Kisah Inspirasi Warga Bontang: Sumarsih (202)
Anak, merupakan motivasi terbesar bagi pasangan Sumarsih dan suaminya, Misni. Pasalnya, karena ingin menyekolahkan anak setinggi-tingginya, usaha keripik singkongnya pun tak pernah mereka hentikan sejak 1992 silam.
Mega Asri, Bontang
MENJADI salah satu perantau di Bontang tanpa memiliki keahlian khusus tentu membuat warga asal Trenggalek ini harus memutar otak untuk bisa bertahan hidup. Berawal dari suami yang lebih dulu di Bontang dengan mencoba usaha keripik singkong, karena pernah memiliki pengalaman membuat keripik singkong di Kalimantan Tengah.
Setelah dinilai mempunyai potensi besar dengan memproduksi dan berjualan keripik, Misni pun membawa Sumarsih serta anak pertamanya, Anis yang pada1992 masih berusia 10 bulan ke Bontang dari kampungnya, Trenggalek Jawa Timur.
Belum memiliki rumah sendiri, mereka pun mengontrak di Gunung Sari selama 6 tahun. Sejak awal di Bontang, sudah bertekad untuk serius menjalani usaha keripiknya. Memiliki satu rombong dan berjualan di Kilometer 6 dengan harga keripik saat itu hanya Rp 2 ribu perkilogram. “Rombongnya pun, kami titip di depan Bontang Plaza,” ujar Sumarsih saat ditemui di kediamannya.
Dengan modal awal seadanya, usaha keripik singkong yang dinamai Seni Keripik tersebut terus berkembang. Hingga Sumarsih berhasil membangun rumah di Jalan Pencak Silat 1 RT 12 Kelurahan Api-api pada 1998 dari usaha keripik singkong. Waktu terus berjalan, usaha pun semakin meningkat. Sumarsih dan Misni lantas mempekerjakan saudara-saudaranya dari kampung untuk membantu usahanya. “Awal modalnya itu kalau ada uang jadikan sebagai modal, hingga kami punya 6 rombong dan berjualan di beberapa titik, dibantu kerabat kami sebanyak 8 orang,” kenang dia.
Tetapi, dengan banyaknya rombong, penghasilannya tetap sama dan tidak bertambah. Akhirnya diputuskan untuk tetap komitmen berjualan dengan satu rombong. Untuk bahan-bahan keripik, Sumarsih mengaku tak pernah kesusahan. Apalagi, saat ini dirinya menanam sendiri singkongnya di lahan seluas 2 hektar. Sebenarnya, diakui dia, dari dulu sudah menanam singkong di kebun sendiri, tetapi bekerjasama dengan teman. Saat temannya tidak ada, menanam singkong dihentikan dan baru dimulai awal tahun ini.
Keripik singkong buatan Misni dan Sumarsih, terbilang paling laris. Pasalnya, sejak dulu, rasanya tak pernah berubah, gurih dan renyah. Sumarsih sendiri mengaku tak ada resep khusus, hanya memberinya bumbu dan bawang. Hanya saja, untuk membumbui singkongnya, memang harus dilakukan oleh suaminya sendiri dan tak pernah dari tangan orang lain. “Saya pun tak pernah membumbui, karena hanya bapak (Misni, Red.) yang bisa memberikan bumbu yang pas, tak ada tangan orang dan bapak sendiri yang bikin bumbunya,” terang dia.
Jika setiap usaha pernah pasang surut, maka musim itu tak berlaku bagi Sumarsih. Karena, sejak dulu hingga saat ini, Sumarsih tak pernah menambah jumlah keripik yang dijualnya selalu 20 kilogram dan selalu habis. Produksi dan jualannya pun tak pernah libur, kecuali jika Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Omsetnya, Sumarsih mengaku saat ini, mampu menjual keripik sebesar Rp 1,2 juta per hari, dengan rincian Rp 60 ribu perkilogram dikali 20 kilogram. “Alhamdulillah tak pernah sepi, selalu habis, bahan dasar singkong pun selalu tersedia,” ungkapnya.
Momen-momen jualannya ramai pembeli pun saat musim bola, menjelang hari raya, acara yasinan, tahlilan, serta hotel-hotel yang menjadi pelanggan setianya. Dari hasil usaha keripik juga, Sumarsih mampu menyekolahkan anak pertamanya hingga lulus S2 dan kini sudah menjadi dosen di Universitas Mulawarman (Unmul). Anak pertamanya, Anis memang lulusan S1 Unmul dan melanjutkan S2 di Institut Teknologi Surabaya (ITS) mengambil jurusan teknik industri. Sementara anak keduanya masih kelas XI SMA dan bersekolah di SMA Vidatra. “Anak sebagai motivasi untuk tetap menjalankan usaha, sebab, penghasilan kami hanya bersumber dari keripik itu, jadi ditekuni, biar pasang surut tetap dijalani, memang ada sepi, tapi tak lama, seringnya standar saja,” tuturnya.
Sumarsih sendiri mengaku tak pernah mengalami kerugian selama menjalankan usaha keripiknya itu. Anak, menjadi dorongan terbesar bagi dia dan suaminya yang bertekad menyekolahkan anak-anaknya setinggi-tingginya. “Jangan sampai seperti ibunya hanya lulus SMA, karena anak-anak harus bisa lebih dari orang tuanya. Yang kedua juga semoga bisa jadi seperti kakaknya yang sudah mandiri,” harapnya.
Menjadi keuntungan baginya, ketika pelanggannya tetap setia padanya. Saking lamanya berjualan keripik singkong, para penggemarnya senang dengan rasa keripiknya yang gurihnya pas. Seni Keripik kini menjadi usaha keluarga dengan mempekerjakan 4 karyawan. Misni sebagai produsernya dan istrinya Sumarsih sebagai penjualnya. Hasilnya, empat kontrakan sudah dimiliki serta lima pintu kamar kost. Ditambah satu usaha warung di sebelah rumahnya.(bersambung)
TENTANG SUMARSIH
Nama : Sumarsih
TTL: Trenggalek 21 Maret 1971
Suami: Misni
Anak:
– Anis Siti Nurrohayat
– Muhammad Ali Rohmatullah
Alamat: Jalan Pencak Silat 1 RT 12 nomor 10 Kelurahan Api-api Kecamatan Bontang Utara
Pendidikan:
- SDN Tugu
- SMPN Tugu
- SMAN Trenggalek
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: