SAMARINDA – DPRD dan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) Samarinda kembali duduk satu meja membahas perbaikan Jembatan Flyover Air Hitam yang mengalami keretakan, Kamis (23/8) kemarin. Dalam rapat dengar pendapat yang berlangsung di DPRD Samarinda itu, wakil rakyat meminta agar DPUPR memanggil PT Wika agar segera membicarakan pembiayaan perbaikan jembatan tersebut.
Sebab, DPRD Samarinda tidak ingin kerusakan jembatan layang yang menghubungkan Jalan AW Syahranie dan Jalan IR Juanda tersebut dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Karena Dewan menilai, kerusakan jembatan layang harus menjadi tanggung jawab PT Wika selaku kontraktor pelaksana.
Apalagi dari hasil pertemuan yang dilakukan DPUPR Samarinda dengan Komisi Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan (KKJTJ) Kementerian PUPR di Jakarta belum lama ini, meminta agar kerusakan dinding flyover yang merupakan beton modular dilakukan penggantian.
Anggota Komisi III DPRD Samarinda, Jasno meminta DPUPR mengikuti rekomendasi yang disampaikan KKJT maupun apa yang menjadi usulan para anggota dewan. Salah satunya yakni pembongkaran oprit yang retak.
“Biaya perbaikan dan lain-lain memang sudah di luar masa pemeliharaan dan tidak menjadi tanggung jawab mereka. Namun menurut hemat kami, kontraktor tidak semata-mata hanya mengerjakan proyek namun juga harus ada tanggung jawab moral,” tutur Jasno ditemui usai rapat dengar pendapat kemarin.
Ia menyebut, sejak masa pemeliharaan, flyover memang telah mengalami penurunan hingga 50 sentimeter. Tak hanya itu, PT Wika disebut-sebut juga sudah mengetahui akan adanya penurunan kontruksi pada jembatan itu akan mengalami penurunan.
“Jangan sampai mentang-mentang sudah di luar masa pemeliharaan pihak pelaksana tidak bertanggung jawab. Karena menurut kami, kontraktor harus bertanggung jawab mengenai perbaikan flyover walaupun sudah lepas masa perawatan,” imbuhnya.
Bagaimanapun, sambung Jasno, perbaikan kerusakan flyover oleh PT Wika menjadi tanggung jawab moral. Apalagi PT Wika adalah bagian dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Kami tidak ingin (perbaikan flyover, Red.) ini dibebankan kepada APBD. Karena hitungannya flyover itu belum genap setahun, masa mau kita anggarkan lagi. Nanti akan menjadi sorotan masyarakat. Masa flyover rusak pembiayaannya dibebankan kepada APBD. Jadi kami meminta agar pembiayaan ini dibebankan kepada pihak pelaksana,” seru dia.
Adapun untuk pembiayaan perbaikan keretakan oprit jembatan, kata dia, nanti akan jadi tanggung jawab DPUPR Samarinda. “Nanti DPUPR akan membicarakan pembiayaannya dengan pihak pelaksana (PT Wika, Red.). Apabila pihak pelaksana lepas tanggung jawab, maka akan kami evaluasi. Agar DPUPR ke depannya lebih berhati-hati memilih kontraktor proyek,” sambung Jasno.
Terpisah, Kepala DPUPR Samarinda, Hero Mardanus mengatakan, pertemuan dengan dewan untuk memantapkan kembali hasil rekomendasi KKJTJ mengenai perbaikan keretakan dinding flyover. Dalam hal anggaran perbaikan sebagaimana yang diusulkan dewan, Hero sendiri mengaku belum memberikan persetujuan.
Ia mengaku perlu melakukan kajian serta mendiskusikan usulan tersebut dengan pihak-pihak terkait. Salah satunya dengan PT Wika. “Sebenarnya sudah ada lampu hijau dari PT Wika untuk menanggung biaya perbaikan. Namun tetap saja, kami harus bertemu dulu. Kami juga belum mengajukan berapa biaya perbaikan. Kami hitung dulu,” tutur dia. (*/dev)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: