SAMARINDA – Kuasa hukum anggota DPRD Kaltim Sokhip, Roy Yuniarso meminta semua pihak menghormati keputusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Penolakan penggantian antar waktu (PAW) dari partai berlambang burung garuda itu sebagai bukti bahwa Sokhip tidak bersalah.
Roy menyebut, surat penolakan yang didasarkan pada rekomendasi Dewan Kehormatan partai besutan Prabowo Subianto itu menjadi bukti bahwa tuduhan terhadap Sokhip tidak terbukti kebenarannya.
Dia menegaskan, Badan Kehormatan (BK) DPRD Kaltim tidak teliti dalam menjalankan tahapan sidang terhadap kasus Sokhip yang diawali dengan pelaporan Forum Masyarakat Anti Korupsi (Formak) Indonesia itu.
“BK sangat tidak teliti. Karena proses persidangan itu, hukum acaranya kan jelas. Itu tidak dijalankan semua oleh BK. Klien kami pun tidak diberikan kesempatan untuk menghadirkan saksi,” ucapnya, Selasa (23/10) kemarin.
Akibatnya, tahapan sidang yang dilakukan BK tidak berimbang. Keterangan pelapor lebih banyak ketimbang saksi yang mestinya disodorkan Sokhip.
“Akhirnya kami juga kecewa. Tidak ada ketelitian dari BK. Ada hal-hal atau agenda persidangan itu yang tidak dijalankan. Contohnya, kami tidak bisa menghadirkan saksi. Kami hanya dipanggil untuk klarifikasi,” tuturnya.
Sejumlah bukti yang dijadikan dasar keluarnya rekomendasi BK, justru didapatkan secara sepihak tanpa terlebih dahulu mendapat bantahan dari Sokhip.
Dia juga heran dengan keputusan BK yang membuat rekomendasi yang terikat dan tidak dapat digugat. Terlebih, kasus tersebut bukan perkara pidana. Bukti lain, dalam persidangan kasus pemalsuan surat keterangan ijazah itu tidak pernah menetapkan Sokhip sebagai tersangka.
“Haji Sokhip jadi tersangka saja tidak pernah. Apalagi jadi terdakwa. Kan melihat dari situ saja sudah jelas. Tetapi kenapa BK tetap mengatakan bahwa ini menggunakan ijazah palsu?” tanyanya.
Di sisi lain, penggunaan surat keterangan ijazah palsu itu telah berlangsung pada pemilu 2014. Kata Roy, mestinya komplain terhadap pemakaian ijazah itu dilakukan pada saat tahapan pemilu di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Kalau kita merunut dari awal, itu kan jelas undang-undang pemilunya. Artinya waktu komplain untuk anggota dewan itu kan jelas. Ada batas waktunya,” tegas Roy.
Dia memastikan Sokhip pernah menempuh studi di SMA Ahmad Yani Bangil. Bahkan dirinya berkali-kali bertemu dengan teman dan guru dari anggota DPRD Kaltim daerah pemilihan Balikpapan itu.
Roy membenarkan bahwa kliennya hanya menjadi korban pembuatan surat keterangan ijazah palsu. Pembuat surat tersebut dilakukan karena Sokhip pernah kehilangan ijazah.
“Pada saat kehilangan ijazah itu, Haji Sokhip membuat laporan kehilangan. Itu dijadikan dasar untuk meminta salinan ke sekolah. Kalau toh di sekolah itu direkayasa, itu bukan kewenangan Haji Sokhip untuk merekayasanya,” ucap dia.
Adanya bukti pembuatan surat keterangan ijazah palsu itu mestinya tidak menyeret Sokhip dalam kasus tersebut. Sebab yang bersangkutan tidak pernah mengetahui pemalsuan ijazah itu.
“Artinya yang berbuat siapa dan kena imbasnya siapa. Kami juga bertanya, kenapa itu direkayasa? Kami kan mintanya yang benar,” katanya.
Atas dasar itu, Roy meminta BK merehabilitasi nama baik Sokhip. “Juga hak-hak beliau di dewan tidak boleh diabaikan. Karena ini sudah jelas, Haji Sokhip tidak bersalah,” sebutnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post