bontangpost.id – Kasus dugaan korupsi di Perusda AUJ (Aneka Usaha dan Jasa) dalam pemeriksaan penyidik penutut umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Bontang. Total lima tersangka telah ditetapkan pasca vonis yang mantan Dirut Perusda AUJ Dandi Priyo Anggono. Meski demikian, modus operandi kelimanya berbeda.
Kepala Kejari Bontang Dasplin melalui Kasi Pidsus Yudo Adiananto mengatakan seluruh tersangka baru belum dilakukan penahanan. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan dilakukan penahanan terhadap para tersangka.
“Sementara belum (dilakukan penahanan), hal tersebut tentunya dapat saja dilakukan oleh jaksa penyidik dengan memperhatikan serta mempertimbangkan baik syarat obyektif maupun subyektif,” kata Yudo.
Pertimbangannya adalah ancaman pidana lebih dari lebih dari 5 tahun. Selain itu, potensi tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti, dan mengulangi perbuatan tindak pidana. Namun demikian, kelimanya telah diajukan pencekalan.
Permohonan cekal sudah diajukan ke Kejaksaan Tinggi yang kemudian secara berjenjang sampai dengan Kejaksaan Agung selanjutnya telah diajukan Dirjen Imigrasi.
“Sejak penetapan tersangka langsung kami ajukan permohonan cekal melalui Kasi Intel dan sudah dikirim berjenjang sampai dengan ke Kejaksaan Agung dan telah diteruskan ke Dirjen Imigrasi,” ucapnya.
Sehubungan dengan potensi melarikan diri di lingkup domestik, Kejari memiliki jurus sendiri. Berupa upaya tracking berdasarkan data kependudukan. Diketahui lima tersangka itu ialah AMA (mantan direktur PT Bontang Transport), YIR (mantan Direktur Bontang Investindo Karya Mandiri), YLS (mantan Direktur BPR Bontang Sejahtera), LSK (mantan Direktur Bontang Karya Utamindo).
Satu tersangka lainnya adalah ABM. Yang saat dugaan korupsi terjadi tercatat sebagai Direktur CV Cendana, rekanan Perusda AUJ yang menjalankan proyek fiktif pengaspalan. Total 35 saksi telah diperiksa. Artinya tiap tersangka terdiri dari tujuh saksi.
Diketahui, tersangka AMA diduga tidak membuat laporan pertanggungjawaban (LPJ) dana penyertaan modal sejumlah Rp 1 miliar. Selain itu, ia tidak patuh pada ketentuan perundang-undangan dan diwajibkan mengganti kerugian terhadap penggunaan dana tersebut.
Laporan dari inspektorat tertanggal 30 Juni 2016 tentang tiga aset mobil tidak diketahui keberadannya. Akibatnya keuangan negara yang timbul senilai Rp 439 juta. Belum lagi adanya rangkap jabatan yakni direktur, manajer, dan kepala divisi kapal di struktur perusahaan yang dipimpinnya.
Sementara YLS memiliki peran terhadap terpidana Dandi yakni memberi persetujuan pinjaman pribadi dengan jaminan deposito Perusda AUJ sebesar Rp 1 miliar. Adapun mekanismenya tidak sesuai atau tanpa specimen dari Kabag Keuangan Perusda AUJ. Pun demikian dengan YIR.
Diduga dia tidak bisa mempertanggungjawabkan dana yang diperleh sebesar Rp 1,2 miliar. Bahkan tersangka ini memberikan pinjaman kepada LSK (tersangka lain) senilai Rp 30 juta. Tanpa peruntukkan yang jelas dan tidak bisa dipertanggungjawabkan.
LSK yang sebelumnya menjabat direktur PT Bontang Karya Utamindo melakukan pengambilan uang muka pada PT BIKM sebesar Rp 61 juta. Tak hanya itu, saat menjabat perusahaannya tidak membuat LPJ secara berkala dan berjenjang.
Peran ABM terkait dengan penandatanganan cek giro kosong senilai Rp 1 miliar untuk proyek fiktif pengadaan megatron. Ia juga memiliki peran yakni menghubungi perusahaan lain untuk pengerjaan pengaspalan lahan parkir fiktif, pengerjaan software dan galeri ATM, serta pembuatan palang parkir.
“Target pelimpahan berkas ke Pengadilan Tipikor Samarinda diharapkan dapat secepatnya namun kami terkendala jumlah jaksa yang tidak sebanding dengan jumlah perkara yang ditangani. Ditambah situasi pandemi Covid-19 yang sangat menghambat,” pungkasnya. (*/ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: