SAMARINDA – Banyaknya anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim yang mangkir dari rapat paripurna membuat Badan Kehormatan (BK) DPRD Kaltim angkat bicara. BK berpendapat, mekanisme pelaksanaan sidang paripurna harus diatur ulang.
Hal itu dikatakan anggota BK DPRD Kaltim, Baharuddin Demmu, Rabu (6/6) kemarin. Menurutnya, sebelum dilaksanakan rapat paripurna, Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Kaltim terlebih dulu mengabsen seluruh anggota dewan.
“Dipanggil saja satu-satu anggota dewan yang jumlahnya 55 orang itu. Caranya begitu. Tidak lagi disebutkan secara umum seperti yang sering dilakukan dalam rapat paripurna sekarang,” sarannya.
Langkah tersebut, tambah dia, untuk menutup peluang adanya anggota dewan yang hanya menitip tanda tangan. Padahal nyatanya tidak hadir dalam rapat paripurna. Pola umum absensi yang hanya mengedepankan kuorum tanpa memperhatikan secara detail anggota yang hadir dalam rapat paripurna menunjukkan contoh yang buruk.
“Coba dicontoh DPRD di Sulawesi itu. Semua anggota yang hadir dalam paripurna dipanggil satu per satu. Akibatnya semua anggota hadir dalam sidang. Harusnya begitu juga sidang paripurna DPRD Kaltim,” sebut Baharuddin.
Cara tersebut, terbukti efektif memberikan efek jera bagi wakil rakyat. Pasalnya semua anggota dipanggil di hadapan umum, disaksikan awak media, organisasi masyarakat, dan pemerintah daerah. “Sehingga di sidang paripurna hanya satu atau dua orang saja yang tidak hadir. Itu pun ada keterangan atau alasan mengapa mereka tidak hadir. Ini cara yang mudah diterapkan,” ucapnya.
Kemudian, Baharuddin menyarankan setiap anggota yang tidak hadir dalam rapat paripurna harus memiliki alasan yang jelas dalam bentuk surat. Sebelum sidang dimulai, Sekwan membacakan satu per satu anggota yang tidak hadir disertai alasan ketidakhadirannya.
“Sehingga anggota dewan yang tidak hadir merasa malu kalau tidak datang tanpa alasan dan bukti yang jelas. Apa susahnya kalau dibuat seperti itu. Sidang paripurna itu jadikan contoh bagi masyarakat dan pemerintah daerah,” katanya.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu mendorong pimpinan DPRD beserta BK agar menegaskan kembali aturan yang tertera dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPRD, DPD, dan DPRD (MD3).
“Dalam undang-undang itu sudah dijelaskan, anggota DPRD enam kali berturut-turut tidak hadir dalam sidang paripurna, maka dilakukan PAW (Penggantian Antar Waktu, Red.),” tegas Baharuddin.
Terakhir, dia meminta sidang paripurna selalu memuat agenda penting. Sehingga pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan gubernur/sekretaris provinsi harus menghadiri kegiatan tersebut.
“Selama ini hanya kepala bidang saja yang diutus dalam paripurna. Ini contoh yang kurang baik. Harusnya seluruh kepala dinas hadir untuk mendengarkan materi sidang. Jangan ada perwakilan lagi,” tutup dia. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: