KNPI seharusnya menjadi wadah para pemuda untuk berkreasi. Namun di Bontang, mereka justru disibukkan dengan konflik hingga tiga kubu.
FITRI WAHYUNGINGSIH, Bontang
Pada masanya, para pemuda yang tergabung dalam Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Bontang punya catatan gemilang. Kegelisahan anak muda, dipadu semangat dan idealisme guna mendorong pembangunan dan kesejahteraan di daerahnya membuahkan capaian tak biasa.
Mereka tentu bukan jadi satu-satunya aktor. Namun kontribusi mereka guna mendorong Bontang menjadi kota yang mandiri tak bisa dinafikan. Hasilnya, kini bisa dirasakan. Bontang jadi daerah otonom, menentukan arah kebijakannya sendiri. Memacu pembangunan yang sempat tertinggal.
Cerita manis KNPI kala Bontang masih berstatus kota administratif (Kotif) dan awal menjadi kota, kini jadi catatan sejarah. Setidaknya publik mafhum bahwa dibalik berdirinya kota ini, ada para pemuda gelisah dibaliknya. Kegelisahan itu berubah jadi sebuah aksi nyata. Bukan lolongan kosong semata.
Sayangnya, melangkah jauh ke depan, dimulai sejak 2015 hingga kini, torehan gemilang yang serupa agaknya sukar dicatatkan KNPI Bontang. Bagaimana mau mencatatkan sejarah dan karya yang manis, bila hingga kini internal mereka saja masih bermasalah. Bukan dualisme, tapi tigalisme. Sengketa tak berujung itu bukan saja menghabiskan energi, pun tak produktif.
Di Bontang, ada 3 versi kepengurusan KNPI. Pertama, versi Abdul Rasyid. Versi ini dikukuhkan dalam Musyawarah Daerah (Musda) KNPI Bontang IX yang dihelat pada 2015. Kata Rasyid, ada 97 organisasi kemasyarakatan dan pemuda (OKP), serta 3 kecamatan yang terlibat di Musda.
Keretakan di tubuh KNPI kala itu langsung terlihat. SK untuk membentuk KNPI tandingan diberikan. Tiga hari usai dirinya dilantik, kata Rasyid, dirinya coba mengajak versi lain KNPI, yang dipimpin Achmad Faisal atau akrab disapa Ichal, untuk menyatukan diri. Agar hanya ada satu KNPI.
“Tapi yang di sebelah waktu itu menolak,” katanya ketika berbincang dengan Kaltim Post, Selasa (26/10) malam.
Akibat dari keretakan ini, ujar Rasyid, KNPI dari dua versi ini kemudian berjalan sendiri-sendiri. Secara kepengurusan cukup memprihatinkan. Walau banyak kegiatan yang dilakukan, Rasyid tak menampik kalau pergerakan mereka terbatas dan tak bisa berkontribusi maksimal bagi Bontang. Ditambah lagi pagebluk Covid-19, membuat pergerakan organisasi yang didirikan 23 Juli 1973 silam ini seolah mati suri.
Adapun kegiatan mereka di antaranya, melakukan pelatihan wawasan kebangsaan, diskusi, menentang aktivitas ilegal macam judi togel, memperjuangkan kepentingan Bontang hingga pemerintah pusat, seperti pembangunan kilang minyak— walau ini dikabarkan batal dibangun di Bontang. Juga memperjuangkan pembangunan NPK Klaster hingga ke DPR.
Imbas lain keretakan ini, banyak unsur yang mestinya jadi mitra KNPI menjaga jarak. Pemkot Bontang, kata Rasyid, pada periode kedua ia memimpin, praktis tak memberi dukungan apapun. Utamanya soal pendanaan. Ditaksir, bila satu versi diberi bantuan, versi lain ikut meminta atau menggugat. Rasyid cukup mafhum soal itu. Namun paling disayangkan, ketika Gedung Graha Pemuda di Jalan Jendral Sudirman, malah dijadikan Kantor Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata.
“Sama juga dengan yang lain (mitra). Karena kondisinya seperti ini (terpecah) akhirnya OKP di bawah kami bergerak sendiri juga. Tidak bisa kami satuan semua karena KNPI sendiri sedang ada problem,” kata pria yang menjabat Direktur Perumda Danum Taka Penajam Paser Utara (PPU) ini.
Rasyid mengaku pihaknya selalu mendorong agar KNPI kembali satu. Mendorong agar dilakukan Musda bersama. Karena semakin sengketa ini berlarut, semakin terpuruk KNPI. Kepercayaan publik sulit didapat, terlebih untuk berkontribusi bagi Bontang.
Namun faktanya, kata dia, ada satu versi KNPI yang cukup proaktif, ada juga yang seperti masih ogah-ogahan buat menyatu. Masih tidak mau menurunkan ego. “Tujuan saya jelas, KNPI ini satu lagi. Secepatnya Musda, sudah terlalu lama saya menjabat. Saya yakin generasi selanjutnya bisa melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan di KNPI,” ungkapnya.
Sementara itu, KNPI versi Ichal, pun setali tiga uang. Dia mengaku, banyak tantangan dihadapi bagi KNPI buat menjalankan program-programnya. Ichal dikukuhkan pada 2016. Ia terpilih kala masih berusia 27 tahun.
Selama memimpin, dia mengaku memimpin KNPI, seluruh pendanaan kegiatan bersumber dari kocek anggota. Tidak dibantu pemerintah. Ia pun mengaku, tak mau terlalu berpangku dengan bantuan pemerintah. “Jadi urunan pengurus saja untuk pendanaan kegiatan,” ungkapnya.
Masalah lain, banyak anggota KNPI yang bingung harus berkiblat ke versi mana. Akibatnya, kekuatan mereka tidak bisa utuh. Walau ada juga yang solid, menentukan sikap ikut salah satu versi KNPI.
Namun Ichal mengklaim, KNPI yang ia pimpin pernah mengirim dokter ke Pulau Melahing sebulan sekali selama setahun, periode 2016-2017. Dokter tersebut kebetulan pengurus KNPI juga. Selain itu, mereka juga mengirim bantuan alat tulis dan lampu buat SD di Melahing.
“Walau pergerakan terbatas, tapi ada yang kami lakukan,” kata pria yang juga menjabat Ketua Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Bontang ini.
Lebih jauh dia mengatakan, sekitar 2019 silam sempat ada pertemuan dengan seluruh versi KNPI. Agar KNPI disatukan, persoalan ini dituntaskan. Namun berhubung pandemi melanda, maka agenda penyatuan ini kembali tertunda. “Kami juga berharap KNPI bisa satu,” tegasnya.
Yang sangat diharapkan Ichal, dalam penyatuan KNPI kelak, para senior legawa melepaskan kepengurusan organisasi kepada yang lebih muda. Beri mereka kepercayaan, biarkan organisasi ini beregenerasi. Angkatan “tua” jangan selalu berada di depan.
“Sudalah, yang senior-senior itu lepas sudah KNPI. Biar yang muda-muda maju. Jangan selalu sembunyi dalam kalimat, ”Usia boleh tua, semangat tetap muda.” Itu sangat menyesatkan publik. Pemuda ya pemuda, sesuai undang-undang,” urainya.
Kemudian KNPI versi ketiga, dipimpin Supriyadi. Ini merupakan pecahan dari KNPI versi Ichal. Mulanya Supriyadi adalah sekretaris KNPI versi Ichal, lantas mereka menerima mandat untuk malaksanakan Musda. Puncaknya, peringatan Sumpah Pemuda pada 2017, KNPI versi ketiga yang dipimpin Supriyadi berdiri.
Namun seperti dua versi KNPI lainnya, versi Supriyadi pun kesulitan bergerak. Bahkan nyaris tak ada program yang disusun karena saat itu Supriyadi sendiri selaku ketua sempat bekerja ke luar negeri.
Pria yang akrab disapa Yadi ini mengaku akibat perpecahan ini segalanya menjadi tak maksimal. Susah menjalankan program. Ia secara pribadi mengaku malu lantaran terlibat dalam arus polemik ini. Pemuda mestinya produktif, berkarya, dan bersatu, mereka di KNPI, versi mana pun itu, justru berpolemik di internal mereka. Tidak mau menurunkan ego. “Harus diakui itu,” jujurnya.
Kata Yadi, sempat ada pertemuan bersama Abdul Rasyid dan Ketua DPRD Bontang Andi Faizal Sofyan Hasdam guna membahas penyatuan KNPI. Tapi Ichal tidak hadir.
“Karena perpecahan ini akhirnya tidak maksimal. Bukan cuma kami, tapi semua (versi KNPI),” ujarnya.
Yadi mengaku, dirinya sangat siap bila generasi selanjutnya di KNPI ingin melanjutkan estafet kepemimpinan di organisasi. Bahkan itu sangat ia harapkan. Namun untuk menuju ke sana, seluruh pihak harus menurunkan ego, memikirkan masa depan organisasi dan arah perjuangan pemuda di daerah. Bukan memikirkan kepentingan kelompok sendiri. Kata dia, masih saja ada pihak di internal yang enggan menurunkan ego. Walhasil, agenda penyatuan KNPI jadi terhambat.
Wali Kota Bontang Basri Rase pun sempat mempertemukan seluruh versi KNPI di satu meja. Agendanya masih sama, menyatukan KNPI. Walau pemerintah memberi respons positif, tapi masih ada saja yang enggan menurunkan ego.
“Saya ini orang yang paling siap untuk mundur dan memberikan tampuk kepemimpinan selanjutnya kepada teman-teman yang lain. Yang jadi persoalan kan ada yang tidak mau menurunkan ego. Kami juga tak bisa memaksa,” beber pria yang juga menjabat ketua Federasi Serikat Pekerja Kimia Energi Pertambangan dan Umum (FSP KEP) Bontang ini. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post