SAMARINDA– Izin operasional yang kedaluwarsa membuat aktivitas pelayanan di Rumah Sakit Islam (RSI) seakan mati suri. Sawala Pemprov Kaltim dan Yarsi memaksa berbagai pihak untuk terlibat menengahinya.
Legislator Kaltim bahkan telah membuat panitia khusus (pansus) untuk mengurai permasalahan izin yang diusulkan ke Pemkot Samarinda tersebut. Bahkan, dua jalur hukum telah lebih dulu ditempuh Yayasan RSI (Yarsi).
Di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Samarinda, yayasan menyoal Surat Keputusan (SK) Gubernur Kaltim bernomor 180/K.419/2016 tentang Pencabutan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kaltim Nomor 217/1986 tanggal 29 Juli 1986 tentang Penyerahan Hak Pemakaian Eks Gedung Rumah Sakit Umum Jalan Gurami Samarinda kepada Yarsi. Sementara di Pengadilan Negeri Samarinda, Memorandum of Understanding (MoU) bernomor 445.1658/UM/VIII/2016 yang disepakati direktur RSUD AW Sjahranie dan pembina Yarsi di Lamin Etam pada 3 Agustus lalu yang dipersoal Yarsi.
Kendati begitu, para pegawai yang memilih bertahan di bawah naungan yayasan tetap menjalankan pelayanan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit yang berdiri pada 1986 lalu.
Kemarin (2/1), Kaltim Post mengunjungi rumah sakit yang terletak di Jalan Gurami, Samarinda Ilir itu. Tak banyak kesibukan yang dikerjakan para pegawai di tengah berjaga. “Pelayanan tetap jalan kok. Kami tetap bekerja seperti biasa,” ucap Zuryanti kepada awak media ini.
Pun demikian, penanganan yang diberikan hanya berupa pertolongan pertama. Para pegawai yang tersisa, kini dibagi dalam tiga jam kerja. Pagi, siang, dan malam.
“Kalau memang perlu perawatan lebih lanjut kami rujuk ke rumah sakit terdekat. Karena kami tak boleh memberikan perawatan inap,” sambungnya.
Nah, untuk perawatan ringan itu, diakui Yanti, kini RSI harus mematok harga untuk obat-obatan yang diberikan. Ihwal ini terjadi lantaran biaya perawatan yang diberikan tak lagi masuk lingkup jaminan kesehatan. “Sejak izin habis 16 November lalu, layanan BPJS tidak ada lagi. Karena itu, mau enggak mau harus gitu,” terang wakil direktur bidang keuangan RSI itu.
Sementara itu, pansus penyelesaian masalah izin RSI di Karang Paci –sebutan DPRD Kaltim, ternyata telah meninjau langsung RSI pada 29 Desember lalu. Dari kunjungan itu, pansus yang diketuai Rita Artaty Barito itu mengumpulkan dokumen-dokumen perizinan yang membuat RSI tak dapat melanjutkan pelayanannya. “Kami hanya mengumpulkan dokumen izin. Pansus ini kan fokusnya mencari tahu mengapa izin akhirnya tak bisa diperpanjang,” ucap Rita Barito.
Politikus Golkar itu menegaskan jika pansus yang diketuainya itu tak akan menyentuh persoalan antara Pemprov Kaltim dan Yarsi. “Kami hanya mencari solusi untuk izinnya. Salah kalau pansus ini turut mengurusi persoalan yang lain,” tegasnya.
Selepas dokumen perizinan diperoleh, pansus berencana memanggil Pemkot Samarinda selaku lembaga yang berwenang untuk memproses izin operasional rumah sakit tipe C itu. “Paling lambat pekan kedua kami akan panggil pemkot, Yarsi dan AWS untuk izin itu,” akunya.
Nantinya dari hasil pemanggilan itu, pansus yang beranggotakan 15 legislator akan meneruskan ke Kementerian Kesehatan RI. Pansus akan meminta rujukan tentang izin operasional tersebut. “Masalah ini sempat ada di daerah lain. Nah, kami mau menilik bagaimana langkah alternatifnya,” pungkasnya (*/ryu/tom/k15)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post