BALIKPAPAN–Nurliah (26) hanya bisa menunduk. Perempuan berkulit putih itu tiba-tiba sesegukan. Menangis saat ditanya perihal usaha ilegal yang sudah dijalaninya selama lima tahun terakhir. Sebelum ditangkap Unit Tindak Pidana Tertentu (Tipidter), Satuan Reskrim, Polres Balikpapan, Selasa (15/1), di salon miliknya di Jalan Sultan Hasanuddin, RT 37, Baru Tengah, Balikpapan Barat.
Tak hanya Nurliah. Ada Umi Hani (26) dan Eriena Greena Emerelda (25) yang juga terdiam dengan mata memerah menahan tangis. Meski ditutupi masker, dari wajah yang terlihat, ketiganya tampak sebagai perempuan cantik dengan tubuh berkulit putih terawat. Kontras dengan baju tahanan oranye yang dikenakan.
Kapolres Balikpapan AKBP Wiwin Firta menyatakan mereka tersangka. Ditangkap lantaran menjadi produsen kosmetik ilegal. Berawal pada Senin (14/1). Saat itu, Satreskrim mendapat laporan soal perdagangan obat kosmetik yang diduga tak memiliki izin edar. Juga tak memiliki izin resmi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Penyelidikan dilakukan sekira pukul 14.00 Wita.
“Sasaran pertama tersangka berinisial UM (Umi Hani),” kata Wiwin, Kamis (17/1).
Umi Hani merupakan pemilik salon. Memiliki dua lokasi penjualan. Yakni di Jalan Syarifuddin Yoes, Perum Pelangi Residence, Blok H, No 06, Sepinggan Baru, Balikpapan Selatan. Juga di Jalan Gunung Binjai, No 04, RT 13, Teritip, Balikpapan Timur. Umi memiliki produk berlabel HS. Bahan kosmetik dibeli melalui electronic commerce atau e-commerce.
“Lalu oleh tersangka dikemas kembali dengan label miliknya. Seolah diproduksi sendiri,” ujar Wiwin.
Sayangnya, label produk belum memiliki izin. Baik izin edar dari BPOM. Dari pantauan media ini, semua produk HS hanya menampilkan merek dan kegunaan kosmetik. Ada berbagai jenis produk yang dijual. Dari lulur, krim pencerah wajah, obat jerawat, obat penggemuk, dan obat pelangsing. (lihat grafis)
“Dijual ke pelanggan salonnya dan melalui media sosial,” sebut perwira melati dua itu.
Umi Hani diduga sudah beroperasi selama lima tahun. Selama itu, dari hasil pemeriksaan penyidik, omzet yang diperoleh bisnis kecantikan ini bisa mencapai Rp 100 juta. Dari Umi pula, penyelidikan diteruskan ke Nurliah yang disebut-sebut produsen paling laris selama menjual obat kosmetiknya.
“NL (Nurliah) ini punya tiga cabang. Sehari bisa jual sampai 300 produk,” kata Wiwin.
Nurliah pun sudah lima tahun beroperasi. Memiliki modus serupa dengan Umi Hani. Membeli produk obat kosmetik lalu mengubah labelnya dengan merek LS. Sementara logonya perempuan berjilbab. Dari hasil pemeriksaan, dalam sebulan tersangka bisa mengantongi omzet Rp 100 juta per bulan.
“Kemudian kami tangkap EG (Eriena Greena Emerelda) di hari yang sama,” lanjut kapolres.
Eriena adalah pemilik merek RR atau singkatan dari Racikan Rania. Baru setahun beroperasi, perempuan bertubuh mungil bisa mengantongi omzet Rp 5 juta per bulan. Berbeda dengan Umi Hani dan Nurliah, Eriena berani meracik kosmetiknya sendiri. Kemudian memasarkannya secara offline di Jalan Wahab Syahrani, No 14, RT 01, Batu Ampar, Balikpapan Utara.
“Dari tersangka EG, kami amankan pula peralatan untuk meraciknya,” ungkap Wiwin.
Wiwin menambahkan, meski ilegal, ketiga tersangka disebut menjual produknya dengan harga tinggi. Satu paket yang paling laris bisa dijual dengan harga Rp 500 ribu. Terdiri dari krim siang dan malam untuk mencerahkan wajah, sabun dan toner. Sementara jika membeli satuan, rata-rata produk dihargai Rp 125 ribu hingga Rp 225 ribu.
“Harganya lebih mahal jika dibandingkan produk resmi pencerah wajah yang banyak beredar,” ucap Wiwin.
Untuk memastikan produk yang dijual memiliki efek pada pemakainya, Unit Tipidter yang dipimpin Kanit Ipda Henny Purba memeriksakannya ke Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Samarinda. Hasilnya, obat kosmetik berpotensi menyebabkan alergi dan potensi gangguan kesehatan.
“Selain tak berizin, proses peracikan tidak standar BPOM. Dan dari BPOM menegaskan, tidak ada industri pembuatan kosmetik yang legal di Kaltim dan Kaltara,” sebutnya.
Dari pantauan media ini dari produk ilegal milik tiga tersangka, terdapat persamaan dalam konsep kemasan. Yakni hanya menampilkan merek, logo, dan fungsi. Namun, ada juga produk yang mencantumkan nomor telepon seluler. Selain itu, tidak ada nomor izin edar, label halal, dan tanggal kedaluwarsa. Yang paling mencolok adalah tak dicantumkannya bahan-bahan untuk membuat obat kosmetik.
Ditanya soal apakah dalam produsen menggunakan tokoh atau artis dalam pemasarannya, Wiwin menyebut pihaknya masih melakukan pendalaman. Termasuk pengembangan kasus sehingga tidak menutup kemungkinan ada praktik obat kosmetik ilegal lain. Karena itu pihaknya meminta bila ada pelanggan dari tiga tersangka yang memiliki masalah ketika menggunakan produk ilegal, segera melaporkan ke pihak berwajib.
Para tersangka pun dijerat dengan Pasal 62 Ayat 1 Jo Pasal 1 huruf a dan g Undang-Undang Nomor 08 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Ancamannya di atas lima tahun kurungan penjara atau pidana denda Rp 2 miliar. Selain itu, polisi menggunakan Pasal 196 dan Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan.
“Kami masih terus kembangkan kasus ini. Sementara ini penjualan para tersangka masih di Balikpapan,” tegasnya.
REGULASI UNTUK E-COMMERCE
Kepala BPOM RI Penny K Lukito menyadari maraknya perdagangan obat kosmetik ilegal dan mengandung bahan berbahaya khususnya melalui e-commerce. Dilakukan secara masif dan menggunakan tokoh yang dikenal seperti artis. Padahal produknya belum melalui prosedur evaluasi dari BPOM.
“Makanya kami sedang finalisasi untuk mengendalikan dan memberikan sanksi perdagangan ilegal secara online,” ujar Lukito ditemui kemarin (17/1) setelah meresmikan BPOM Perwakilan Balikpapan di Hotel Gran Senyiur.
Nantinya bagi produsen makanan, obat dan kosmetik yang berjualan secara daring juga wajib mematuhi aturan. Sehingga setiap lapak obat kosmetik di e-commerce memiliki jaminan. Termasuk menjalani prosedur untuk memperoleh label resmi dari BPOM. Jika tidak, maka BPOM memiliki kewenangan untuk melakukan penindakan melalui satuan tugas mereka.
“Kami punya task force yang bekerja sama dengan instansi penegak hukum seperti kepolisian, badan intelijen, dan kejaksaan,” sebut Lukito.
Untuk pengawasan BPOM juga memiliki unit siber yang bekerja sama dengan unit cyber crime milik kepolisian. Yang memantau situs jual beli online. Selain itu, kerja sama dibangun ke usaha jasa kurir untuk bisa menghindari distribusi produk-produk ilegal yang dijual ke masyarakat.
“Terbukti usaha kami berhasil. Selama 2018 ada sepuluh kasus yang BPOM ungkap. Dan satu kasus di 2019. Termasuk yang di Samarinda lalu,” katanya.
Sebelumnya, produsen obat kosmetik ilegal di Samarinda dibongkar oleh petugas gabungan dari BPOM Samarinda dan Satresnarkoba Polresta Samarinda, Kamis (3/1). Dari data yang dihimpun Kaltim Post, aparat menetapkan AM, pemilik usaha obat kecantikan itu sebagai tersangka. Sebelumnya, pria 25 tahun itu mempelajari cara pembuatan produk kosmetik itu melalui tayangan YouTube. Selanjutnya belajar secara autodidak.
Merasa mampu membuat obat-obat kecantikan itu, dia memasarkan mulai 2017. Hingga mendapat respons dari konsumennya. Dirasa berhasil, dia juga memasarkan produknya hingga luar Kaltim. Plt Kepala BPOM Samarinda Abdul Haris Rauf menyebut, tersangka sehari-hari memproduksi obat kosmetik ilegal di rumah khusus yang dia sewa di Jalan Perjuangan II, Kelurahan Sempaja Selatan, Kecamatan Samarinda Utara.
“Saat digerebek, ada enam karyawan. Mereka hanya bisa terdiam,” ujarnya.
Rauf menuturkan, ada 41 komponen barang yang disita dari rumah yang dijadikan tempat meracik produk ilegal itu. Petugas gabungan membongkar dengan alasan jelas, kosmetik yang dipasarkan AM mengandung zat kimia berbahaya, yakni merkuri. Zat mematikan yang mampu merusak kulit. Di samping tak memiliki izin dari pihaknya. Omzet yang diraup AM dalam dalam sehari mencapai Rp 80 juta. Artinya, dalam sebulan bisa menembus Rp 2,4 miliar. Sementara, AM sudah menjalani bisnis kosmetik ilegal ini sekitar dua tahun belakangan. Jadi, omzet yang didapat selama itu mencapai Rp 57,6 miliar.
“Kami mengungkap praktik itu di rumah AM setelah salat Zuhur,” timpal Kasat Resnarkoba Polresta Samarinda Kompol Markus Sanyoto. (*/rdh/far/k15/kpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post