bontangpost.id – Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta memberikan atensi untuk penyelesaian kasus tambang ilegal yang melibatkan Ismail Bolong. Melalui atensi ini diharapkan mampu mengungkap tuntas para mafia, termasuk yang terlibat dalam kasus-kasus serupa lainnya.
Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengatakan, kasus Ismail Bolong soal tambang batu bara ilegal ini bisa menjadi pintu masuk untuk menelusuri lebih jauh elite-elite yang bermain.
“Kasus Ismail Bolong barangkali sebagai pintu masuk pada KPK untuk mengusutnya. Tetapi, saya kira ini tidak akan jalan, apakah itu KPK, apakah Mahfud MD akan melanjutkan, tanpa ada endorse dari presiden,” kata Fahmy saat dihubungi, Kamis (8/12).
Fahmy menyitir pernyataan Wali Kota Solo sekaligus anak sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, yang mengaku ngeri mengetahui pihak-pihak di belakang pelaku pertambangan ilegal. Ia menilai kekhawatiran Gibran itu sangat beralasan karena realitanya ada pihak kuat yang melindungi dan ikut menikmati hasil praktik lancung tersebut.
Menurut Fahmy, selama ia berpengalaman menjadi tim Anti Mafia Migas, orang-orang besar yang melindungi tambang ilegal ini berasal dari elite partai hingga elite organisasi masyarakat (Ormas).
“Kemudian juga oknum-oknum anggota DPR atau DPRD yang membuat aturan Undang-Undang yang mungkin bahwa illegal mining itu sulit ditindak,” ungkap Fahmy.
“Ini butuh komitmen yang kuat dari Jokowi untuk mengatasi masalah tambang ilegal karena kerugian negara ini besar sekali. Semestinya itukan untuk kemakmuran rakyat tapi hanya dinikmati oleh segelintir orang, termasuk beberapa oknum yang disebutkan oleh Ismail Bolong,” pungkas Fahmy.
Diketahui, muncul video testimoni seorang purnawirawan Polri bernama Ismail Bolong. Pria dengan pangkat terakhir aiptu itu menyebut bahwa dirinya pernah memberikan setoran dengan nilai total Rp 6 miliar kepada Kabareskrim Komjen Agus Andrianto. Upeti tersebut diberikan untuk mengamankan bisnis tambang ilegalnya di Kalimantan Timur.
Namun, tak lama setelah video itu menyebar, muncul video susulan yang berisi klarifikasi dari Ismail Bolong. Dia membantah semua ucapannya di video pertama.
Dalam testimoni pertama, Ismail mengaku merupakan pengepul batu bara ilegal di Kutai Kertanegara sejak 2020 hingga 2021. Aktivitas tersebut merupakan inisiatif pribadinya. Dia menyebutkan bahwa keuntungan dari tambang ilegalnya mencapai Rp 5 miliar hingga Rp 20 miliar per bulan. Menurut dia, aktivitas tersebut telah diketahui Kabareskrim Komjen Agus Andrianto.
”Karenanya, saya menyetor uang sebanyak tiga kali, Oktober 2021 setor Rp 2 miliar, September Rp 2 miliar, dan November memberikan Rp 2 miliar,” jelasnya.
Ismail mengaku menyerahkan langsung uang tersebut kepada Komjen Agus Andrianto saat bertemu di ruang kerjanya di gedung Bareskrim.
”Saya juga memberikan bantuan Rp 200 juta ke Kasatreskrim Polres Bontang AKP Asriadi yang diserahkan langsung ke beliau,” jelasnya.
Namun, dalam video testimoni kedua, dia membantah semua pernyataannya tersebut. Dia menyatakan bahwa dirinya adalah anggota Polri yang pensiun dini sejak Juli 2022. ”Saya minta maaf dan saya klarifikasi bahwa berita itu (testimoni di video pertama, Red) tidak benar,” ujarnya. (jawapos)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post