bontangpost.id – Kendati kewenangan pertambangan beralih ke pusat, daerah masih memiliki wewenang untuk urusan pengawasan. Jumlah pengawas yang tak sepadan dengan jumlah industri ekstraktif yang berseliweran di Bumi Etam, jadi catatan lain yang ditemukan Panitia Khusus (Pansus) Investigasi Pertambangan bentukan DPRD Kaltim.
“Jumlahnya domplang. Tak seimbang antara pengawas dan apa yang diawasi,” ungkap Wakil Ketua Pansus Investigasi Pertambangan M Udin kepada Kaltim Post (induk bontangpost.id) Selasa (17/1).
Disebutkannya, jumlah pengawas pertambangan yang ada di Kaltim sebanyak 30 orang. Sementara, ada lebih dari seratus konsesi pertambangan yang perlu diawasi. Dengan 30 orang pengawas, lanjut dia, masuk ukuran pengawasan untuk lingkup satu kabupaten/kota. Bukan berskala provinsi seperti Kaltim yang luasnya berkisar 127.347 km persegi.
”Pengawas ini kan yang langsung meninjau lapangan, melihat kondisi riil seperti apa. Kalau seperti itu jelas tak maksimal,” tuturnya.
Ini pun menjadi catatan khusus yang sudah dikumpulkan pansus yang sudah berjalan sejak awal November 2022.
Selain berkoordinasi dengan entitas terkait, pansus juga sudah bertemu dengan beberapa perusahaan tambang di tiga kabupaten/kota yang ada di Kaltim. Anjangsana itu menilik sejauh mana kontribusi perusahaan tambang dalam pembangunan daerah lewat corporate social responsibility (CSR).
Di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), pansus menyambangi Kideco dan Penajam Prima Coal. Sementara di Bontang dan Kutai Timur, para legislator menilik data CSR dan jaminan reklamasi (jamrek) PT Indominco Mandiri Bontang, Kaltim Prima Coal (KPC), PT Ganda Alam Makmur, dan PT Indexim Coalindo. Kegiatan itu berlangsung pada 30 November 2022.
Berselang dua pekan, pansus mengonfirmasi Kementerian ESDM untuk memastikan 21 izin usaha pertambangan (IUP) abal-abal yang sempat bikin geger warga Kaltim beberapa waktu lalu.
Untuk kasus itu, kata politikus Golkar Kaltim ini, hasil dua kali rapat dengar pendapat bersama pihak terkait, seperti Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kaltim, Biro Umum, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim, hingga Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
Dari rapat dengar pendapat itu, lanjut dia, terungkap jika DPMPTSP meminta Inspektorat Wilayah (Itwil) Kaltim untuk mengaudit dua surat bertanda tangan Gubernur Kaltim Isran Noor yang menjadi dasar penambang ilegal beraksi. Dua surat itu bahkan sudah divalidasi palsu. Isran Noor juga sudah menyampaikan klarifikasi secara tertulis jika dirinya tak pernah menandatangani dua surat yang bernomor 5503/4938/B.Ek pada 14 September 2021, dan 503/5013/DPMPTSP-IV/IX/2021 tertanggal 21 September 2021.
Surat klarifikasi dengan Nomor 503/8424/DPMPTSP tertanggal 13 September 2022 itu, menuangkan keterangan jika gubernur tak pernah menerbitkan surat pengantar, dan permohonan tindak lanjut pengaktifan data Minerba One Data Indonesia (MODI), Minerba Online Monitoring System (MOMS), dan Elektronik Pendapatan Nasional Bukan Pajak (ePNBP) perusahaan-perusahaan itu.
“Kasus ini kan sudah diproses, pemprov juga sudah melaporkan ke pihak berwajib. Dewan akan bantu mengawal kasusnya,” akunya.
Sebelum 2022 berakhir, pansus bersama instansi terkait di Pemprov Kaltim juga sempat menginspeksi mendadak perusahaan pertambangan yang ada di Bantuas, Palaran, Samarinda.
Dari inspeksi itu, pansus mendapati masih adanya perusahaan tambang yang memanfaatkan jalan umum untuk pengangkutan batu bara secara serampangan.
Padahal, merujuk Peraturan Daerah (Perda) 10/2012 tentang Penyelenggaraan Jalan Umum dan Jalan Khusus untuk Kegiatan pengangkutan Batu Bara dan Kelapa Sawit, ada jam-jam tertentu untuk pengangkutan tersebut boleh melintas.
“Umumnya malam hari, bukan siang bolong,” tukasnya. Beragam catatan tersebut kini tengah dibahas di internal pansus.
Nantinya, akan diputuskan apakah masa kerja Pansus Investigasi Pertambangan yang akan berakhir Februari mendatang, dirasa cukup atau perlu mengajukan perpanjangan masa kerja.
“Dibahas dulu, rampungkan apa saja temuan yang sudah kami catat. Di internal tentukan apa masih perlu menelisik hal lain lagi atau cukup di sini,” jelasnya.
Pada bagian lain, Direktur Reskrimum Polda Kaltim, Kombes Pol Kristiaji menyebut, saat ini penyidik belum menetapkan tersangka terkait kasus IUP palsu bertanda tangan gubernur Kaltim.
“Belum ada penetapan tersangka. Saat ini, masih klarifikasi dokumen dengan alat bukti lainnya,” kata Kristiaji.
Sebelumnya, Kapolda Kaltim Irjen Imam Sugianto membenarkan laporan dugaan pemalsuan 21 IUP sudah diterima Polda Kaltim dan ditangani oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditkrimum).
“Silakan dikontrol di Ditkrimum. Ada 21 IUP, yang sebenarnya sudah dalam tahap penyelidikan kami juga. Dan inspektorat, alhamdulillah sudah memberikan kami data yang valid. Akan sangat membantu kecepatan prosesnya nanti,” katanya kepada awak media di Lobi Mapolda Kaltim, Kamis, 17 November lalu. (aim/riz/k15)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post