Oleh: Muhammad Jabar (Mahasiswa Magister Ilmu Administrasi Negara Unmul dan Bag TP3 Bawaslu Kaltim)
Pemilihan umum (pemilu) merupakan sarana panggung pentas untuk berdemokrasi serta merebut kursi-kursi jabatan dalam panggung politik. Pemilu di negeri ini merupakan hajatan lima tahunan yang sangat dinantikan kehadirannya oleh rakyat, terlebih oleh para elit-elit politik negeri ini.
Jika mengingat kembali sejarah pemilu di Indonesia pertama kalinya pada tahun 1955, pemilihan umum legislatif (pileg) untuk memilih Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan cerminan pemilu masa sekarang yang terus diperbarui melalui regulasi-regulasi yang ada.
Indonesia kita kenal memiliki beberapa jenis pemilihan seperti pileg DPRD kabupaten/kota, DPRD provinsi, dan DPR RI, pemilihan presiden (pilpres), serta pemilihan kepala daerah (gubernur, bupati dan wali kota).
Namun perlu diketahui bahwa penyelenggara setiap pemilihan itu sama, yakni Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sesuai Undang-undang (UU) Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.
Dalam catatan ini, penulis mencoba menguraikan kembali sejarah lahirnya pengawas pemilu serta peran dan kontribusi Bawaslu terhadap pelaksanaan pemilu di negeri kita tercinta.
LAHIRNYA PENGAWAS PEMILU
Pemilu pertama yang di kenal dengan pileg pada tahun 1955, yaitu memilih anggota-anggota DPR dan konstituante. Pada pemilu pertama ini belum ada badan atau lembaga khusus yang mengawasi pemilu, dikarenakan pemilu pertama masih tergolong pemilu yang demokratis, damai, serta ideal dalam pelaksanaannya.
Hal ini kemungkinan besar dikarenakan pemilu pertama yang sudah dipersiapkan oleh pemerintah pada masa itu dapat dikondisikan oleh rezim yang berkuasa. Sehingga, gesekan-gesekan antara elit politik dapat lebih ditenangkan.
Pada pemilu 1982, secara kelembagaan pengawas pemilu baru terlihat serta diakui dengan nama Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilihan Umum (Panwaslak Pemilu). Lahirnya Panwaslak Pemilu tidak terlepas dari munculnya rasa ketidakpercayaan masyarakat terhadap pelaksanaan pemilu yang diduga telah dikondisikan oleh rezim penguasa.
Dalam hal ini, protes-protes dari masyarakat terus berdatangan, tuntutan terhadap banyaknya pelanggaran dan manipulasi penghitungan suara yang dilakukan para petugas pemilu mulai mengemuka pada pelaksanaan pemilu 1971.
Sejarah juga mencatat bahwa pada pelaksanaan pemilu 1977, protes terhadap pelaksanaan pemilu mulai terkuak dikarenakan banyaknya kecurangan dan pelanggaran yang begitu masif. Sehingga, pemerintah dan DPR merespon untuk melakukan perbaikan dan meningkatkan kualitas pemilu yang akan dihelat tahun 1982.
Pemerintah saat itu membentuk badan baru yang bertugas untuk membantu pelaksanaan pemilu serta mendampingi Lembaga Pemilihan Umum (LPU).
LPU sendiri berada di bawah naungan pemerintah, yakni di bawah unit bagian Departemen Dalam Negeri–sekarang menjadi Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Hal ini tentu masih menimbulkan rasa ketidakpercayaan publik, hingga pada era reformasi tuntutan terhadap pembentukan penyelenggara pemilu semakin memanas. Maka, lahirlah KPU.
Sehingga lembaga pengawas pemilu yang semula bernama Panwaslak Pemilu juga turut berganti nama menjadi Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu).
Panwaslu yang semula masih bersifat ad hoc dan terlepas dari struktur KPU, kemudian diperkuat status kelembagaannya melalui UU 22/2007 tentang Penyelenggara Pemilu dengan dibentuknya lembaga tetap Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia (Bawaslu RI).
Namun seiring perkembangan pemilu, maka lahir juga pengawas pemilu di tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, hingga Pengawas Pemilu Lapangan (PPL), dan Pengawas TPS.
PERAN PENGAWAS PEMILU
Dalam tinjauan lahirnya pengawas pemilu, tidak terlepas dari timbulnya gesekan-gesekan serta kecurangan dalam proses pelaksanaan pemilu. Bawaslu pun lahir tidak terlepas untuk menjawab problematika pelaksanaan pemilu yang dalam hal ini dibutuhkan pengawasan melalui lembaga yang bersifat independen serta legal secara hukum.
Kewenangan pengawas pemilu melalui UU 22/2007 yang sebelumnya hanya menjalankan fungsinya mengawasi pelaksanaan tahapan pemilu, juga dapat menerima pengaduan serta menangani kasus-kasus pelanggaran administrasi, pelanggaran pidana pemilu, dan kode etik.
Dan dalam UU 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, Bawaslu memiliki tugas mengawasi tahapan pelaksanaan dan persiapan penyelenggaraan pemilu dalam rangka pencegahan dan penindakan, menerima, dan melaporkan dugaan pelanggaran serta menyelesaikan sengketa pemilu.
Kewenangan pengawas pemilu melalui amanat regulasi UU tidak terlepas dari dukungan masyarakat secara universal. Dalam hal ini pengawas pemilu bisa lebih concern untuk melakukan pencegahan-pencegahan pelanggaran melalui sosialisasi kepada semua kalangan, baik itu elit politik, stake holders, pelajar/mahasiswa, serta masyarakat secara umum.
Dalam pelaksanaan pengawasan pemilu, tentu ada tujuan bersama “goal oriented” sesuai asas pemilu yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, jujur, dan adil.
Maka tidak terlepas juga harapan untuk mewujudkan pemilu yang mampu melahirkan pemimpin-pemimpin yang berkualitas dan berintegritas.
Maka dari itu, pengawasan pelaksanaan pemilu dibutuhkan oleh masyarakat untuk bersama-sama mengawal pesta demokrasi yang jujur, adil dan bermartabat. (***)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post