SAMARINDA – Kematian anak-anak dan remaja di lubang tambang batu bara diduga disebabkan belum adanya ketegasan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim dalam memberikan sanksi pada perusahaan. Padahal, pemprov memiliki kewenangan untuk mengevaluasi, menindak, dan mendesak perusahaan menutup lubang pasca tambang.
Keberadaan lubang tambang tanpa disertai peringatan dan pembatasan untuk menghalangi anak-anak bermain dan mandi, menguatkan dugaan perusahaan telah lalai menjalankan tugasnya. Hal ini disoroti anggota Komisi III DPRD Kaltim, Baharuddin Demmu.
Dia menyebut, kematian Ari Wahyu (12) beberapa hari yang lalu di lubang tambang di Desa Bukit Raya, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), mesti menjadi catatan bagi gubernur.
Kata Baharuddin, sudah berulang kali disampaikan aspirasi tersebut pada orang nomor satu di Benua Etam itu. Namun pemerintah belum mengambil kebijakan untuk menanggulangi kemungkinan adanya korban baru di lubang tambang.
“Minimal gubernur memerintahkan pada Kepala Dinas ESDM (Energi Sumber Daya dan Mineral, Red.) agar mengambil langkah-langkah,” imbuhnya, Rabu (7/11) kemarin.
Bahruddin menilai, pemerintah belum mengambil langkah konkret untuk mengevaluasi dan menyelesaikan kasus kematian di lubang tambang.
“Kalau diam terus, bagaimana mau menyelesaikan masalah ini? Sementara itu tugas pemerintah. Masa masalah ini saja tidak bisa diambil tindakan sama sekali? Saya berharap dalam beberapa hari ke depan ada tindakan nyata,” pintanya.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu menyebut, upaya yang dapat dilakukan pemerintah yakni memanggil seluruh perusahaan di Kaltim. Khususnya korporasi emas hitam yang belum menjalankan kewajiban menutup lubang eks tambang.
“Bagi perusahaan yang terbukti tidak menutup lubangnya, Dinas ESDM bisa memberlakukan sanksi. Karena perusahaan telah lalai. Sehingga menyebabkan anak-anak meninggal dunia. Artinya harus mengambil tindakan-tindakan. Jangan memberikan alasan bahwa itu takdir. Itu enggak benar,” tegasnya.
Dengan pemanggilan dan pemberian sanksi tersebut, diharapkan dapat meminimalisasi adanya korban baru. Langkah lainnya, pemerintah dapat mengevaluasi analisas dampak lingkungan hidup (Amdal) milik perusahaan.
“Jangan-jangan lubang tambang itu tidak masuk dalam dokumen Amdal? Kalau dalam dokumen itu memperbolehkan disisakan lubang tambang, itulah yang harus dievaluasi. Kalau sisa begini, itu kan pelanggaran,” tegasnya.
Selain itu, Pemprov Kaltim dapat menelusuri dana jaminan reklamasi (jamrek) yang disetorkan perusahaan. Pasalnya, dana tersebut dapat digunakan setelah perusahaan selesai mengeruk batu bara. “Harus dicari itu dana jamreknya. Kalau ada kejanggalan dari dana itu, bisa jadi temuan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi, Red.),” katanya.
Apabila pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan untuk menyelesaikan kasus tersebut, gubernur dapat melayangkan surat pada Kementerian ESDM. Sehingga upaya menutup lubang tambang dapat melibatkan pemerintah pusat.
“Apa susahnya bersurat pada Kementerian ESDM? Sejam atau dua jam surat itu selesai dibuat. Intinya kemauan untuk mengambil langkah saja,” sebutnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post