bontangpost.id – Ormas-ormas keagamaan memiliki pandangan berbeda mengenai izin tambang yang kini bisa mereka dapatkan dari pemerintah. Ada yang mendukung, ada juga yang menolak.
PBNU termasuk salah satu yang mendukung dan siap terlibat dalam pengelolaan tambang. Hal itu disampaikan langsung oleh Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf di Jakarta, Kamis (6/6).
Gus Yahya –sapaan akrab Yahya Cholil Staquf– mengatakan izin tambang untuk ormas keagamaan terkait dengan sejumlah aspek. Selain kebutuhan pembiayaan organisasi, juga aspek potensi konflik dan kelestarian lingkungan.
Di beberapa daerah pertambangan memang sempat terjadi konflik horizontal. Namun, menurut Gus Yahya, konflik itu tidak bisa digeneralisasi. Sebab, tidak semua area tambang di Indonesia terjadi konflik dengan masyarakat setempat.
Gus Yahya mengakui sejak keluar aturan afirmasi izin konsesi lahan, mereka langsung mengajukan izin ke pemerintah. Namun sampai saat ini belum ada pengumuman, NU mendapatkan konsesi di daerah mana.
Muncul kabar, NU tertarik mengelola lahan batu bara di Kaltim. Gus Yahya memastikan mereka nanti akan melihat dulu lahan konsesinya. Jika ternyata masih ada masalah, mereka tidak mau mengambilnya.
Dia mengatakan sudah menyiapkan lembaga yang nantinya akan mengelola konsesi tambang tersebut. Wadah besarnya adalah koperasi yang dimiliki oleh seluruh warga NU. Dari koperasi itu, lahir sejumlah bidang-bidang usaha. Seperti gerai ritel yang saat ini sudah berdiri di sejumlah daerah.
Termasuk bidang pengelolaan tambang. Gus Yahya sendiri belum menjelaskan secara detail susunan kepengurusannya. Tetapi dia menyebut, Bendahara Umum PBNU Gudfan Arif Ghofur adalah pengusaha tambang. Tentunya memiliki relasi di sektor tambang, yang bisa diajak kolaborasi.
Gus Yahya menegaskan organisasi lembaga atau badan usaha itu sudah diatur sedemikian rupa. Sehingga bukan milik perorangan. Tetapi di bawah payung NU secara kelembagaan. Termasuk pendapatannya bukan masuk ke kantong pribadi pengurus.
“Jadi kalau misalnya saya sudah tidak jadi ketua umum, perusahaan itu tidak bisa saya bawa pulang. Tetap milik NU,” tuturnya.
Dia memastikan badan usaha itu nantinya bekerja sesuai regulasi. Tidak boleh menabrak aturan di Indonesia. Selain itu tetap memerhatikan kelestarian lingkungan.
PBNU menerima kebijakan pemerintah, karena memang perlu. Dia menegaskan PBNU bekerja untuk umat. PBNU lahir bukan supaya umatnya menjadi kurus-kurus. Tetapi menjadi umat yang berkualitas. Sehingga PBNU selain urusan keagamaan, juga menjalankan fungsi kesehatan, pendidikan, pemberdayaan ekonomi dan lainnya.
Semua kegiatan itu memerlukan dukungan pembiayaan. Gus Yahya mengatakan dalam forum PBNU di Jogjakarta beberapa waktu lalu, diputuskan PBNU harus memiliki sumber pendanaan yang berkualitas dan berkelanjutan atau lumintu.
“Tidak boleh sekali dapat langsung habis,” jelasnya. Lewat pengelolaan tambang itu, akan menjadi sumber pendanaan yang lumintu.
Gus Yahya mengatakan di urusan pendidikan, masih terbuka upaya untuk peningkatan pelayanan. Dia mencontohkan di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri dengan jumlah santrinya mencapai 43 ribuan orang. Di pesantren tersebut, memiliki kamar yang ukurannya 3×3 meter persegi dan untuk 60-70 orang santri.
“Sehingga kamar itu hanya dipakai menaruh barang santri,” katanya.
Santrinya memilih tidur di selasar madrasah, di masjid atau lainnya. Contoh lainnya banyak guru-guru di TK atau RA yang dikelola muslimat NU yang bergaji minim. Ada yang hanya digaji Rp150 ribu per bulan. Jika hanya mengandalkan pemerintah, urusan pesantren dan guru TK tersebut lama terselesaikan.
Gus Yahya menegaskan PBNU memerlukan sumber pemasukan. Kemudian mengelola tambang itu juga menjadi sumber pendapatan yang sah dan halal. Meski perlu proses. Dia mengatakan kebijakan itu bukan seperti PBNU mendapatkan nasi bungkus, kemudian langsung bisa dimakan.
Sementara itu, Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Yuliot menerangkan baru PBNU yang mengajukan WIUPK. Dia menjelaskan PBNU mengajukan pengelolaan izin tambang batu bara di Kaltim.
Adapun ketentuan ormas keagamaan mengelola bisnis tambang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara, yang diteken Presiden Joko Widodo, pada Kamis (30/5). “Saat ini yang baru mengajukan ialah badan usaha milik PBNU, yang lain belum ada. Proses SOP selama 15 hari,” ujar Yuliot, Kamis (6/6).
Dalam PP 25/2024 Pasal 83A disebutkan penawaran WIUPK bisa dilakukan secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki ormas keagamaan. Yuliot menjelaskan badan usaha tersebut harus berbentuk perseroan terbatas (PT). Kepemilikan saham ormas di badan usaha harus mayoritas dan menjadi pengendali. “Maksud dan tujuan PT pun harus di bidang pertambangan. Dari PBNU itu satu PT,” tegasnya.
Yuliot menambahkan permohonan alokasi lahan tambang untuk ormas diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) 70/2023 tentang Pengalokasian Lahan bagi Penataan Investasi. Wilayah tambang bisa dikelola untuk skala bisnis kecil melalui ormas, koperasi, dan badan usaha milik desa (BUMDes). (rom)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post