BALIKPAPAN–Perilaku pengetap di Kota Minyak memang meresahkan. Polres Balikpapan pun meringkus pelakunya. Setidaknya itu menjadi bukti, akibat ulah mereka akhirnya menyebabkan antrean mencari bahan bakar (BBM) bersubsidi menjadi panjang di SPBU.
Satu orang ditetapkan tersangka setelah ditangkap tangan melakukan ulahnya oleh penyidik Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Polres Balikpapan. Andi Aswar (43), warga Kilometer 25, Samboja, Kutai Kartanegara (Kukar), itu tak berkutik ketika petugas mencegatnya setelah membeli solar di SPBU Kebun Sayur, Senin (25/2) dini hari.
Dia ditangkap basah ketika saat diperiksa, truk KT 8956 AI miliknya mengangkut 1,4 ton solar bersubsidi. “Beli Rp 5.150 per liternya,” kata Andi saat ditemui di ruang pemeriksaan Tipiter, kemarin.
Andi menyebut sudah lima tahun beraksi. Dia memodifikasi truknya. Hingga memiliki empat tangki penyimpanan BBM. Ukuran 200–500 liter. Dalam sehari rata-rata dirinya mampu mengetap hingga berton-ton solar. Yang didapat dari sejumlah SPBU di Balikpapan. “Seminggu sekali saya keliling. Ke SPBU Kilometer 4, Kilometer 9, Kilometer 14, dan Kilometer 38,” ungkapnya.
Aksinya bisa berjalan mulus lantaran ada kerja sama dengan petugas pengisian di SPBU. Setiap kali membeli, Andi akan menyetor uang. Nilainya Rp 200 per liter. Hal ini disebut sudah biasa. Dan diakuinya banyak pemain seperti dirinya di Balikpapan. “Banyak yang melakukannya di sini,” sebutnya.
Setelah berhasil mendapatkan solar, Andi lantas pulang ke Samboja. Di sana solar kembali dipasarkan secara eceran. Setiap liter dijual Rp 7 ribu. Artinya setiap liter solar diperoleh keuntungan Rp 1.650. Keuntungan terakhirnya Rp 2.310.000. “Uangnya untuk makan saja. Untuk keperluan sehari-hari,” katanya.
Kapolres Balikpapan AKBP Wiwin Firta melalui Kanit Tipiter Ipda Henny Purba mengakui penyelidikan terhadap aksi pengetap BBM bersubsidi itu lantaran banyaknya laporan masyarakat. Mengenai langkanya mendapatkan solar bersubsidi di Kota Minyak. “Akhirnya tim mendapatkan petunjuk tersangka (Andi) ini sedang mengantre di SPBU Kebun Sayur,” kata Henny.
Dia membenarkan aksi tersangka bisa dilakukan setelah memberikan fee kepada petugas SPBU. Sehingga mau mengisi tangki-tangki hasil modifikasi. Untuk barang bukti sendiri, petugas berhasil mengamankan 1,4 ton solar bersubsidi dari truk merah yang dikendarai Andi. “Ada empat tangki tambahan. Yang digunakan untuk mengisi tiga tangki. Ukuran 200–500 liter,” ujar Henny.
Akibat perbuatannya, polisi menjeratnya dengan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. “Ancaman hukuman penjaranya di atas tujuh tahun,” pungkas Henny.
BERI SANKSI
Region Manager Communication & CSR Pertamina Kalimantan Yudi Nugraha menyebut, pihaknya segera melakukan langkah terkait pengungkapan yang dilakukan Polres Balikpapan. Jika memang dalam pemeriksaan ada bukti yang mengarah pada unsur menguntungkan diri sendiri dari operator atau pembiaran dari manajemen SPBU, sanksi akan diberlakukan. “Tentu pertama kami ucapkan terima kasih kepada Polres Balikpapan yang berhasil mengungkap ulah pengetap ini,” kata Yudi.
Sanksi yang dimaksud adalah penyetopan jatah BBM bersubsidi selama satu bulan. Dan mengalihkan jatahnya ke SPBU lain. Ini disebut sebagai pembinaan. Tetapi Pertamina juga akan memikirkan efek lain. Mengingat, strategisnya SPBU Kebun Sayur dalam menyuplai keperluan solar bersubsidi. “Ya ini problem sendiri. Kami akan melihat keputusan manajemen. Apakah sanksinya seperti itu (satu bulan penyetopan) atau lainnya. Tetapi sanksi pasti kena,” ujarnya.
Yudi menyebut, Pertamina selama ini dirugikan dengan ulah para pengetap. Salah satunya, pandangan miring dari masyarakat terhadap Pertamina terkait antrean di SPBU yang menjual BBM bersubsidi. Padahal, khusus di SPBU Kebun Sayur, pihaknya sudah beberapa hari terakhir menambah pasokan hingga dua kali lipat dari biasanya.
“SPBU Kebun Sayur itu jatahnya 16 kiloliter. Karena ada antrean dan lain-lain. Dalam beberapa hari terakhir ini kami tambah sampai 24 kiloliter. Tapi kok, tetap antre terus. Sampai ada temuan seperti ini, jadi terbukti kalau pengetap itu ada,” bebernya.
Dari pantauan Kaltim Post di SPBU Gunung Guntur, Jalan Mayjen DI Pandjaitan, Gunung Guntur, Balikpapan Tengah, kemarin antrean kendaraan membeli solar subsidi sedikit lebih pendek. Bila sebelumnya sampai ratusan meter. Kemarin tak sampai 100 meter panjangnya antrean.
ANTREAN DI SAMARINDA DAN BONTANG
Selain Balikpapan, dalam sepekan terakhir antrean BBM di SPBU juga terjadi di Bontang. Sementara hasil penelusuran media ini, keluhan datang dari Samarinda yang menyebut para sopir kerap tak memperoleh jatah solar bersubsidi.
Terkait hal itu, Yudi menyebut, kemungkinan adanya dugaan pengetap juga terjadi di dua kota itu. Karena sama seperti di Balikpapan, Pertamina memastikan BBM khususnya di Bontang terpenuhi.
Terhitung hingga Januari 2019, penyaluran solar bersubsidi sudah ditingkatkan dengan beroperasi kembalinya SPBU Tanjung Laut sejak pertengahan 2018. Menjadikan total empat SPBU yang menjual solar bersubsidi di Bontang, selain SPBU Kopkar PKT, Akawy, dan Loktuan.
“Realisasi konsumsi solar PSO (Public Service Obligation) untuk empat SPBU tersebut berjumlah 1.056 kiloliter atau 42 persen lebih besar dibanding Januari 2018 sebesar 448 kiloliter,” ungkap Yudi.
Acuan Pertamina dalam menyalurkan solar melalui kuota yang diberikan oleh Badan Pengatur Hilir (BPH) Minyak dan Gas (Migas). Realisasi solar dan kuota solar pada 2019 hingga Januari sudah melebihi 54 persen dari kuota yang diberikan. Pertamina juga telah melakukan koordinasi dengan polres setempat untuk mengawasi dan melakukan penertiban antrean kendaraan yang mengisi solar dan penyalahgunaan penyaluran solar.
“Untuk mengatur agar antrean tidak menimbulkan kemacetan atau mengganggu pengguna jalan lainnya. Pihak polres setempat juga akan melakukan tindak tegas pada konsumen yang menyalahgunakan penggunaan solar, seperti untuk dijual kembali,” imbuhnya.
Semua ini, kata Yudi, sudah diatur sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM. Dalam aturan itu terdapat larangan membeli BBM premium dan solar bersubsidi di SPBU bagi konsumen industri untuk pengangkutan hasil kegiatan perkebunan dan pertambangan. Juga konsumen umum yang menggunakan jeriken, drum, dan tangki kendaraan standar atau dimodifikasi untuk dijual kembali.
“Imbauan tiada henti khususnya kepada pemilik kendaraan yang menggunakan solar dianjurkan untuk menggunakan dexlite dengan cetane number (CN) minimal 51 atau Pertamina Dex (CN) 53. Karena lebih baik untuk performa dan usia kendaraan,” sebutnya.
SOPIR RUGI WAKTU
Dampak keterbatasan solar di Bontang masih terjadi hingga kemarin (25/2). Pagi hari, SPBU Kopkar Pupuk Kaltim di Kilometer 6 menjadi lokasi sasaran sopir truk. Dari pantauan Kaltim Post, sejak tempat pengisian bahan bakar dibuka pukul 07.00 Wita, antrean sudah mengular. Panjangnya sampai 100 meter. Tepatnya hingga pertigaan RSIB Bontang.
Sopir mobil boks bernama Mohammad Alif awalnya berinisiatif mengantre sejak pagi. Namun, panjangnya antrean membuat pria berdomisili di Kelurahan Berbas Pantai itu memilih menuntaskan pekerjaan lainnya. “Pukul 08.00 Wita sempat ke sini (SPBU) tapi antre sudah panjang. Jadi batal mengisi solar,” bebernya.
Akhirnya, dia datang kembali pukul 10.20 Wita. Saat itu antrean sudah mulai berkurang. Diakui Alif, pengisian bahan bakar digunakan untuk aktivitas pekerjaan ke Kilometer 24, Kecamatan Teluk Pandan. Pasalnya, di lokasi tersebut bakal ada pasar malam. “Rencananya kami mau promosi barang dagangan di sana,” bebernya.
Senada, Ijan yang bekerja sebagai sopir angkutan material bahan bangunan dari Samarinda mengaku mulai mengantre sejak pukul 10.30 Wita. Kondisi antrean seperti itu mengganggu waktu pekerjaan. “Gara-gara mengantre solar, akhirnya perjalanan menjadi molor,” ungkapnya.
Sementara itu, pengelola SPBU Kopkar Pupuk Kaltim Mardi Hidayat mengatakan, jumlah pengiriman solar tidak menentu. Namun, tiap hari pasokan selalu datang. “Kadang 16 ribu liter atau 8 ribu liter. Itu tidak menentu,” ucap Mardi.
Berkenaan waktu pengisian, pihak SPBU melakukan pengaturan. Sebab, sore hari digunakan untuk pengisian bahan bakar jenis premium. Sementara pagi hari dipakai untuk jenis solar. “Karena terbatasnya lahan dan supaya tidak crowded. Karena kedua jenis bahan bakar ini paling dicari warga,” tuturnya.
Sementara itu di Paser, memang tidak terlihat antrean pembelian solar subsidi. Sebab, dua SPBU yang didatangi media ini kehabisan bahan bakar minyak (BBM) tersebut. Seperti di SPBU di Kilometer 4, Desa Tepian Batang, sudah tidak ada lagi truk mengantre. Hanya ada kendaraan roda dua yang mengantre premium. “Kalau mau beli solar subsidi adanya pagi,” ujar seorang pembeli BBM di pom bensin itu.
Sama halnya yang terjadi di Agen Penyalur Minyak dan Solar (APMS) Desa Paser Belengkong. Pada siang hari, stasiun pengisian BBM skala kecil itu terlihat tutup. Tidak ada pemilik usaha yang bisa ditemui.
Kepala Seksi Pengadaan, Penyaluran Logistik Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Paser M Marwan Natsir mengatakan, untuk solar subsidi, Pertamina masih memberikan jatah ke SPBU di Kilometer 4, APMS di Desa Paser Belengkong, dan APMS Desa Batu Kajang.
Jadwalnya penjualannya, kata dia, memang pagi hari. Sementara untuk siang jadwal antrean premium. Sedangkan APMS biasanya pada sore khusus solar dan malam hari khusus premium.
Dikatakan, jatah solar dari Pertamina yang dia tahu masih 8 ribu ton per hari. Bahkan jika pihak pengusaha berani menjual dengan menggunakan kartu sesuai regulasi Pertamina, bisa diberikan jatah 16 ribu ton per hari.
“Dengan catatan di satu SPBU atau APMS, hanya ada satu jenis BBM subsidi. Sebenarnya dari curhatan (curahan hati) para pelaku usaha, mereka lebih memilih tidak menjual BBM subsidi dan itu bisa dihapuskan. Karena tahu sendiri begitu banyak kontroversi dan polemiknya. Akhirnya menyudutkan pihak pengusaha di mata konsumen,” beber Marwan.
Menurut dia, selama ini solar subsidi dibeli oleh konsumen yang mayoritas mengendarai truk. Dipergunakan untuk keperluan sendiri. Entah itu untuk mobilitas operasional transportasi, usaha skala kecil non-industri seperti angkutan material, atau diperjualbelikan kembali alias mengetap.
Untuk diketahui, antrean solar di SPBU di Balikpapan disebut sudah berlangsung sejak November 2018. Antrean panjang itu terlihat di SPBU Kilometer 15, Karang Joang, Balikpapan Utara, empat hari lalu. Ada belasan truk dari arah Samarinda menuju Balikpapan yang menunggu giliran masuk ke SPBU tersebut. Dari arah sebaliknya juga deretan truk terlihat di seberang pom bensin itu.
Pemandangan serupa juga sempat terlihat di SPBU Gunung Guntur, Jalan Mayjen DI Pandjaitan, Gunung Guntur, Balikpapan Tengah, empat hari lalu sekitar pukul 16.33 Wita. Mobil mengular menunggu giliran mendapatkan solar bersubsidi di SPBU tersebut. (*/rdh/ak/jib/rom/k8/kpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post