Layanan pengiriman logistik semakin berperan penting dalam perkembangan usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia. Sebagaimana dirasakan benar Mintarike Asteria, salah seorang pebisnis asal Kota Taman yang tengah gencar mengembangkan potensi kuliner lokal.
LUKMAN MAULANA, Bontang
Sebagai daerah yang berbatasan langsung dengan Selat Makassar, Bontang memiliki potensi perikanan beragam. Potensi ini rupanya dilihat Mintarike Asteria, seorang ibu rumah tangga yang menetap di Bontang sejak 2006.
Bukan ibu rumah tangga biasa, perempuan 49 tahun yang karib disapa Ike ini merupakan pebisnis produk oleh-oleh di bawah label ASCAKE miliknya. Berawal dari produksi aneka kue kering dan basah, Ike lantas merambah bisnis produk olahan ikan meliputi abon ikan tuna dan teri crispy. Hebatnya, Ike belajar autodidak dalam membuat produk-produk tersebut.
“Untuk mengisi waktu, saya membuat kue-kue kering dan basah. Saya belajar membuatnya sendiri dengan melihat caranya di internet,” kisah Ike menceritakan ihwal awal bisnisnya.
Saat pertama kali merintis usaha, beragam cara digunakan Ike dalam mempromosikan kue-kue buatannya. Mulai dari menitipkan pada suami untuk dijual di perusahaan, hingga bekerja sama dengan koperasi perusahaan. Meski saat itu belum mengantongi izin usaha, namun produk-produk Ike mulai dikenal di kalangan terbatas.
“Pemasaran saya melalui sistem kerja sama. Waktu itu saya komunikasi dengan koperasi perusahaan, bagaimana caranya produk saya bisa dijadikan sebagai bagian parsel perusahaan,” terangnya.
Dari aneka kue, Ike menjajal peruntungannya membuat abon ikan. Ikan tuna yang menjadi bahan dasar abon dibelinya dari para nelayan di Bontang. Lantas diolahnya sedemikian rupa menjadi abon yang bisa digunakan untuk lauk maupun camilan. Ike mengurai, dalam sekali produksi dia bisa menghabiskan 20 kilogram ikan tuna.
Tak dinyana abon ikan Ike digemari banyak orang. Sampai-sampai dibawa ke Papua bahkan ke Swiss. “Ada pimpinan perusahaan di Bontang yang menjadi pelanggan abon saya. Kebetulan anaknya kuliah di Swiss. Dari situ abon saya diperkenalkan di lingkungan mahasiswa di sana,” ungkap Ike.
Sama dengan kue, produksi abon tuna Ike kala itu sebatas produksi rumahan yang dibuatnya seorang diri. Sehingga belum memiliki merek dan belum bisa dikatakan UKM. Bahkan dalam pengemasannya hanya dimasukkan ke dalam toples sekadarnya. Dari situlah Ike mulai memikirkan lebih jauh tentang usahanya ke depan.
“Saya berpikir kalau dibawa ke Swiss, toplesnya bisa hancur. Saya lalu berpikir dan browsing di internet soal kemasannya. Karena kalau mau titip ke toko,ternyata kemasannya harus bagus,” urai perempuan kelahiran Blitar, 15 Agustus 1969 ini.
Setelah mendapat penyuluhan dari Dinas Kesehatan, barulah Ike mengetahui seluk-beluk dunia usaha lebih luas. Terutama terkait perizinan yang mesti dikantongi, salah satunya Pangan Industri Rumah Tangga (P-IRT). Ike lantas mengurus segala perizinan yang diperlukan dan mulai memikirkan merek yang akan dikenakan pada produk-produknya.
Setelah melalui beberapa pertimbangan, nama ASCAKE dipilih Ike sebagai representasi setiap produk buatannya. “AS itu inisial dua anak saya, yaitu Arjuna dan Sadewa. Juga ada filosofi kartu, yaitu kartu AS yang di antara empat kartu itu tidak ada tandingannya. Nama ini saya daftarkan ke kementerian,” beber Ike.
Sejak 2014, usaha Ike telah memiliki P-IRT dan membawa merek ASCAKE. Dalam perkembangannya, produk abon ikan ASCAKE menjadi yang paling banyak diminati. Ini membuat Ike fokus memproduksi abon ikan, dengan variannya yang menjadi bertambah hingga 20 jenis. Meliputi abon ikan tuna, abon ikan tongkol, dan abon ikan lele.
Dalam memproduksi produk abonnya, Ike mengaku dibantu dua orang pekerja. Abon-abon produksinya lantas dititipkan ke toko-toko, baik di Bontang maupun di luar Bontang. “Kalau untuk di Bontang hanya titip pada lima toko. Kalau untuk di luar banyak, sampai kadang kewalahan,” jelasnya.
Bentuk promosi yang dilakukan Ike pun berkembang, di antaranya dengan memanfaatkan pertemanan yang dimiliki. Teman-temannya semasa muda kerap dia minta ikut memperkenalkan produk abon buatannya. Apalagi sebagian temannya ada yang menjadi pimpinan di perusahaan-perusahaan ternama di Indonesia.
“Promonya dengan menggunakan teman. Bagaimana caranya bisa jadi endorse untuk produk-produk saya. Makanya bisa sampai ke Freeport, karena ada teman saya di sana,” papar Ike.
Namun perjalanan bisnis abonnya tak selalu mulus. Ike menyatakan, sempat mengalami kesulitan memasukkan produk-produknya ke dalam toko-toko modern. Bukan hanya Ike, rekan-rekannya sesama pelaku UKM lainnya juga merasakan kesulitan yang sama. Dari keresahan itu, terbersit ide di benak Ike untuk membangun toko oleh-oleh khas Bontang.
“Karena kebanyakan toko modern mengambil produknya dari luar secara curah, kemudian dikemas ulang menggunakan merek mereka sendiri. Itu yang membuat saya geregetan,” sebutnya.
Ide itu akhirnya diwujudkan pada 17 September 2017, melalui toko oleh-oleh yang diberinya nama “Bandar Oleh-Oleh (BOO) Bontang”. Walaupun kala itu modalnya hanya cukup untuk mengontrak bangunan toko di Jalan Cipto Mangun Kusumo (eks Pupuk Raya).
“Dari situ saya ajak teman-teman saya sesama UKM untuk bagaimana bersama-sama menitipkan barang di BOO,” kenang Ike.
Dalam menjalankan tokonya, Ike menyebut tidak membatasi produk yang dititipkan UKM. Sekalipun jenis produk yang hendak dititipkan sudah tersedia di tokonya. Hal ini berbeda dengan toko-toko lain yang biasanya akan menolak suatu produk bila di toko tersebut telah memiliki produk sejenis.
“Kalau di sini mau kembar sampai lima produk, tidak jadi masalah. Karena produk-produk UKM diarahkan ke perusahaan. Biasanya perusahaan dalam setiap pesanannya bisa banyak, pernah 60 boks paket langsung ludes,” urainya.
Gayung bersambut, UKM-UKM di Bontang satu persatu mulai menaruh kepercayaan pada Ike. Apalagi Ike turut memberikan bantuan dalam hal promosi, termasuk dalam hal pengemasan. Dalam hal ini Ike siap membantu menyediakan kemasan bagi para pengusaha UKM di Bontang.
Sadar bila BOO bukan hanya memasarkan produknya, Ike memasang target pasar yang berbeda dengan toko kebanyakan. Karena untuk mendukung rekan-rekan sesama pengusaha UKM, dibutuhkan perputaran modal yang cepat. BOO lantas bermitra dengan Lembaga Pengembangan Bisnis (LBP) PAMA.
“Saya berpikir bagaimana caranya produk-produk UKM ini bisa masuk ke tambang dalam bentuk paket cuti. Jadi karyawan PT PAMA yang cuti mendapat tawaran kupon untuk beli paket produk-produk kami,” kata istri dari Joko Widodo ini.
Paket cuti dibidik Ike dengan melihat latar belakang masyarakat Bontang yang mayoritas pendatang. Dengan melihat peluang tersebut, maka dia bisa membawa produk-produk UKM yang ada di BOO keluar dari Bontang. Jangan sampai nantinya malah tidak laku sama sekali.
Karena dia meyakini, masyarakat Bontang sering bepergian keluar kota dan membawa oleh-oleh. “Kami juga bekerja sama dengan perusahaan dalam bentuk perusahaan membawa tamu-tamu mereka untuk berbelanja di BOO,” sebutnya.
Ike memang punya keinginan agar produk-produk UKM di Bontang bisa menguasai pasar lokal. Jangan malah mendatangkan produk-produk luar yang lantas dikemas ulang. Dalam kapasitasnya sebagai Ketua Asosiasi Industri Makanan dan Minuman (Asmami) Bontang, Ike berusaha memperjuangkan UKM-UKM di Bontang agar bisa berkembang lebih baik.
“Selama ini bantuan yang diberikan kepada pelaku UKM hanya sebatas permodalan. Setelah itu dilepas begitu saja. Padahal UKM masih membutuhkan perhatian dan pendampingan dalam pemasaran produk-produknya,” ujar Ike.
Meski belum lama berdiri, namun BOO telah menampung 300-an produk UKM asal Bontang. Sementara untuk jumlah pelaku UKM yang menitipkan produknya telah mencapai 60 orang. Termasuk menampung panen petani rumput laut dengan sinergi antara petani, UKM, dan pasar. Dari usahanya ini, Ike bisa mendapatkan omzet sekira Rp 50 juta dalam sebulan.
“Produk yang paling laris itu amplang, yang kedua terasi,” ungkap ibu tiga anak yang pada 2017 lalu mendapat penghargaan UKM naik kelas dari Kementerian Koperasi dan UKM RI ini.
Ike mengakui, perkembangan usaha dan toko oleh-olehnya tak terlepas dari banyak faktor. Salah satunya yaitu peran penyelenggara jasa pengiriman logistik. Malahan menurutnya, jasa layanan logistik bukan hanya membantu dalam hal distribusi, melainkan juga turut memperkenalkan produk-produknya secara luas.
“Kalau tanpa penyelenggara logistik atau ekspedisi, keuntungan tidak akan seperti sekarang. Apalagi sekarang ini kan banyak ya (layanan pengiriman logistic, Red.),” ungkap Ike.
Perusahaan pengiriman logistik PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir atau JNE misalnya, memiliki program yang menurut Ike sangat membantu UKM-UKM di Indonesia. Yaitu melalui marketplace online Pesona Nusantara JNE. Kata Ike, melalui wadah tersebut, produk-produk UKM termasuk abon ikan dan teri crispy miliknya dipromosikan secara lebih luas.
Bahkan lewat Pesona Nusantara JNE, Ike mendapatkan pesanan hingga 200 bungkus produk teri crispy yang dikirim ke Aceh. Layanan ini menurut dia turut memperkenalkan produk teri crispy miliknya yang konon sedang populer di kalangan pembeli. Sebagaimana abon tuna, teri crispy bisa dijadikan camilan maupun lauk pauk.
“Pesona JNE ikut menjual produk-produk kami dengan keuntungan penjualan tetap jadi milik kami. Kami dimudahkan karena hanya tinggal menyiapkan produk. Pembayarannya juga dilakukan secara tunai di awal. Jadi sangat terbantu,” tutur Ike.
Yang membuatnya semakin terbantu, JNE terbilang aktif dalam melayani kliennya. Dalam hal ini, JNE tak segan untuk menjemput produk-produk UKM yang akan dikirimkannya ke pembeli. Sehingga Ike tak perlu lagi repot-repot membawa produk-produknya ke kantor JNE.
Disebutkan Ike, peran layanan ekspedisi dalam menopang usahanya telah dirasakan sejak dia pertama merintis bisnis. Lantaran dari jasa tersebut, Ike tak perlu repot-repot berjualan ke berbagai daerah. Cukup melalui media sosial maupun marketplace, yang kemudian dikirimkan melalui jasa pengiriman logistik.
“Kan kalau pengiriman itu tergantung permintaan yang beli. Artinya mereka mintanya cepat, ya kami tawarkan maunya dikirim lewat perusahaan apa. Dari pengalaman selama ini, 80 persen meminta dikirimkan lewat JNE. Di JNE kan ada layanan OKE (ongkos kirim ekonomis, Red.) dan YES (Yakin Esok Sampai, Red.),” urainya.
Ike mengakui, JNE memiliki keunggulan dalam kecepatan pengiriman. Pun begitu, mereka tak segan melakukan “jemput bola” dalam hal pengiriman barang. Sekalipun barang yang dikirimkan berukuran kecil, tetap dijemput oleh kurir.
“Selama ini BOO dipermudah. Layanan jemput bola ini tentu sangat membantu saya,” tutup Ike yang beberapa kali dipercaya menjadi narasumber dalam berbagai pelatihan UKM di Bontang maupun daerah-daerah lain di Kaltim. (***)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: