“Salah satu pos yang paling memungkinkan untuk dijadikan bancakan, ya bansos dan hibah ini. Saya menduga, besarnya alokasi untuk bansos ini, erat kaitannya dengan pemilu 2019”. Herdiansyah Hamzah (Pengamat Hukum dan Politik Unmul Samarinda)
SAMARINDA – DPRD Kaltim belum mengesahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan 2018. Salah satu alasannya, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) belum menyepakati hibah bantuan sosial (bansos) senilai Rp 80 miliar.
Hibah bansos tersebut muncul atas usulan anggota DPRD Kaltim. TAPD menilai anggaran untuk bansos itu terlampau besar. Pasalnya, akan mengganggu pos anggaran untuk program lain yang telah disepakati untuk Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Pengamat Hukum dan Politik dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Herdiansyah Hamzah mengaku tidak heran dengan munculnya usulan bansos tersebut. Sebab, mendekati pemilu 2019, bansos dapat digunakan untuk modal menarik simpati publik.
“Mereka yang turut berkontestasi, tentu berlomba-lomba mengumpulkan modal finansial sebanyak mungkin. Salah satu pos yang paling memungkinkan untuk dijadikan bancakan, ya bansos dan hibah ini. Saya menduga, besarnya alokasi untuk bansos ini, erat kaitannya dengan pemilu 2019,” kata dia, Kamis (13/9) kemarin.
Karenanya, demi menanggulangi adanya bancakan terhadap bansos, dia meminta pemerintah provinsi (pemprov) dan DPRD Kaltim merilis data lembaga, organisasi, serta yayasan yang akan menerima bansos tersebut.
“Masyarakat mana yang dimaksud? Lembaga apa? Dan ada atau tidak irisannya dengan RKPD (Rencana Kerja Pembangunan Daerah, Red.) dan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, Red.)?” tanyanya.
Pada kenyataannya, bansos kerap kali digunakan untuk memupuk simpati publik. Secara tersirat, janji terhadap hibah bansos dapat bermuatan politik transaksional yang acap kali digunakan wakil rakyat menjelang pemilu.
“Lagian bansos itu janji-janji manis kepada konstituen. Semacam politik transaksional yang dilegalkan. Itu tidak mendidik. Obral janji ke konstituen akan membunuh diri mereka. Terlalu banyak tagihan,” tegasnya.
Kasus korupsi bansos bukan isu baru. Terbukti mayoritas kasus korupsi yang pernah diungkap penegak hukum, bansos menjadi ladang korupsi yang menyeret oknum anggota dewan.
Teranyar, kasus korupsi bansos di Kutai Barat (Kubar) yang merugikan negara Rp 19 miliar. Kasus ini menyeret tiga yayasan pendidikan. Antara lain Yayasan Pendidikan Sendawar Sejahtera, Yayasan Pendidikan Sekar Alamanda, dan Yayasan Permata Bui Sendawar. Dalam fakta persidangan terungkap pula bahwa anggota dewan ikut menikmati dana korupsi itu.
“Sebab pos ini selalu bermasalah. Tetapi entah kenapa tetap dipertahankan. Faktanya, mayoritas kasus korupsi di Kaltim berasal dari pos bansos dan hibah ini. Harusnya itu dijadikan dasar untuk mengevaluasinya. Minimal dimoratorium dulu, sembari diaudit secara menyeluruh,” imbuhnya.
Karena itu, pria yang karib disapa Castro itu menyarankan, anggota DPRD mestinya belajar dari kasus korupsi hibah bansos tersebut. Pun demikian, janji politik lewat bansos hanya akan membawa efek buruk bagi pendidikan politik.
Pasalnya, janji wakil rakyat melalui bansos akan pragmatisme di tengah masyarakat. Terbukti, tumbuh suburnya politik uang tidak terlepas dari penggunaan bansos untuk menarik simpati publik.
“Selain itu, akan menjadi embrio perilaku korup bagi para elite ketika terpilih nanti. Mereka akan terus mencari bancakan untuk mengembalikan modal politiknya,” sebut dia.
Meskipun bansos tetap dianggarkan, diperlukan perbaikan dalam sistem seleksi, penganggaran, dan pengalokasiannya. Sedangkan dasarnya, bansos harus disesuaikan dengan pelaksanaan RKPD dan RPJMD.
“Kemudian tidak memiliki muatan kepentingan dengan anggota DPRD. Semacam politik transaksional dengan konstituen. Leading sektornya Pemprov. Jadi bukan DPRD yang mengajukan. Seleksinya mesti transparan dan terbuka serta pengawasannya mesti ketat dari hulu ke hilir,” sarannya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post