BALIKPAPAN- Masa jabatan bupati atau wali kota di Kaltim bakal semakin singkat. Sebelumnya, periode mereka memerintah hanya sampai pada 2024 atau sekira 4 tahun. Hal itu mengacu pada pilkada serentak 2020 yang digelar September mendatang. Namun, skema itu kandas ketika Komisi II DPR RI, Kemendagri, KPU, Bawaslu, dan DKPP, bersepakat menunda pilkada 2020 imbas pandemi corona.
Penundaan itu membuat masa jabatan kepala daerah kian tergerus. Implikasi lainnya, bertambahnya kebutuhan penjabat (PJ) kepala daerah. Berdasarkan data yang dihimpun Kaltim Post (induk Bontangpost.id), ada enam kabupaten/kota yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir pada 17 Februari 2021. Yakni Kabupaten Berau, Kota Samarinda, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Paser, dan Kabupaten Mahakam Ulu.
Sementara Kota Bontang, masa jabatan kepala daerahnya akan berakhir pada 23 Maret 2021. Disusul Kabupaten Kutai Barat pada 20 April 2021. Sementara masa jabatan kepala daerah Balikpapan bakal berakhir pada 30 Mei 2021. Kondisi itu membuat pemerintah harus menyiapkan sedikitnya sembilan penjabat atau pj bupati/wali kota sembari menunggu kepala daerah terpilih dilantik.
Sebagaimana diatur dalam PP 6 Tahun 2005, pengangkatan penjabat bupati/wali kota dari PNS dengan kriteria menduduki jabatan struktural eselon II pangkat golongan sekurang-kurangnya IV/b bagi penjabat bupati/wali kota. Bagi sekretaris daerah yang diusulkan menjadi penjabat kepala daerah, untuk sementara melepaskan jabatannya dan ditunjuk pelaksana tugas. Masa jabatan penjabat kepala daerah paling lama 1 tahun.
“Bisa diambil dari Pemprov Kaltim. Bisa juga dari Kemendagri. Tergantung ketersediaan pejabat yang memenuhi syarat untuk menjadi penjabat kepala daerah,” ucap Luthfi Wahyudi, pengamat politik Universitas Mulawarman Samarinda saat dihubungi Kaltim Post, Ahad (12/4/2020).
Dia mencontohkan, pada pilkada serentak 2015, banyak penjabat kepala daerah yang berasal dari Pemprov Kaltim. Tujuannya agar tidak diintervensi oleh peserta pilkada. Apalagi jika ada petahana yang kembali menjadi peserta pilkada. Sehingga bisa lebih independen melaksanakan tugasnya hingga kepala daerah terpilih dilantik.
“Kalau misalnya sembilan orang, saya rasa Pemprov Kaltim mampu menyiapkannya. Untuk memberikan stok pejabat sesuai yang dipersyaratkan itu,” terang dia.
Diketahui, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI sebelumnya menyampaikan tiga opsi perubahan jadwal pelaksanaan pilkada serentak 2020. Yakni pemungutan suara dilaksanakan pada 9 Desember 2020. Dengan catatan, pandemi corona berakhir pada Mei atau Juni 2020. Apabila pandemi berakhir pada Oktober 2020, pemungutan suara digelar pada 17 Maret 2021. Sementara opsi ketiga, pelaksanaan pilkada serentak ditunda setahun. Yakni 29 September 2021.
Sementara pada Pasal 201 Ayat 8 UU 10/2016, diterangkan bahwa pilkada serentak nasional akan dilaksanakan pada November 2024.
“Kalau (pilkada) dilaksanakan akhir tahun ini, kemungkinan bisa dilantik bulan April 2021. Bagi yang telah habis masa jabatannya. Tetapi manakala dilaksanakan di pertengahan, apalagi di akhir 2021, maka semakin sedikit lagi masa jabatannya. Sebab, 2024 sudah harus pilkada serentak nasional,” tutur Luthfi.
Walau begitu, sambung dia, perubahan jadwal tahapan pelaksanaan pilkada 2020 masih menunggu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perpu.
“Saya belum tahu. Di Perpu nanti akan disebutkan atau tidak. Kalaupun disebutkan, harusnya mengacu pada grand design pilkada di Indonesia,” ucap dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ini.
Sementara itu, Ketua KPU Kaltim Rudiansyah mengatakan, KPU baru menunda beberapa tahapan pilkada 2020. Yakni pelantikan Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan masa kerja PPS. Lalu verifikasi dokumen dukungan bakal pasangan calon (bapaslon) perseorangan dan rekrutmen petugas pemutakhiran daftar pemilih (PPDP).
Selain itu, pemutakhiran daftar pemilih ditunda pelaksanaan untuk mencegah penyebaran virus corona. Penundaan tahapan penyelenggaraan pilkada serentak 2020 ini dituangkan dalam Surat Edaran Nomor 8 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Keputusan KPU Nomor 179/PL.02-Kpt/01/KPU/III/2020 tentang Penundaan Tahapan Pilkada Tahun 2020 dalam Upaya Pencegahan Penyebaran Covid-19. Penundaan beberapa tahapan yang semestinya sedang berjalan itu, telah dilaksanakan sejak 22 Maret 2020. Ada perbedaan antara penundaan beberapa tahapan pilkada dan penundaan pilkada keseluruhan. Untuk penundaan beberapa tahapan sudah dilakukan.
Sementara untuk penundaan pilkada secara keseluruhan menunggu keputusan pemerintah, sebagaimana hasil rapat bersama tersebut.
“Untuk menunda secara keseluruhan tahapan, perlu keputusan pemerintah melalui perpu,” ucap alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman Samarinda ini.
Rudi menegaskan, sampai saat ini, tidak ada opsi terburuk. Sebab, KPU yang mengajukan opsi penundaan. Hal tersebut didasarkan kepada kepentingan yang lebih besar.
“Bagaimana semua lini masyarakat, sama-sama fokus kepada upaya pencegahan wabah Covid-19,” jelas dia. (kip/riz/k16/kpg)
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Saksikan video menarik berikut ini:
Komentar Anda