BONTANG – Adanya Taman Wisata Mangrove BSD sebagai destinasi wisata baru di Bontang memiliki dampak yang berbeda-beda di masyarakat. Kendati bisa menjadi alternatif bagi warga untuk berlibur, namun di sisi lain juga dinilai oleh warga sekitar dapat mengganggu aktivitas dan kenyamanan mereka.
Setidaknya ini dirasakan ketika pengunjung yang datang membludak, termasuk puncaknya saat liburan Tahun Baru, Minggu (1/1) kemarin. Akses jalan di sekitar rumah mereka jadi tempat parkir dan membuat warga terganggu.
Seperti yang dialami Wahyu Rifai. Salah satu warga RT 41 BSD Kelurahan Gunung Elai itu mengaku sangat terganggu atas kondisi seperti ini. Kata dia, bila dahulu akses keluar masuk rumahnya sangat longgar, kini sejak banyaknya mobil-mobil parkir di pinggir jalan, akses untuk keluar masuk pun menjadi sulit. “Mau masuk rumah sendiri saja sudah sulitnya minta ampun,” keluhnya.
Kata dia, kondisi seperti ini hampir terjadi setiap pekannya, tepatnya di hari Sabtu dan Minggu. Yang lebih parah, saat hari libur nasional, termasuk libur tahun baru, Minggu (1/1) kemarin.
Tidak hanya masalah parkir, masalah keamanan pun kata dia juga berpotensi berdampak menurun dengan seringnya pengunjung keluar masuk kawasan BSD. Pasalnya, tidak adanya orang yang mengontrol secara langsung pengunjung yang datang, sehingga menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi warga perumahan.
“Anak-anak juga kerap kali kami lihat bolos di sini (Mangrove BSD, Red). Sampah-sampah bekas ngelem dan ngoteng juga sering kami temukan. Yang kami takutkan, justru nanti narkoba juga masuk di perumahan ini. Dari hal-hal ini, akhirnya kami sebagai warga juga harus ekstra menjaga,” tuturnya.
Senada dengan Wahyu, Lulut Wibowo, salah satu warga RT 41 BSD Kelurahan Gunung Elai lainnya juga merasakan hal yang sama. Kata dia, pada dasarnya parkiran pujasera itu dibuat untuk pengunjung pujasera dan pondodok pesisir. Sehingga bagi pengunjung yang ingin ke taman mangrove, seharusnya dibuatkan tempat parkiran khusus di luar kawasan pujasera BSD.
“Kita tidak melarang orang dari luar masuk ke sini (BSD, Red.). Tetapi kalau bisa jangan sampai mengganggu seperti inilah. Kasihan warga kenyamananya jadi terganggu. Kembalikan fungsi perumahan seperti sebelumnya,” ungkapnya.
Kendati demikian, baik Wahyu, Lulut dan beberapa warga BSD lainnya tidak sepenuhnya menolak adanya wisata mangrove. Namun mereka hanya berharap agar ada solusi dari permasalahan ini baik itu dari pihak pengelola maupun pemerintah.
“Pemerintah juga harus cepat turun tangan. Kami dari warga meminta dari pemerintah agar bisa memfasilitas kami dengan pihak terkait untuk duduk bersama mencari solusi permasalahan ini,” harapnya.
Sementara itu, pemilik sekaligus pengelola Taman Mangrove BSD Kahar Kalam menuturkan, memang saat ini setidaknya ada tiga kendala yang dirasakan oleh pengelola. Ketiga hal tersebut adalah air, jalan, dan parkir.
Lebih lanjut dia menjelaskan, terkait masalah air bersih, hingga saat ini Taman wisata Mangrove belum bisa teraliri air secara langsung dari PDAM. Sehingga untuk bisa mendapatkan air bersih, pengelola harus membeli air dari mobil tangki kemudian diangkut dari pondok pesisir menuju ke taman mangrove.
“Kalau air bersih habis, akhirnya pengunjung yang ingin salat tidak bisa salat. Untuk itu, kami harap pemerintah segera dibantu untuk air bersih ini,” jelasnya.
Sementara untuk jalan, yang dimaksud yakni akses jalan untuk masuk ke lokasi mangrove. Kata Kahar, selama ini pihaknya masih ‘menumpang’ di jalan BSD. Sehingga dia berharap, pemerintah bisa secepatnya memberikan solusi agar ke depan untuk akses jalan masuk ke mangrove BSD ini dapat memiliki jalur sendiri.
“Untuk parkir juga demikian. Kendala kami untuk lahan parkir memang masih terbatas sehingga mengganggu keluar masuk akses ke mangrove dan pemilik rumah di daerah sekitar. Kami berharap pemerintah juga bisa segera mencarikan solusi,” pungkasnya. (bbg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post