BANJARMASIN – Provinsi Kalimantan Selatan menolak impor beras lantaran produksi meningkat dan surplus.
Ketua Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Kalimantan Selatan (Kalsel) Muharram berpendapat, provinsinya yang kini berpenduduk empat juta jiwa belum perlu mendatangkan beras impor.
Pasalnya produksi padi atau besar Kalsel tiap tahun meningkat serta selalu surplus sebagaimana keterangan Dinas Ketahanan Pangan, serta Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultira (Distan) provinsi setempat.
“Yang bilang produksi padi Kalsel tiap tahun meningkat dan surplus itu bukan saya, tetapi dari Dinas Ketahanan Pangan, serta Distan provinsi setempat,” tegas Muharram yang juga anggota Komisi II DPRD provinsi tersebut, Jumat (9/2).
Alapagi, lanjut wakil rakyat asal daerah pemilihan Kalsel II/Kabupaten Banjar tersebut, di provinsinya yang terdiri atas 13 kabupaten/kota di antaranya ada yang mulai panen, sehingga tidak perlu mendatangkan beras impor.
Menurut dia, kalau Kalsel mendatangkan beras impor sama dengan mematikan petani di provinsi ini, karena gabah bisa anjlok, sehingga membuat warga tani menjerit sebab merugi.
Sebagai contoh harga besar lokal jenis premium di pasaran Kalsel rata-rata per liter kini hanya berkisar Rp10.000 – Rp11.000, sedangkan sebelumnya antara Rp13.000 – Rp14.000, tutur petani Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupatan Banjar itu.
“Kalau petani merugi, kemungkinan mereka tidak mau lagi bercocok tanam padi atau pindah usaha ke sektor lain. Jika Kalsel produksi padi menurun atau sampai tidak ada lagi karena orang tak mau lagi bertani, yang menderita penduduk setempat,” katanya.
“Kemudian dengan impor beras yang untung importirnya, dan tidak menutup kemungkinan dalam tataniaga tersebut ada permainan atau mafia yang mengambil kesempatan dari kebijakan pemerintah mengimpor beras,” lanjutnya.
Oleh sebab itu, dia berharap, para pemangku kepentingan di Kalsel harus berpikir dan berpikir kalau mau mendatangkan beras impor karena petani setempat akan terpukul dan bisa sekarat, yang pada gilirannya mati.
Kalsel juga merupakan penyangga ketahanan pangan nasional, dan beberapa sentra pertanian antara lain Kabupaten Banjar, Barito Kuala (Batola), serta daerah hulu sungai atau “Banua Anam” yang meliputi enam kabupaten.
Bahkan Kabupaten Banjar merupakan lumbung padi Kalsel, sehingga Pasar Gambut (salah satu kecamatan di kabupaten itu) bernama “kindai limpuar” (berasal dari bahasa daerah Banjar Kalsel, yang pengertiannya tempat menyimpan padi yang berlimpah ruah/meluber). “Kindai” = tempat tradisional untuk menyimpan padi, “limpuar” = penuh berlimpah ruah/meluber melampaui kapasitas kindai tersebut. (bis)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: