Pertanyakan Lahan Korpri, Minta Rekap yang Belum Bersertifikat
BONTANG – Semua aset Pemkot Bontang seharusnya statusnya sudah jelas termasuk soal lahan. Oleh karena itu, DPRD Bontang meminta rekapan lahan milik pemerintah yang belum bersertifikat. Mengingat lahan perumahan Korpri yang masih belum memiliki sertifikat.
Pimpinan rapat yang juga anggota Komisi I DPRD Bontang, Bilher Hutahaean meminta pemerintah dalam hal ini Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKPP) Bontang menjelaskan sejauh mana progres sertifikasi lahan perumahan Kopri. “Apa saja yang sudah dilaksanakan bidang pertanahan karena memang lahan tersebut telah dibebaskan, tetapi belum bersertifikat,” jelas Bilher membuka rapat di ruang rapat DPRD Bontang, Selasa (11/4) kemarin.
Kepala DPKPP Bontang, Abdul Rifai menjelaskan bahwa sejak tahun 2001 perumahan Korpri ini sudah ada penetapan lokasi. Dengan lahan seluas 67,3 hektare sudah terbangun untuk perumahan Korpri seluas 4,8 hektare untuk 241 unit, fasilitas umum 3 hektare, penghijauan oleh PT KPI seluas 8 hektare, dan rumah khusus nelayan seluas 1,5 hektare. “Jadi masih ada sisa lahan kosong seluas 50 hektare,” ujarnya.
Diakui Abdul Rifai memang lahan seluas 67,3 hektare milik Pemkot Bontang tersebut belum bersertifikat. Hal tersebut tentu menjadi tugasnya untuk memulai proses sertifikasi. “Harapan kami jangan sampai proses sertifikasi ini terkendala. Estimasi biaya sertifikasi pun senilai Rp 220 juta,” ungkap dia.
Proses sertifikasi pun, lanjut dia, kemungkinan menjadi satu kesatuan alias gelondongan seluas 67,3 hektare. Barulah Hak Guna Bangunan (HGB) bisa dipecah dan dimiliki oleh para pemilik rumah Korpri. Disebutkan bahwa masalah yang sangat mendasar adalah hibah saat tahun 2001 baru di SK-kan sebagai penetapan lokasi.
Awal pembelian lahan tersebut pun bukan untuk perumahan Korpri, tetapi untuk fasilitas umum, perumahan dan lainnya. Barulah tahun 2005 muncul usulan untuk membuat perumahan Korpri. “Sebenarnya, Pemkot juga sudah beberapa kali meminta hibah, tetapi belum ada persetujuan dari Dewan, sehingga soal sertifikat mau global atau pecah belum bisa dipastikan,” bebernya.
Dari luasan 67,3 hektar pun, tanah keringnya hanya sekitar 23 hektare, sisanya berupa rawa-rawa. Perumahan Korpri juga masih merupakan aset DPKPP Bontang bukan aset Korpri. “Sementara saat PNS membeli aktanya jual beli bangunan bukan tanah,” ujarnya.
Bilher menambahkan jika disertifikasi jadi satu maka tak bisa, karena ada hak masing-masing para PNS. Sehingga hal ini perlu kejelasan, statusnya seperti apa. Ini bisa juga dijadikan satu induk, tetapi HGB itu ada masa berlaku yang hanya 10 tahun. “Perlu dipikirkan kembali agar jangan sampai jadi masalah di kemudian hari, kalau bisa dihibahkan lebih bagus lagi,” ungkapnya.
Selama ini, DPRD Bontang mengaku tidak pernah mendapat permintaan persetujuan hibah perumahan Korpri, melainkan hanya beberapa instansi vertikal. Seperti Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, KUA dan lainnya. Sementara perumahan Korpri tidak ada. “Coba nanti dibicarakan dengan Banggar, semua harus duduk bersama karena biaya sertifikasi ini tidak kecil,” ungkapnya.
Kaharuddin Jafar meminta agar jangan sampai Pemkot membeli lahan, tetapi tidak digunakan. Karena tahun 2016 lalu, infonya ada pembelian lahan tetapi tidak dimanfaatkan. Karena di Perumahan Korpri ini dijual kepada para PNS, tentu ada hak milik yang diharapkan para PNS. Jadi proses sertifikasi harus segera dilaksanakan. “Saya minta data dulu aset pemerintah baru disertifikasi dan satu lagi, sisa lahan yang masih kosong buatkan untuk 25 anggota DPRD Bontang,” pungkasnya. (mga)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post