Berbagi Pengalaman Marching Band lewat Film Layar Lebar

Hudri (LUKMAN MAULANA/BONTANG POST)

 

Kisah Inspiratif Warga Bontang: Hudri (149)

Nama Hudri menjadi dikenal berkat penampilannya sebagai Lahang dalam film layar lebar “12 Menit Kemenangan untuk Selamanya”. Namun siapa sangka awalnya dia justru menolak peran yang diberikan dalam film bertema marching band berlatar Kota Taman tersebut.

LUKMAN MAULANA, Bontang

Hudri mengenal marching band lewat sang kakak, Muhammad Yahya yang sudah lebih dulu bergabung dengan marching band Bontang Pupuk Kaltim (MBBPKT). Saat menyaksikan video-video penampilan MBBPKT, timbul rasa penasaran dalam diri Hudri mengenai dunia marching band. Apalagi saat menyaksikannya pertama kali, dia merasa marching band terlihat seperti aksi militer.

“Waktu kecil memang sempat bercita-cita jadi tentara. Karena itu ketika melihat penampilan MBBPKT, saya pikir dari situ saya bisa menjadi militer,” kenang Hudri saat ditemui di sela melatih marching band di SDIT Asy-Syamil Bontang.

Karenanya, saat kelas 1 SMP, Hudri meminta izin kepada orangtuanya agar diperbolehkan ikut dalam kegiatan MBBPKT. Namun keinginan tersebut ditolak oleh sang ayah. Waktu itu dikhawatirkan Hudri tidak sanggup menjalani latihan-latihan MBBPKT. Apalagi jarak dari rumahnya ke GOR PKT yang menjadi tempat berlatih MBBPKT terbilang jauh.

Namun karena tekad yang kuat untuk mempelajari marching band, Hudri nekat mengikuti seleksi MBBPKT tanpa sepengetahuan kedua orangtuanya. Dalam seleksi tersebut, dia lulus untuk alat musik brass dan perkusi. Dari situ dia disuruh memilih salah satu instrument yang akan dipelajarinya. Dia pun memilih perkusi karena memiliki ketertarikan akan alat musik drum.

“Sebelumnya saya memang ingin belajar bermain drum. Di rumah sudah mencoba belajar bermain drum. Selain itu menurut saya pemain drum dalam marching band terlihat gagah,” ungkapnya.

Setelah diterima menjadi kadet dalam MBBPKT, barulah Hudri memberitahukan kepada sang ayah. Sembari memberikan formulir pendaftaran yang mesti diisi. Melihat keseriusan Hudri, orangtuanya pun akhirnya mengizinkan. Tahun 2001 dia secara resmi bergabung dengan MBBPKT dengan simbal menjadi alat musik pertama yang dimainkannya.

Di tahun pertama bersama MBBPKT, Hudri sudah langsung dipercaya masuk tim inti tampil dalam Grand Prix Marching Band (GPMB) di Jakarta. Kala itu dia mengisi posisi kosong yang ditinggalkan pemain sebelumnya. Dipercaya tampil dalam event nasional membuat Hudri semakin tertarik menekuni marching band.

“Selama bergabung dalam MBBPKT, saya mendapat banyak hal positif untuk hidup saya. Saya diajari betul tentang kedisiplinan, tentang rasa percaya diri, dan tentang kesabaran. Karena itu mulai tertanam dalam diri saya untuk aktif di marching band. Apapun tantangannya mesti dijalani dengan serius,” kata Hudri.

Lajang kelahiran Bontang, 30 tahun lalu ini pun tidak main-main dalam mengasah kemampuan bermusiknya. Meskipun diakui, belajar alat musik perkusi dalam marching band tidak semudah yang dia bayangkan sebelumnya. Namun motivasi dan bimbingan yang luar biasa dari pelatih utama MBBPKT waktu itu, Rene, membuatnya terus bertahan. Pesan sang pelatih untuk memberikan yang terbaik terus terngiang-ngiang bahkan hingga saat ini.

“Beliau adalah mahaguru saya, sudah saya anggap sebagai orangtua kedua. Beliau berpesan, siapapun yang ikut marching band, harus bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi di mesa depan. Saya ingin bisa bermanfaat seperti yang dikatakan Rene,” terangnya.

Namun begitu, sempat ada rasa bosan dalam perjalanan Hudri di dunia marching band. Seiring bertambahnya usia, dia mulai memikirkan mengenai masa depan. Kala itu selepas lulus sekolah, dia sangsi marching band yang digeluti bisa mencukupi kehidupannya di masa mendatang. Apalagi banyak tawaran pekerjaan yang datang kepadanya. Termasuk sang ayah yang menyarankannya keluar marching band bila tidak ada kontribusi untuk kehidupannya.

“Saat itu saya memang ingin menjadi pelatih di marching band. Saya sudah meminta jadi staf tahun 2006. Tapi kondisinya tidak memungkinkan untuk itu. Makanya saya pun pikir-pikir untuk keluar dari marching band,” jelas Hudri.

Kegundahan Hudri ini rupanya disadari Rene. Menyadari bakat Hudri, Rene menjadikannya sebagai pelatih privat untuk anak-anak MBBPKT. Kebaikan Rene inilah yang membuat Hudri begitu segan dan bertahan di MBBPKT. Makanya, ketika ditawari untuk bergabung dengan tim PON di tahun 2008, Hudri lebih memilih tetap aktif di MBBPKT. Walaupun pada akhirnya dia sempat juga keluar dari MBBPKT dan melatih tim marching band lain di Kutai Timur.

“Saya sempat jadi konsultan tim marching band dari Kutai Timur untuk sebuah lomba. Namun saya bergabung kembali dengan MBBPKT setelah lomba selesai. Rene yang meminta dan meyakinkan saya untuk bergabung kembali,” kisahnya.

Di tahun 2011, Hudri bergabung kembali dengan MBBPKT. Kali ini, dia dipercaya menjadi salah satu pelatih dalam tim MBBPKT. Dia pun memantapkan tekad terus aktif di MBBPKT selama masih dibutuhkan. Dia yakin suatu saat pasti akan muncul keajaiban dari apa yang dilakukannya untuk MBBPKT.

Keyakinannya pun terjawab setahun kemudian di tahun 2012. Yaitu ketika kisah MBBPKT terpilih untuk diangkat ke layar lebar oleh rumah produksi berskala nasional. Yaitu film bertema marching band berjudul “12 Menit Kemenangan untuk Selamanya”. Kala itu tim produksi kesulitan menemukan pemeran yang cocok untuk memainkan karakter Lahang, sosok putra daerah yang berasal dari keluarga biasa-biasa saja.

“Waktu itu awalnya bukan saya, tetapi anak didik saya yang dipilih memerankan karakter Lahang. Tapi tim produksi ragu dengan dia, ada kelemahan dalam aktingnya untuk karakter Lahang. Makanya dilakukan audisi ulang,” ungkap anak ketiga dari tujuh bersaudara ini.

Hudri lantas dipilih tim produksi karena dinilai cocok memerankan karakter Lahang. Diceritakan Hudri, malam itu dia tengah berbincang santai dengan pelatih akting mengenai beragam karakter anak-anak didiknya. Dari situ ditengarai si pelatih akting melihat bakat yang dimiliki Hudri. Keesokan harinya, Hudri dipanggil ke GOR untuk mengikuti audisi.

“Saya belum tahu kalau saya yang dipilih memerankan Lahang. Waktu itu mereka hanya mengatakan saya sebagai back-up untuk karakter Lahang. Saya diminta untuk membaca skenario dan memerankannya,” urai Hudri.

Pada akhirnya Hudri menyadari dialah yang dipilih untuk memainkan karakter Lahang. Mendapati kenyataan itu, awalnya Hudri menolak. Dia ogah-ogahan melakoni adegan yang mesti dilakukan Lahang. Namun karena telah dipercaya menjadi pemeran Lahang, mau tak mau dia pun mesti melakukan apa yang tertulis di skenario film garapan sutradara Hanny R Saputra tersebut.

“Adegan pertama yang saya lakukan yaitu adegan terakhir di film, saat saya harus melihat langit sambil menangis. Itu adegan yang sangat sulit dan sempat membuat saya tidak bisa tidur memikirkannya,” kenang alumnus SMK YKPP ini.

Perlahan Hudri pun mulai belajar bagaimana cara berperan dengan baik. Sempat kesulitan, Hudri lantas menerapkan pengalamannya selama bergabung dalam marching band dalam memainkan peran Lahang. Makanya dia sering berdebat dengan sutradara karena merasa dalam film terdapat hal yang tidak sesuai dengan marching band. Setelah dijelaskan bahwa apa yang ada dalam film berbeda dengan dunia nyata, dia pun bisa menerima keputusan sang sutradara.

“Kan di marching band itu serba detail. Nah kalau di film itu dibuat bagaimana caranya agar penonton tidak bosan,” jelasnya.

Diceritakan Hudri, bermain film rupanya tidak semudah yang dia dan rekan-rekannya bayangkan selama ini. Selama sekitar empat bulan proses shooting, Hudri dan rekan-rekannya mesti berangkat pagi dan pulang larut malam. Dia dituntut standby selama proses pengambilan gambar dilakukan, walaupun adegan yang dilakukan tidak melibatkan karakter yang dimainkannya.

“Jadi saya sempat bertanya-tanya, kenapa saya mesti berangkat pagi bila saya tidak shooting di waktu itu. Rupanya hal tersebut sebagai antisipasi apabila pemeran dalam suatu adegan bermasalah, sehingga bisa diganti dengan adegan yang lain. Bisa jadi adegan penggantinya itu adegan si Lahang,” sebut Hudri.

Setelah merampungkan proses shooting, Hudri bersama para pemeran lainnya diminta untuk menyaksikan filmnya sebelum tayang secara komersial. Saat menyaksikan film itulah, Hudri mengaku terkenang kembali saat-saat pertama bergabung dengan MBBPKT. Pasalnya, apa yang dialami Lahang dalam film tersebut mirip dengan apa yang dialaminya sewaktu masih aktif menjadi pemain marching band.

Kisah dalam film “12 Menit Kemenangan untuk Selamanya” memang terinspirasi dari kisah para personel MBBPKT. Termasuk kisah Hudri sendiri.  “Misalnya adegan Lahang jalan kaki dari rumah ke GOR PKT, itu pernah saya alami dulu. Dulu saat training center kan selesainya sampai jam 12 malam, nah biasanya saya pulang ke rumah jalan kaki. Sampai tahun 2008, saya kadang-kadang masih suka jalan kaki,” kenangnya.

Diakui Hudri, banyak perubahan yang dialaminya setelah bermain film. Karena banyak yang menganggapnya sebagai seorang artis. Sampai-sampai dia takut keluar rumah karena tidak suka menjadi pusat perhatian. Dia sempat merasa tidak bisa bebas setelah memerankan karakter Lahang. Memang Hudri mengaku senang, namun dia takut rasa senangnya tersebut bisa berlebihan dan membuatnya menjadi besar kepala.

“Saya jelaskan kalau saya ini tetap orang biasa, sama seperti mereka. Hanya saja saya beruntung karena bisa bermain film. Itu saja,” ucap Hudri.

Melalui aktingnya di film dia jadi mengenal bagaimana rasanya menjadi artis. Dia juga mendapat pengalaman berkesan di antaranya diundang wawancara di stasiun televisi, diminta foto bersama, hingga bisa mengenal artis-artis kenamaan ibukota. Termasuk bertemu dengan aktor legendaris Egi Fedly yang dulu pernah disaksikannya di TVRI. Bahkan dalam film, Hudri berperan sebagai anak Egi. “Ya tidak menyangka bisa bertemu dengan beliau. Dulu kan hanya melihat di televisi,” tambahnya.

Saat ini Hudri mengaku ingin meneruskan apa yang diinginkan almarhum Rene. Yaitu bisa menjadi lebih bermanfaat bagi orang lain. Sejalan dengan prinsip hidupnya yang ingin menjadi lebih baik dari waktu ke waktu serta cita-citanya yang ingin berguna bagi bangsa dan negara.

“Saya dengar film ini masih terus diputar melalui acara-acara nonton bareng. Semoga film ini bisa tetap menginspirasi bagi masyarakat yang menyaksikannya. Karena banyak hal baik dan bermanfaat yang bisa dipetik dari film itu,” pungkasnya. (bersambung)

 

Nama: Hudri

TTL: Bontang, 30 Juli 1986

Ortu: M Yusuf Pantari (ayah), Jamiah (ibu)

Status dalam keluarga: Anak ke-3 dari 7 bersaudara

Pendidikan:

  • SD 001 Bontang Selatan (lulus 1999)
  • SMPN 3 Bontang (lulus 2002)
  • SMK YKPP (lulus 2005)

Alamat: Jalan WR Supratman RT 27 Nomor 25 Tanjung Laut

Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News

Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:


Exit mobile version
https://www.bethhavenbaptistchurch.com/ anakslot https://torontocivics.com/ http://sultansawerlogin.com slot gacor arya88 slot gacor slot raffi ahmad slot raffi ahmad 77 https://attanwirmetro.or.id/ https://attanwirmetro.or.id/dolph/asd/ https://idtrack.co.id/ https://autoglass.co.id/ slot raffi ahmad 77 https://dabindonesia.co.id/ slot gacor https://tesiskita.com/ slot raffi ahmad https://bontangpost.id/ slot raffi ahmad 77 Anakslot https://karyakreatif.co.id/ slot raffi ahmad 88 Anakslot arya88 kicautoto kicautoto slot thailand https://www.ajlagourmet.com/ kicautoto situs raffi ahmad gacor slot raffi ahmad 88 situs scatter hitam situs scatter hitam slot toto Link Gacor Hari Ini Slot Bca Situs deposit 25 ribu https://cdn.sena.co.th/ toto 4d https://www.ajlagourmet.com/-/ daftar slot gacor