SAMARINDA – Langkah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan amandemen terhadap Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B), membuat Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak meradang. Pasalnya, langkah tersebut dinilai mencederai komitmen antara pemerintah daerah dan pusat. Terutama dalam proses pengkajian dan evaluasi PKP2B.
Selasa (14/11) lalu, Gubernur Awang Faroek diundang Kementerian ESDM untuk menyaksikan proses penandatanganan draf amandemen terhadap 14 PKP2B di Jakarta. Nah, sembilan di antaranya beroperasi di wilayah Kaltim.
Perusahaan dimaksud yakni, PT Berau Coal di Kabupaten Berau, PT Kideco Jaya Agung dan PT Interex Sacra Raya di Kabupaten Paser, PT Kaltim Prima Coal (KPC) di Kabupaten Kutim, PT Laha Coal di perbatasan Barito Utara Murung Raya dan Kubar, PT Maruna Coal, PT Sumber Barit Coal, dan PT Ratah Coal di Kutai Barat.
“Kami tidak dilibatkan dalam renegosiasi amandemen PKP2B, tiba-tiba harus menyaksikan penandatanganan. Saya protes keras,” kata Awang Faroek, Selasa (14/11) lalu.
Menurut dia, seharusnya gubernur, bupati, dan wali kota dilibatkan dalam proses renegosiasi PKP2B tersebut, karena pemerintah daerah lebih mengetahui kondisi daerah. Apalagi masih banyak perusahaan batu bara yang tidak memenuhi peraturan daerah yang telah ditetapkan pemerintah. Seperti tidak merusak lingkungan.
Selain itu, tidak sedikit perusahaan juga mengabaikan reklamasi dan revegetasi. Hal yang demikian tidak diketahui oleh pemerintah pusat, terutama oleh Kementerian ESDM. Partisipasi pemerintah di daerah seharusnya dilibatkan. “Seperti CSR banyak tidak terarah dan tidak membayar jaminan reklamasi,” sebut Awang.
Gubernur mengajak semua bupati yang di wilayahnya terdapat PKP2B, termasuk masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat serta organisasi lain untuk bersama-sama melakukan pengawasan dan melaporkan berbagai aktivitas perusahaan tersebut.
“Pemerintah sangat serius ingin menertibkan tata kelola tambang di daerah. Tapi kalau pusat berlaku seperti ini, tentu harus bersama-sama kita lawan. Karena itu saya sampaikan protes keras kepada pak Ignasius Jonan, selaku Menteri ESDM,” tegas Awang.
Kepala Biro Humas Sekretariat Provinsi Kaltim, Tri Murti Rahayu menjelaskan, pemerintah berencana akan mengambil mengambil beberapa kebijakan pasca amandemen draf PK2B. Di antaranya, membentuk tim pengaduan PKP2B.
Pasalnya, dari sembilan PKP2B yang diamandemen, beberapa di antaranya belum membayar jaminan reklamasi (Jamrek), hingga tidak melakukan reklamasi dengan baik. Selain itu, ada beberapa indikasi penyaluran dana corporate social responsibility (CSR) tidak jelas arahnya.
Kata Tri, menurut Gubernur, dengan produksi yang dihasilkan sembilan PKP2B selama ini, dinilai sangat tidak sebanding dengan CSR yang dikeluarkan. “Kalau menurut pak Gubernur, ya sekedar ecek-ecek lah, tidak langsung memberikan kesejahteraan dan dampak pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat,” ujarnya.
Selain itu, kendati belum final, pasca diamandemennya draf PK2B, Gubernur Awang Faroek menginginkan, perusahaan membangun sekolah khusus energi dan pertambangan. Nantinya, operasional sekolah harus didukung dan jadi tanggung jawab perusahaan pertambangan.
“Untuk sekolahnya, apakah nanti dibuatkan Politeknik Energi dan Pertambangan, masih dilakukan kajian dulu. Yang pasti, sekolah itu untuk mendidik para putra daerah. Nanti, setiap perusahaan harus menampung SDM itu,” tuturnya. (drh)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: