Jadi seorang guru memang cita-citanya sedari kecil. Mengajari para siswa di dalam kelas sudah jadi mimpinya sejak lama. Tapi dia bukan guru biasa yang mengajar siswa di dalam kelas. Dia juga seorang dai yang berdakwah kepada umat.
Muhammad Zulfikar Akbar, Bontang
ACHMAD Riwayadi selalu punya guru idola semasa menjalani pendidikan. Baik di SD, SMP, SMA, bahkan universitas, Achmad punya panutan yang kelak berpengaruh kepada kehidupannya. “Di tiap jenjang selalu ada guru favorit. Setiap ada guru favorit, saya berharap bisa menjadi seperti mereka,” kata Achmad, kemarin (15/6).
Achmad tanpa paksaan untuk menjadi seorang pengajar. Untuk mewujudkan cita-citanya, pria kelahiran Malang, 6 Februari 1972 silam ini pun memutuskan melanjutkan kuliah di jurusan Bahasa dan Sastra Inggris Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Malang (sekarang Universitas Negeri Malang, Red.). Namun mimpinya bukan tanpa halangan. Nyaris sepanjang dia berkuliah, seluruh biaya kuliahnya merupakan hasil utang. “Waktu di semester 7 saya nyaris terminal (cuti, Red.) karena sudah tidak bisa utang lagi,” jelasnya.
Di tengah kebimbangan tersebut, Achmad mendapat tawaran untuk bekerja sebagai translator maupun mengajar les privat. Selain itu, dia juga mendapat kesempatan untuk mengajar di lembaga bimbingan belajar (bimbel). “Alhamdulillah, saya tidak jadi terminal, malah bisa membayar SPP sendiri,” kata suami dari Miftahul Khoiriyah ini.
Usai menyelesaikan pendidikan sarjana pada 1995, Achmad mendapatkan beberapa tawaran pekerjaan di luar Jawa. Salah satunya, tawaran menjadi pengajar di English Training Center (ETC) milik Yayasan Pupuk Kaltim (YPK). Di lembaga kursus tersebut, Achmad tak hanya mengajar siswa sekolah, namun juga karyawan Pupuk Kaltim serta masyarakat umum. “Waktu itu tempat lesnya masih di Pusdiklat Pupuk Kaltim. Kalau pagi ngajar karyawan, siang ngajar siswa, sore ngajar umum,” ungkapnya.
Achmad mendapat kepercayaan menjadi Kepala ETC pada 2001 hingga 2005. Meski sudah mendapat posisi yang setara dengan kepala sekolah, namun dia merasa ada yang kurang dalam dirinya. Achmad pun memutuskan resign dari jabatannya dan meminta untuk menjadi guru SMA. “Mulai 2005 sampai sekarang saya menjadi guru bahasa Inggris di SMA YPK,” katanya.
Menjadi guru SMA membuat Achmad dekat dengan murid-muridnya. Kesamaan hobi yakni sepak bola, membuat Achmad tak hanya dipandang sebagai guru semata, namun juga dianggap sebagai rekan. “Kalau di lapangan ya tetap sliding tackle, he he,” ujarnya sambil tertawa.
Namun, selain dapat mendekatkan diri dengan muridnya, Achmad pun memanfaatkan waktu tersebut untuk memberikan nasihat. Baginya, memberikan pesan-pesan khusus tersebut lebih efektif saat dalam suasana informal di luar kelas daripada di dalam kelas. “Karena mereka akan terus mengingatnya dalam suasana yang dekat,” jelasnya.
Saat asyik menjadi guru, dirinya pun kembali diterpa kebimbangan. Achmad yang sedari dulu pernah mengenyam pendidikan informal di Madrasah Diniyah Darul Ihsan Malang selama 4 tahun ini teringat pesan dari mertuanya. Saat itu pesan yang disampaikan kepada Achmad yakni untuk membantu menyebarkan ilmu yang dia miliki. “Saya sudah lama tidak mengaji kitab kuning. Akhirnya saya kembali belajar lagi. Sempat ke Gus Latif selama dua tahun, di 2012 saya mengaji bersama Ustaz Dawam Muallim sampai sekarang,” katanya.
Berkat belajar kitab-kitab kuning, Achmad pun kini punya profesi baru sebagai seorang dai. Dirinya pun juga tergabung dalam Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama’ (LDNU) Bontang. Aktivitasnya pun selama sehari penuh terbagi untuk dua urusan. Pertama, sejak pagi hingga sore sebagai guru bahasa Inggris di SMA YPK. Kedua, sejak selepas magrib hingga tengah malam untuk mengaji kitab. “Capek memang, tapi happy. Karena yang memberikan kebahagiaan langsung dari Allah,” ujarnya di ruang tamu yang dihiasi buku-buku bahasa Inggris dan kitab-kitab kuning.
Berkat kemampuannya dalam bahasa Inggris dan Arab, Achmad pun beberapa kali dipercaya sebagai dewan hakim dalam Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Bontang cabang Tafsir Bahasa Inggris. Di usianya yang mulai menginjak 46 tahun ini, Achmad berharap dapat semakin fokus dalam mengaji kitab-kitab, sekaligus bisa tetap belajar dan mengajar bahasa Inggris hingga akhir hayat. “Saya senang karena cita-cita saya sebagai guru sudah terpenuhi, dan amanah mertua juga sudah saya laksanakan,” tutupnya. (bersambung)
Tentang Achmad
Nama: Achmad Riwayadi, S.Pd
TTL: Malang, 6 Februari 1972
Alamat: Jalan Gunung Ijen 4 BSD Bontang Utara
Istri: Miftahul Khoiriyah, S.Pd
Anak: Muhammad
Pekerjaan:
– Guru Bahasa Inggris SMA Yayasan Pupuk Kaltim (sekarang)
– Kepala English Training Center YPK (2001-2005)
– Pengajar Spesialis TOEFL&TOEIC (2003-sekarang)
– Dewan Hakim MTQ Cabang Tafsir Bahasa Inggris
Organisasi: : LDNU Bontang
Pendidikan Formal:
– SDN 03 Pamotan Dampit, Malang
– SMPN Dampit, Malang
– SMAN Dampit, Malang
– S1 Bahasa dan Sastra Inggris IKIP Malang
Pendidikan Informal:
– Madrasah Diniyah Darul Ihsan, Malang
– Madrasah Diniyah PP Miftahul Huda, Malang
– Nadwah Ilmiyyah PP Al Ma’rifah, Bontang
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: