TANGERANG SELATAN – Ketentuan penerimaan siswa baru di SD dan sederajat tanpa ujian baca, tulis, dan berhitung (calistung) sudah ada. Tetapi berjalan kurang efektif. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyiapkan regulasi baru terkait larangan tes calistung di penerimaan siswa baru SD.
Sekjen Kemendikbud Didik Suhardi mengatakan sedang menugaskan Biro Hukum dan Organisasi (Hukor) Kemendikbud untuk membuat rancangan surat edaran menteri tentang larangan tes calistung tersebut. ’’Taman kanak-kanak itu isinya bermain. Di TK termasuk di SD fokusnya pada penanaman karakter,’’ katanya saat diskusi di Tangerang Selatan (Tangsel) kemarin (7/3).
Didik menjelaskan di kegiatan di TK pada prinsipnya tidak boleh mengajarkan calitung. Namun sebatas memperkenalkan simbol-simbol aksara saja. Misalnya mengenalkan ini huruf A, B, C dan seterusnya. Atau ini angka 1, angka 2, angka 3 dan seterusnya.
’’Tapi kalau kemudian ada anak yang dengan otomatis bisa ya gak apa-apa,’’ jelasnya. Namun dia menegaskan mengajarkan calistung bukan tujuan dari pendidikan di level pendidikan anak usia dini (PAUD) atau TK. Untuk itu Didik mengatakan jika ada SD memberlakukan tes calistung saat penerimaan siswa baru, itu sebuah kesalahan.
Seleksi masuk SD cukup berbasis usia. Maksudnya calaon siswa diperingkat berdasarkan usia. Calon siswa dengan usia paling besar mendapatkan prioritas. Sebab usia atau umur menentukan tingkat kematangan psikologi anak.
Didik berharap proses kegiatan belajar mengajar di TK berfokus pada penanaman karakter anak-anak sambil bermain. Sehingga anak-anak terbiasa dengan karakter baik seperti budaya antri, disilin, kerja keras, jujur, mandiri, serta risk taker atau pengambil resiko.
Praktisi psikologi anak dan pendidikan Najelaa Shihab menuturkan kompetensi penting di pendidikan anak usia dini adalah kemampuan pra literasi, memahami percakapan, mengamati, dan mengajukan pertanyaan. Kemudian melatih kepekaan sensoris, memusatkan konsentrasi, memahami kuantitas, mencintai buku, dan cerita.
’’Jadi memang seharusnya tidak ada kewajiban anak masuk SD dengan kemampuan calistung,’’ katanya. Menurutnya Kemendikbud boleh saja mengeluarkan regulasi baru terkait larangan tes calistung masuk SD. Tetapi Najelaa mengingatkan bahwa sejatinya sudah ada regulasi pelarangan itu. Namun di lapangan terbukti tidak efektif.
Masih banyak SD yang menerapkan ujian calistung untuk penerimaan siswa baru. Kemudian orang tua cenderung berparadigma menyamakan TK seperti bimbel calistung. Sehingga mereka menuntut ke pengelola TK supaya anaknya bisa membaca. Kemudian ada orangtua juga meminta pengelola SD memberlakukan ujian calistung. Sebab anaknya selama di TK sudah diajarkan calistung sesuai keinginannya. (wan/jpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post