bontangpost.id – Kontribusi tambang ilegal terhadap meluasnya wilayah terdampak banjir di Samarinda mulai dipelototi DPRD. Investigasi dimulai dari Kecamatan Palaran terlebih dulu. Kamis (9/9), Komisi III DPRD Samarinda memanggil beberapa pihak yang dianggap mengetahui kegiatan tambang batu bara dan dampaknya. Ketua Komisi III DPRD Samarinda Angkasa Jaya menuturkan, dampak kegiatan tambang di tiap kecamatan memang sengaja satu per satu dikupas.
“Kami bagi sektornya biar mudah,” katanya. “Tadi (kemarin) kami baru undang perusahaan yang di Palaran,” sambungnya. Dia menegaskan, selain Palaran, Kecamatan Samarinda Utara, tak luput diinvestigasi. Sebab di daerah tersebut, banyak dikeluhkan masyarakat terkait maraknya tambang batu bara ilegal. Hingga merusak zona hijau Bendungan Benanga. “Tentu kami bahas sampai ke sana, tapi bertahap kalau langsung dibahas sehari itu nanti susah mendapat titik kesimpulannya,” ucap dia.
Terkait empat titik kegiatan pertambangan yang diduga ilegal di Muang Dalam, Kelurahan Lempake, Kecamatan Samarinda Utara, Angkasa mengatakan, DPRD meminta aparat penegak hukum dan instansi terkait langsung turun tangan. Menurutnya, aparat tak perlu menunggu laporan terlebih dulu untuk turun ke lokasi. “Karena bukan masuk dalam kasus delik aduan. Kami memang tidak punya kewenangan untuk pengawasan langsung dalam pertambangan, tapi kami selalu tekankan, itu kejahatan lingkungan. Kami minta segera bertindak,” ungkapnya.
Angkasa menambahkan, untuk menyigi dampak tambang terhadap banjir di Samarinda, DRPD mewacanakan membentuk pansus. Sehingga nantinya akan ada rekomendasi bagi pemerintah daerah untuk membenahi aktivitas pertambangan dan banjir.
“Sedimentasi itu kan akibat pembukaan lahan itu, entah itu pertambangan atau lainnya,” sebut dia.
Anhar melanjutkan, permintaan penghentian aktivitas pertambangan sebenarnya pernah dilakukan pada 2007–2009. Ketika izin masih berada di tangan pemerintah daerah karena kita dulu itu sudah tau kalau dampaknya akan seperti ini,” lanjutnya.
Terkait dugaan tambang ilegal di hulu Bendungan Benanga, dia menegaskan, seharusnya aparat penegak hukum segera bertindak. Tak perlu menanti laporan dari instansi terkait terlebih dahulu. Termasuk menggelar patroli sebagai bentuk pencegahan.
“Di mana aparat ini sebenarnya. Enggak perlu (ada pelaporan dahulu). Jangan Memberikan diksi yang seakan pasrah. Kalau ada indikasi seperti itu ya harusnya otomatis bergerak,” ucapnya.
Belum berjalannya proses penyelidikan terhadap dugaan kegiatan tambang ilegal tersebut, disampaikan Anhar, bakal diadukan ke Ditjen Minerba dan Mabes Polri. “Saya lihat ini nggak bisa di daerah. Harus ke pusat saja. Buat apa ribut-ribut di daerah, lebih baik langsung ke pusat biar tau ada tambang ilegal di Samarinda,” sebutnya.
Sementara itu, Kabid Mineral dan Batubara (Minerba) Dinas ESDM Kaltim Azwar Busra mengatakan, hingga kini pihaknya belum membuat laporan resmi ke aparat penegak hukum. Peninjauan lokasi tambang yang diduga ilegal pun hingga kini belum dilakukan.
“Sebelumnya memang berhalangan kan hujan juga. Tapi kami sudah ke kecamatan dan informasinya memang serupa. Rencananya meninjau lapangan bersama inspektorat pertambangan dan kecamatan, kalau aparat belum,” katanya.
Azwar tak menampik, pertambangan telah berkontribusi terhadap banjir di Samarinda selama ini. “Banyak faktornya, tapi memang tambang punya kontribusi. Tambang juga ada yang legal dan ilegal. Kalau yang legal mereka sudah jelas punya kewajiban pengelolaan air,” ungkapnya.
Karena itu, Azwar menegaskan, izin usaha pertambangan (IUP) yang telah berakhir di kawasan Samarinda Utara tak diperpanjang. Tetapi sisi buruknya, kawasan pertambangan tersebut kerap digali oleh penambang ilegal. “Cuma dengan tidak diperpanjang, ada potensi (batu bara) sehingga terjadilah adanya aktivitas tambang ilegal. Kalau kami melihat ada aktivitas ilegal, maka otomatis akan kami tindak. Tapi kalau misalnya kita dapat tumpukan batu bara tapi sumbernya tidak tahu dari mana, kita harus pelajari dulu,” ungkapnya.
Terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Samarinda Nurrahmani menuturkan, perusahaan yang mengabaikan keselamatan lingkungan seharusnya diberikan sanksi. Dari segi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), juga telah diatur kawasan mana saja yang boleh untuk kegiatan komersial. Namun, lanjut dia, kegiatan ilegal tak bisa dibendung dalam upaya mencegah kerusakan lingkungan. “Sebenarnya di RTRW sudah diatur. Cuma yang tidak resmi inilah yang macam-macam. Makanya perlu diatur sedemikian rupa dan diberikan sanksi supaya menjadi pembelajaran. Cuma sanksinya bukan kami, dari kepolisian,” terangnya. (*/dad/riz/k8)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Saksikan video menarik berikut ini:
Komentar Anda