SAMARINDA – Tahun 2019, Pemkab Kutai Kartanegara (Kukar) terancam tak terlibat dalam pengelolaan participating interest (PI) 10 persen di Blok Mahakam. Pasalnya, perubahan peraturan daerah (Perda) tentang Perusahaan Daerah (Perusda) Mahakam Gerbang Raja Migas (MGRM) tidak kunjung dirampungkan panitia khusus (pansus).
Pengamat ekonomi dan politik dari Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta) Tenggarong, Zulkifli mengatakan, perda tersebut diajukan untuk diubah di lembaga legislatif. Sebelumnya, sempat disahkan lewat perda inisiatif DPRD.
“Sampai sekarang pansus masih bekerja. Imbasnya pemerintah enggak bisa menyertakan modal. Kemudian perusahaan itu enggak bisa jalan. Walaupun gubernur menyepakati 50 persen, tetapi masalahnya perubahan perda tentang Perusda MGRM itu belum rampung,” tuturnya, Kamis (15/11) kemarin.
Zulkifli menyebut, belum ada kejelasan poin yang diubah dalam perda tersebut. Pembahasan terkait aturan di tingkat kabupaten itu masih jalan di tempat. Diduga terdapat tarik ulur “kepentingan” antara Pemkab Kukar dan DPRD.
“Perda itu diajukan pemerintah daerah. Harusnya DPRD melalui pansus ada pendampingan. Perubahan itu tidak kita ketahui. Mereka hanya mengajukan perubahan tanpa ada informasi detail apa yang akan diubah dalam perda itu,” tuturnya.
Sebelum pemerintah mengajukan perubahan perda itu, sejatinya sudah ada pembicaraan antara pemkab dan DPRD terkait rencana penyertaan modal di Perusda MGRM. Modal yang dibutuhkan senilai Rp 50 miliar. Namun tak disepakati Fraksi Partai Gerindra.
Alasannya, perusda belum menyampaikan rencana bisnis. Karenanya, pemkab disarankan untuk menanam modal sebesar Rp 1 miliar untuk pembentukan perusda. “Sampai sekarang belum ada pemaparan kapan daerah akan mendapatkan keuntungan dari pengelolaan PI itu. Tiba-tiba mau ajukan penyertaan modal. Ini kan jadi aneh,” sesalnya.
Zulkifli menyarankan Pemkab Kukar mendesak Perusda MGRM memenuhi kewajiban penyusunan proyeksi bisnis dalam pengelolaan PI di blok kaya minyak itu. Apabila pemerintah terus menyuarakan pembagian PI di provinsi, hal itu dapat dituding sebagai upaya “bagi-bagi kue”.
“Betul saja menuntut 50 persen. Tetapi lihat juga kewajiban yang belum dipenuhi. Karena kita masih banyak meninggalkan persoalan hukum di Perusda MGRM ini. Menuntut hak tetapi belum menjalankan kewajiban secara baik, itu masalah,” tegasnya.
Selain itu, sejumlah pihak menyayangkan Pemkab Kukar yang melibatkan Perusda Tunggang Parangan (TP) serta Perusda Kelistrikan dan Sumber Daya Energi (KSDE) ikut mengelola PI 10 persen di Blok Mahakam.
Pasalnya, kedua perusda tersebut memiliki rekam jejak yang “kurang baik”. Alasannya selama didirikan, belum pernah memberikan kontribusi yang memadai bagi penambahan pendapatan asli daerah (PAD).
“Perusda yang terlibat itu harusnya sehat dulu. Kita ketahui Perusda TP dan Perusda KSDE itu tidak sehat. Sampai sekarang tidak mampu menyumbang PAD. KSDE itu masih defisit anggaran. TP juga meninggalkan utang dari karyawan. Penyertaan modal selama bertahun-tahun, enggak pernah ada pengembalian ke daerah,” ungkapnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: