Menagih Komitmen Cagub terhadap Dampak Batu Bara

Industri batu bara di Kaltim menopang hampir 30 persen dari sumber pendapatan daerah ini. Namun angka itu belum berkorelasi dengan tingkat kesejahteraan masyarakat di sekitar tambang.

bontangpost.id – Sudah berkali-kali Kaltim berganti gubernur dan wakil gubernur di era batu bara di Benua Etam. Eksplorasi besar-besaran telah dilakukan oleh berbagai perusahaan besar. Bahkan kini juga digarap oleh para koridoran, sebutan untuk penambang ilegal.

Memasuki tahun pilkada pada tahun 2024 ini, tentunya figur yang mampu menumpas tambang batu bara yang merusak juga dinantikan oleh masyarakat. Apalagi, maraknya tambang ilegal, membuat keresahan di tengah masyarakat.

Pengamat politik dan ekonomi dari Universitas Mulawarman (Unmul), Purwadi Purwoharjo menyebutkan, dampat pertambangan batu bara yang cukup merugikan masyarakat Kaltim, mendorong para calon kepala daerah agar mampu menghentikan aktivitas pertambangan tersebut.

Menurutnya, aktivitas semacam ini yang telah terjadi puluhan tahun. Jadi tentu memberikan dampak serta menimbulkan kerugian bagi masyarakat Kaltim.

“Selain kerusakan alam yang ditimbulkan, faktor lainnya juga sampai sekarang belum berubah ada pada kemiskinan masyarakat, stunting, jalan rusak, sumber daya manusia yang belum merata, hingga fasilitas yang kurang memadai di tiap daerah,” katanya.

Padahal menurutnya, sumber daya alam (SDA) Kaltim yang dikeruk sangatlah banyak. Tetapi tidak sebanding dengan hasil yang bisa dimanfaatkan dan diperoleh oleh pemerintah untuk membangun daerah.

Bahkan, sistem ekonomi yang dianut Kaltim sejauh ini juga masih ekonomi tradisional, bagaimana Kaltim masih terus mengandalkan pengelolaan SDA.

“Dulu kayu sempat menjadi sektor terbesar bagi Kaltim, kemudian setelah kayu menipis beralih lagi ke batu bara. Kemudian ada kelapa sawit yang menjadi andalan Kaltim, tetapi memang untuk sawit ini tidak bisa bertahan lama juga, sebab ada pengaruh kesuburan tanahnya,” bebernya.

Lalu dari beberapa faktor tersebut, Purwadi mengungkapkan bahwa pemerintah daerah dalam hal ini Pemprov Kaltim harusnya tidak merasa bangga, sebab APBD di Kaltim sejauh ini pun masih berasal dari pemerintah pusat.

“Khususnya dengan bagi hasil sumber daya alam, dan bagaimana cara bertransformasi dari pemanfaatan SDA yang ada, karena selama ini jika proses pengelola SDA di Kaltim masih sama, berarti proses eksploitasi di Kaltim akan terus berlanjut,” tegasnya.

Mengingat kondisi yang seperti ini, Purwadi mendorong agar calon kepala daerah mulai bisa memikirkan transformasi ekonomi di masa depan, baik melalui peningkatan pariwisata, ekonomi kreatif, pertanian serta sektor jasa.

Apalagi menurutnya selain ekonomi, dampak yang sangat terasa di masyarakat dalam pengelolaan SDA semacam ini pada kerusakan lingkungan mulai dari bencana banjir, tanah longsor, hutan gundul, bahkan susahnya air bersih.

“Jadi jika gubernur Kaltim yang akan datang hanya andalkan SDA yang dikeruk terus hutan di tanam sawit, dan tidak berani lawan tambang illegal, maka sama saja dengan gubernur yang lalu-lalu. Istilah seperti “kaset baru, lagu lama” cuma ganti cover doang,” pungkasnya. (mrf/nha)

Print Friendly, PDF & Email

Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News

Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:


Exit mobile version