Mencari kegiatan positif untuk mengisi waktu luang, itulah awal Cindy Yuni Kharisma menjadi sukarelawan di Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Samarinda. Menurutnya, semakin banyak dia membantu orang lain, semakin baik juga kehidupannya di masa depan.
LUKMAN MAULANA, Samarinda
Cindy mengenal KPAID Samarinda saat mengerjakan skripsinya tentang pelecehan seksual terhadap anak. Kala itu dia mencari informasi di internet guna melengkapi skripsinya yang mengangkat analisis pengaruh lingkungan sosial, keluarga, dan media sosial (medsos) pada perilaku pelecehan seksual.
Dalam pencariannya itu, dia menemukan data pelecehan seksual yang diungkapkan KPAID Samarinda. Namun saat itu belum terbersit dalam benaknya untuk bergabung menjadi sukarelawan.
“Data di internet itu dari ketua harian KPAID, Pak Adji Suwignyo. Saat itu ada niat bertemu beliau untuk konsultasi, tapi belum sempat,” kata Cindy saat ditemui Metro Samarinda (Kaltim Post Group), Senin (17/4) kemarin.
Setelah lulus kuliah, Cindy masih bingung menentukan langkah ke depan. Apalagi saat itu ijazahnya belum keluar. Karena itu untuk mengisi waktu, Cindy menerima ajakan temannya bergabung menjadi sukarelawan KPAID. Keinginan ini mendapat dukungan dari keluarganya, khususnya sang ibunda yang ingin agar Cindy mengisi waktu dengan kegiatan positif.
“Saya memang tipe anak rumahan. Kata ibu daripada di rumah saja, mendingan cari kegiatan yang positif. Ayah saya juga mendukung, kebetulan beliau polisi jadi sering koordinasi,” ungkapnya.
September 2016 Cindy mulai bergabung sebagai sukarelawan. Awalnya dia kesulitan mengikuti proses kerja sukarelawan dalam mendampingi anak-anak bermasalah. Terutama dalam hal komunikasi, Cindy mengaku kurang bisa berinteraksi dengan baik.
Namun perlahan dengan bimbingan sang ketua, Cindy pun mulai mengerti bagaimana mesti bertugas.
“Saya paham sedikit demi sedikit. Tentang bagaimana mendata anak yang bermasalah dan proses penanganannya,” sambung Cindy.
Sebagai sukarelawan, Cindy pun mulai melakoni berbagai kegiatan pendampingan. Dia mesti siap setiap kali polisi menghubunginya untuk mendampingi anak-anak yang berhadapan dengan hukum. Kegiatan pendampingan yang dilakukannya meliputi pendataan, pencarian informasi, hingga memberikan arahan kepada orang tua anak bersangkutan.
“Misalnya untuk kasus kenakalan anak, saya terlibat dalam membuat surat perjanjian yang menyatakan anak tersebut untuk tidak membuat kesalahan lagi,” terangnya.
Meski terbilang baru, namun sudah cukup banyak kasus terkait anak yang mendapat pendampingannya. Di antaranya kasus narkoba, persetubuhan di bawah umur, hingga anak-anak jalanan. Kasus anak-anak jalanan yang terjaring dalam Operasi Cipta Kondisi (Cipkon) menjadi yang paling banyak ditanganinya.
“Seperti anak jalanan yang ngamen dan meminta-minta di jalanan. Juga mereka yang tertangkap sedang ngelem. Saya mendampingi mereka membuat BAP (berita acara pemeriksaan),” kata Cindy.
Dari situ Cindy mengerti hal-hal yang menyebabkan anak-anak jalanan melakukan aksi yang meresahkan. Misalnya anak-anak jalanan yang mengamen dan meminta-minta di jalanan, menurutnya dikarenakan faktor kebiasaan. Karena cara tersebut dianggap cara paling mudah untuk mendapatkan uang.
Sementara penyebab anak ngelem, menurut Cindy lebih dikarenakan faktor lingkungan. “Karena kebanyakan kumpulan anak jalanan itu anak-anak punk,” tambahnya.
Dalam hal ini, Cindy berharap pemerintah bisa membuat pembinaan khusus untuk anak jalanan. Di antaranya menyediakan wadah pembinaan seperti sekolah terpadu buat anak jalanan. Agar mereka bisa mengembangkan minat, bakat, serta keterampilan mereka. Tapi bukan hanya dari pemerintah, menurutnya dukungan keluarga juga menjadi hal yang utama.
“Karena banyak dari orang tua anak jalanan ini memang sudah bekerja di jalanan. Jadi menurut mereka lebih baik di jalan daripada sekolah. Karena di jalan bisa dapat uang,” papar Cindy.
Makanya Cindy menyebut, harusnya juga ada pembinaan khusus buat para orang tua. Khususnya orang tua dari anak-anak jalanan. Bertambahnya anak jalanan, kata Cindy, karena keluarga yang mengizinkan mereka turun ke jalan. Berawal dari ngamen, kemudian meminta-minta, anak-anak jalanan ini bisa terpengaruh temannya melakukan kegiatan-kegiatan negatif dan terjerumus kriminalitas.
“Yang awalnya hanya ngelem, kemudian mencoba sabu-sabu sampai mereka ketergantungan obat. Bila sudah kecanduan, mereka bisa melakukan tindakan kriminal,” jelasnya.
Menurut Cindy, semua kasus yang ditanganinya punya kesan tersendiri bagi dirinya. Karena penanganan untuk setiap kasus berbeda satu sama lain. Sehingga semakin menambah pengalamannya sebagai sukarelawan. Apalagi dia memiliki ketertarikan terhadap ilmu psikologi. Perempuan kelahiran Samarinda, 23 tahun lalu ini mengaku tertarik melihat bagaimana KPAI menggunakan pendekatan psikologis dalam menghadapi berbagai kasus.
“Saya ingin belajar bagaimana membaca dan mengetahui karakter orang lain. Kebetulan saat kuliah dulu saya suka mata kuliah psikologi kesehatan,” jelasnya.
Dikisahkan Cindy, saat kuliah di Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda, dia sempat ingin bekerja di puskesmas. Sesuai dengan bidang yang diambilnya yaitu peminatan Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku (PKIP). Namun setelah sempat merasakan suasana kerja di puskesmas, rupanya dia kurang berkenan dengan ruang lingkup yang ada. Malahan, Cindy jadi lebih tertarik bekerja di bagian ilmu perilaku masyarakat.
“Saya lebih suka ke bagian perilaku. Yaitu mempelajari bagaimana karakter orang-orang, perilaku kesehatannya seperti apa. Seperti penyalahgunaan narkoba misalnya, saya ingin mengetahui alasan kenapa orang-orang mengonsumsinya,” beber Cindy.
Ketertarikan terhadap ilmu psikologi inilah yang membuatnya ingin mengambil pendidikan S2 bidang psikologi kelak. Namun saat ini, dia fokus menjadi sukarelawan dan membantu menyelesaikan kasus-kasus yang ada. Karena menurutnya, pergaulan anak sekarang ini sudah berada di luar batas. Bahkan dia menemukan sendiri kasus anak ngelem di lingkungan rumahnya yang lantas ditangkap warga.
“Karena itu saya tertarik menyelesaikan kasus. Saya ini orangnya lebih suka kerja di lapangan, bukan tipe pekerja di balik meja,” sebutnya.
Saat ini Cindy merasa nyaman menjadi sukarelawan. Dari kegiatannya di KPAID, dia bisa bertemu dengan teman-teman baru. Bertemu orang-orang baru dan punya banyak teman memang menjadi hal yang disukainya di KPAID. Apalagi dia juga berkesempatan bertemu dengan orang-orang penting. Sementara dukanya, saat dia menerima perlakuan dari klien yang merasa kurang puas dengan kinerjanya.
“Kadang ada klien yang seperti itu. Saat saya sudah mendampingi sebaik mungkin, tapi masih saja merasa kurang. Padahal ada klien lain yang mesti saya dampingi,” urainya.
Memang sebagai sukarelawan, kesibukan kerap menyapa Cindy. Dalam sehari saja, dia bisa menangani dua klien. Sehingga terkadang dia mesti berbagi tugas dengan sukarelawan lainnya. Hari-hari Cindy pun banyak dihabiskan di jalanan. Meski begitu Cindy menanggapi keluhan klien tersebut dengan baik dan sebisa mungkin tidak mengecewakan mereka.
“Tinggal bagaimana menyikapinya. Yaitu dengan membicarakannya baik-baik. Misalnya saat saya masih di kantor polisi, ya saya sampaikan maaf karena masih di kantor polisi. Yang pasti saya tidak boleh mengecewakan orang lain,” tutur dara yang punya hobi bermain bulu tangkis ini.
Dengan pengalaman-pengalaman tersebut, Cindy berharap bisa terus menjalankan kegiatannya sebagai sukarelawan. Banyak perubahan yang dialaminya setelah menjadi sukarelawan. Misalnya bila sebelumnya tidak pandai berbicara, kini lambat laun dia bisa tahu bagaimana cara yang tepat dalam menyusun kata-kata.
Pun begitu, Cindy merasa mulai paham mengenai bagaimana bekerja sebagai sukarelawan. Dia tidak mempermasalahkan ketiadaan bayaran atas apa yang dilakukannya. Karena yang dilakukannya murni untuk membantu orang lain. Prinsip Cindy, semakin banyak membantu orang, maka akan semakin baik hidupnya ke depan.
“Karena kita kan tidak tahu, orang yang kita bantu itu mendoakan kita seperti apa,” pungkas bungsu dari dua bersaudara ini. (***)
TENTANG CINDY
Nama: Cindy Yuni Kharisma, SKM
TTL: Samarinda, 25 Juni 1994
Ortu: Aiptu Suryono (ayah), Widayati (ibu)
Pendidikan:
- SD Negeri 008 Samarinda (2000-2006)
- SMP Negeri 2 Samarinda (2006-2009)
- SMK Negeri 7 Samarinda (2009-2012)
- S1 Universitas Widya Gama Mahakan Samarinda, Fakultas Kesehatan Masyarakat (2012-2016)
Alamat: Jalan Sultan Alimuddin Gang Beringin Nomor 78 RT 02 Sambutan, Samarinda Ilir
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: