BONTANG – Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Pemberdayaan Masyarakat (Dissos-P3M) Bontang menggelar pertemuan dengan para kader yang tergabung dalam Partisipasi Publik untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak (Puspa). Selama dua hari, 50 peserta dari komunitas yang peduli terhadap anak dan perempuan diberikan pengarahan. Diharapkan mereka bisa membangun jejaring agar lebih banyak masyarakat yang peduli terhadap hak-hak perempuan dan anak.
Kepala Dissos-P3M Bontang, Abdu Safa Muha berujar, program Puspa ini diharapkan bisa membuat para peserta memahami implementasi pemberdayaan perempuan. “Termasuk dengan anak-anak, bagaimana hak-haknya bisa dipenuhi. Karena disadari pemenuhan hak-hak anak dan perempuan masih jauh,” jelas Safa saat diwawancarai usai membuka acara Pertemuan Puspa di BPU Kecamatan Bontang Utara, Selasa (7/8) lalu.
Di bawah pimpinan wali kota saat ini, lanjut Safa, memang banyak program dan inovasi untuk mendorong pihaknya melakukan hal itu. Namun demikian, Safa mengaku Dissos-P3M mendapati berbagai masalah di lapangan.
“Makanya kami berharap bagaimana membangun sinergitas, kemitraan, kolaborasi, sehingga pemahaman sama. Agar beban itu tidak lagi menjadi beban pemerintah, tetapi jadi beban semua,” tuturnya.
Mengingat semua hal itu merupakan tanggung jawab bersama, Safa mengatakan pihaknya berupaya membangun khazanah dan komunikasi publik, bahwa perempuan layak diberi penghargaan serta anak layak dilindungi. “Ini untuk kelangsungan pembangunan yang merupakan cita-cita bersama,” sebut Safa.
Sementara itu, Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni mengharapkan, program Puspa bisa menurunkan angka kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Bontang. Sehingga seluruh masyarakat Bontang diminta berpartisipasi dalam melindungi perempuan dan anak yang rawan terkena KDRT.
“Membangun kecerdasan anak-anak itu bukan hanya kecerdasan intelektual. Tetapi juga butuh kecerdasan spiritual agar bisa seimbang,” kata Neni
Atas dasar itu, Pemkot Bontang kata Neni sudah berupaya menaikkan insentif para guru ngaji atau penggiat agama di Bontang. Dijelaskan, guru ngaji diberi insentif Rp 750 ribu dan Ketua RT Rp 1 juta.
Harapannya, ketika satu wilayah tersebut ada permasalahan, maka para ustaz dan ustazah bisa menanganinya. “Kami berkomitmen para guru ngaji ini bisa membantu pemerintah. Masa jika ada anak ngelem mereka biarkan, tentu sudah tugas di wilayahnya untuk menindaklanjuti,” ujar Neni.
Selain itu, pihaknya juga menyiapkan rumah singgah yang diharapkan bisa menurunkan angka KDRT di Bontang. Di sisi lain, rumah singgah juga bisa digunakan bagi masyarakat yang bermasalah sosial. “Mereka yang bermasalah kami beri pelatihan, kami bimbing, dan kami pulangkan ke tempat asalnya,” terang dia.
Dari upaya-upaya itu, Neni bersyukur Bontang berhasil meraih penghargaan sebagai Kota Layak Anak. Tidak seperti di kota lainnya, yang di pinggir jalannya banyak pengemis. “Oleh karena itu, semua ini membutuhkan partisipasi aktif dari ibu-ibu atau komunitas yang punya jiwa sosial bagus,” ungkapnya. (mga/adv)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post