Tudingan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa terkait dugaan penyelewengan anggaran Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Tepian Langsat, Kecamatan Bengalon dibantah. Diketahui, anggaran pilkades di sana sekitar Rp 123 jutaan.
Ketua panitia Pilkades Tepian Langsat, Sapri menegaskan, dirinya sama sekali tidak menyelewengkan anggaran, seperti yang diberitakan Radar Kutim edisi Rabu, 11 Januari 2017. Dia mengaku, sebagai ketua panitia hanya mengetahui soal keberadaan dana saja.
“Uang itu masuk tanggal 6 Desember ke rekening desa. Tapi belum bisa diambil. Saya sebagai ketua hanya mengetahui saja. Kemudian, uang baru bisa dicairkan pada 16 Desember. Uangnya untuk pencetakan foto calon, surat suara, transportasi, dan makan panitia. Itupun saya hanya mengusulkan. Yang mengelola dari desa,” katanya, Kamis (26/1) kemarin.
Justru, kata Sapri, dirinya sebagai ketua banyak berkorban. Duit dari kocek pribadinya terpaksa diambil lantaran uang belum ada. “Waktu penjaringan sampai penyaringan calon, semuanya dana talangan dari saya. Saat itu, tidak ada orang yang berani jadi donatur. Itu murni kebijaksanaan saya saja,” tegasnya.
Yang jelas, kata Sapri, uang itu tidak pernah diselewengkan. “Uangnya tidak kami apa-apakan. Desa kami jaraknya jauh-jauh. Jalannya rusak. Menggunakan sesuai kebutuhan. Itupun tidak diambil semua. Masih ada sisanya di desa,” jelasnya.
Tak hanya itu, Sapri juga merogoh duit pribadinya saat pemungutan suara. “Saat pemungutan suara, masyarakat berkumpul. Siapa yang kasih makan mereka, yang mau menyaksikan penghitungan suara. Sementara di Tepian Langsat itu tidak ada warung. Salahnya saya, orang-rang tidak saya foto saat makan atau tidur di rumah saya,” keluhnya.
“Kemudian, saat kami koordinasi ke Sangatta juga pakai duit sendiri. Belum menginapnya di Bengalon. Jalan menuju Tepian Langsat itu bukan aspal seperti di Sangatta. Jalannya rusak berat. Kalau hujan, tidak bisa dilewati,” sambungnya.
Terkait pelaksanaan pilkades, Sapri juga mengakui ada indikasi kecurangan. Bahkan, dia sudah bersurat ke Bupati Kutim untuk menunda pengesahan hasil pilkades di daerahnya. Pasalnya, empat calon melayangkan gugatan. Di satu sisi, belum ada rapat pleno di tingkat desa.
“Tahapan berjalan dengan benar. Hanya saja pleno belum pernah. Hasil pemungutan suara tidak pernah saya tanda tangani. Kalau ada tanda tangan saya, itu palsu. Saya tuntut orangnya. Tak hanya itu, karena ada masalah, pada tanggal 21 Desember, kotak suara dibawa ke polsek. Sampai sekarang saya tidak tahu wujud petinya,” jelas Sapri.
Terkait masalah DPT tidak seragam, Sapri mengaku tidak tahu. “Karena kami di panitia punya tugas masing-masing. Tidak mungkin saya urusi semua. Saya juga tidak pernah pegang perbup (peraturan bupati). Bagian pendataan sekretariat. Setiap data, saya biayai. Habis mendata, tidak koordinasi ke ketua,” pungkasnya. (gun)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post