bontangpost.id – Upaya jalur hukum banding ditempuh oleh kedua belah pihak. Dalam dugaan kasus penyalahgunaan dana hibah Pemprov Kaltim dengan terdakwa pimpinan LPK Gigacom Johansyah. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Bontang Andi Yaprizal mengatakan dalam amar putusan yang dibacakan oleh majelis hakim PN Tipikor Samarinda masih belum menguraikan secara jelas dan lengkap.
Pihak-pihak yang turut serta dalam kasus ini. Seharusnya dituangkan dalam pertimbangan putusan tersebut. Sebagaimana tujuan penegakan hukum adalah untuk memperoleh kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan.
“Maka JPU mengajukan banding. Karena pembuktian yang dilakukan dalam persidangan belum diuraikan secara jelas dan lengkap. Khususnya terkait dengan keturut sertaan (delneeming) pihak-pihak lain dalam perbuatan pidana yang dilakukan oleh terdakwa Johansyah,” kata Andi.
Menurutnya pelaksanaan pemberian hibah tahun tersebut bertentangan dengan regulasi yang ada. Salah satunya Pergub Kaltim 60/2012. Pada payung hukum tersebut sudah jelas, Juklak dan Juknis pemberian hibah itu seperti apa. Harus ada visitasi dan validasi terhadap penerima hibah. Selanjutnya atas pemberian dana hibah juga dilakukan monitoring dan evaluasi
“Tetapi hal tersebut dinilai JPU sengaja tidak dilaksanakan sesuai regulasi oleh pihak-pihak terkait,” ucapnya.
Sehingga berdasarkan analisa yuridis yang dilakukan oleh JPU, mengacu fakta hukum di persidangan, tindak pidana korupsi LPK Gigacom tidak berdiri sendiri. Apabila pihak-pihak terkait melaksanakan sesuai Juklak dan Juknis, maka tidak ada kesempatan bagi terdakwa Johansyah untuk melakukan perbuatan dugaan tindak pidana korupsi.
Tak hanya itu, putusan mengenai pembayaran uang pengganti juga menjadi pertimbangan lain. JPU menuntut jika tidak membayar sisa kerugian negara sebesar Rp. 562.168.250. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang cukup untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan penjara tiga tahun delapan bulan. Tetapi majelis hakim memutuskan perihal subsider selama dua tahun.
Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara PN Samarinda, upaya banding juga diajukan oleh terdakwa pada 5 Maret lalu. Namun, hingga kini salinan memori banding belum dipegang oleh JPU.
Diberitakan sebelumnya, Majelis hakim Pengadilan Negeri Samarinda memutuskan terdakwa Johansyah dijatuhi hukuman lima tahun penjara. Sidang putusan itu telah digelar Senin (1/3). Tak hanya itu, terdakwa juga wajib membayar denda sebesar Rp 250 juta. Jika tidak dibayar maka diganti dengan kurungan selama tiga bulan.
Kajari Bontang Dasplin melalui Kasi Pidsus Yudo Adiananto mengatakan sebelumnya tuntutan JPU ialah penjara selama tujuh tahun empat bulan. Dikurangi masa tahanan yang sudah dilalui terdakwa. “Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan penyalahgunaan dana hibah secara bersama-sama. Digunakan tidak sesuai peruntukkannya,” kata Yudo.
JPU menuntut terdakwa melanggar pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU 31/1999. Telah diubah menjadi UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan primer.
Terdakwa diduga memerintahkan membuat, mengisi, dan menandatangani nota-nota fiktif yang tidak sesuai dengan fakta sebenarnya. Sebagai syarat melengkapi berkas laporan pertanggungjawaban penggunaan dana hibah 2012 dan 2014. Dengan tujuan melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara sejumlah Rp 890.168.250. Mengacu kepada hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara. (*/ak)