mencabut SK walikota, tetap tarif lama sampai adanya kajian, dan mengembalikan yang telah membayar atau diakumulasi untuk bulan berikutnya. Kalau tak mampu mensubsidi, bisa diswastakan,” ungkapnya.
Neni kembali menanggapi bahwa pihaknya tidak mengharapkan PAD. Tetapi bagaimana biaya perawatan agar berkelanjutan. Makanya kemudian dikaji karena PDAM merugi terus. “Air permukaan juga ternyata tidak murah,” ujarnya.
Saat pengawas PDAM Idrus menjelaskan, tiba-tiba terjadi adu mulut dengan massa. Eko Satria mengatakan, jika mereka mencintai Bunda Neni tetapi untuk saat ini, dia meminta Neni membatalkan kenaikan PDAM.
Pihaknya akan menyetujui kenaikan bahkan siap berada di depan Neni untuk membantu jika ada masyarakat yang tidak menerima. “Kami akan berada di depan Bunda kalau ini ditunda dulu, tetapi jika saat ini maka masyarakat tidak akan menerima,” ujar dia.
Spontan, Darsono maju ke depan dan langsung menyodorkan selembar kertas untuk ditandatangani Wali Kota. “Saya mohon Bu Wali ini ditandatangani, karena bakal panjang,” pintanya. “Tak ada tawar menawar, surat itu harus ditandatangani, kalau tidak akan menduduki Rujab,” timpal Muqrim.
Saat itu, situasi sudah mulai tidak kondusif. Beberapa perwakilan menodong Wali Kota untuk menyepakati kesepakatan yang dibuat sepihak AMBM.
Sementara Wali Kota didampingi Kapolres Bontang hanya duduk tanpa mengatakan apapun. “Kami tak bisa membatalkan tetapi akan mengkaji kembali, hargai tim yang sudah bekerja baik, tak bisa memaksa seperti itu,” ungkap Neni dengan nada santun.
Namun, Neni meminta waktu 1×24 jam untuk mempelajari tuntutan massa. Dia berjanji akan melibatkan AMBM untuk mencari solusi. Massa yang tidak puas bergeser ke Rumah Jabatan Wali Kota. Di sana mereka kembali berorasi hingga akhirnya membubarkan diri sekira pukul 15.30 Wita. (mga)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post