BONTANG – Komisi I DPRD menolak draf rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang perubahan atas Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2015 yang diajukan Tim Asistensi Pemkot Bontang. Regulasi tersebut mengatur pemberian insentif bagi pendidik dan tenaga kependidikan sekolah swasta, serta pendidik non pegawai negeri sipil (PNS) pada sekolah negeri. Penolakan itu terjadi saat Komisi I menggelar rapat kerja, Selasa (9/10).
Anggota Komisi I Setiyoko Waluyo mengatakan, ada dua poin yang bertentangan yakni berkaitan persyaratan penerima insentif. Pertama, berkenaan syarat administrasi penerima. Pada draf tersebut berisi penerima wajib memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) dan telah mengabdi selama dua tahun.
“Padahal bulan lalu telah disepakati poinnya ialah penerima insentif memiliki NUPTK dan atau telah mengabdi dua tahun. Kalau memakai kata ‘dan’ artinya wajib keduanya dipenuhi,” kata Setiyoko saat ditemui usai rapat.
Menurutnya, sejak 2010 pengurusan NUPTK mengalami kendala. Akibatnya banyak tenaga pendidik hingga kini belum mempunyai nomor induk tenaga pendidik tersebut. Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini berujar jika pengurusan NUPTK tidak ada kendala, ia mengaku legawa jika syarat tersebut diterapkan.
“Kami ngotot bahwa persyaratan bukan mutlak NUPTK. Bayangkan ketika banyak tenaga pendidik yang sudah mengabdi di atas dua tahun, ketika diberlakukan perda ini, mereka secara otomatis tidak akan mendapat insentif kembali,” paparnya.
Dijelaskan Setiyoko, tiap tenaga pendidik mendapat satu juta rupiah per bulannya. Meskipun ada persyaratan lainnya yang wajib dipenuhi, meliputi memiliki ijazah sarjana dan tidak pernah absen mengajar. Jika itu tidak dipenuhi maka secara otomatis ada pengurangan besaran insentif yang diterima.
Ia menaksir sebanyak 500 tenaga pendidik yang belum memiliki NUPTK terancam tidak mendapat insentif. Mulai dari tingkat PAUD hingga SMP. Adapun total penerima insentif mencapai 1.200 orang. Setiyoko menduga Pemkot ingin menghemat anggaran sebesar Rp 6 miliar. Dari total anggaran untuk insentif sekira Rp 14 miliar lebih.
“Untuk apa menghemat anggaran, kan APBD Bontang sudah mulai meningkat. Ini justru sektor pendidikan yang harusnya menjadi prioritas malah dikurangi,” tutur Setiyoko.
Di samping itu, Komisi I menyatakan keberatan adanya poin draf yang berisi insentif guru swasta diberhentikan ketika bergabung dengan partai politik. Setiyoko menyebutkan mayoritas guru swasta itu menjadi pengurus parpol. Kecuali jika telah duduk sebagai anggota DPRD yang memperoleh pendapatan dari anggaran daerah atau nasional, dapat dilakukan penyetopan pemberian insentif.
“Ini membatasi kebebasan masyarakat dalam beroganisasi namanya. Apa bedanya dengan Ketua RT yang juga dapat insentif,” kata pria yang juga dulunya berprofesi sebagai guru ini.
Secara tegas, ia mengatakan jika draf ini dipaksakan lebih baik kembali ke perda lama. Pertemuan selanjutnya pun akan digelar kembali setelah tim asistensi melakukan koordinasi dengan wali kota Bontang. (ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: