BONTANG – Menara telekomunikasi atau Base Transceiver Station (BTS) milik PT Dayamitra Telekomunikasi yang berdiri di RT 20 Loktuan kerap goyang ketika tertiup angin kencang. Hal tersebut tentunya membahayakan warga sekitar jika BTS sampai roboh. Senin (6/8) kemarin, Komisi III DPRD melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi BTS untuk melihat langsung kondisi menara.
Berdasarkan pantauan, kabel sling penahan BTS kendur. Hal tersebutlah yang membuat menara yang berdiri sejak 2011 tersebut goyang.
Wakil Ketua Komisi III Suhut Harianto mengatakan, sebelumnya dewan telah mengadakan rapat dengar pendapat April silam. Hasil saat itu, provider diberi waktu 15 hari untuk mengurus izin mendirikan bangunan (IMB) dan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Faktanya, hingga saat ini izin tersebut belum juga dikantongi.
“Nanti undang rapat lagi pemiliknya. Saya minta dijadwalkan dalam perubahan agenda DPRD melalui Badan Musyawarah (Banmus). Kami juga akan memanggil warga sekitar tower untuk duduk bersama,” kata Suhut.
Politisi Partai Demokrat ini juga menyebut pemerintah tidak konsisten. Seharusnya kata dia, 15 hari setelah rapat perusahaan wajib dipanggil kembali. Suhut meminta kepada Dinas Penanaman Modal, Tenaga Kerja, dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMTK-PTSP) untuk melayangkan surat peringatan (SP) kedua.
“Dalam waktu dekat harus diberi SP kedua. Jika tidak diindahkan beri lagi surat ketiga. Bila sudah tidak ada respon berarti berhak dieksekusi untuk dirobohkan,” ujarnya.
Senada, anggota Komisi III Muhammad Dahnial juga mengaku kecewa dengan sikap pemilik menara. Pasalnya, terdapat perubahan di luar keputusan saat rapat tempo hari. Di mana sumber utama listrik sebelumnya menggunakan tenaga diesel. Kondisi itu membuat kebisingan warga sekitar menara. Kini perusahaan telah menggantinya dengan arus bolak-balik atau alternating current (AC).
“Hanya berubah sumber arus saja, bukan perpindahan lokasi. Ini sidak karena ada masyarakat yang melaporkan kepada kami,” kata Dahnial.
Staf DPMTK-PTSP Marwiah mengatakan, tower ini masuk jenis combat. Selayaknya menara sementara ini hanya berdiri selama enam bulan. Kemudian menara harus diubah dalam jenis greenville maupun rooftop.
“Peraturan itu tertuang dalam surat keputusan bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Kominfo dan kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal tentang pembangunan dan penggunaan menara telekomunikasi,” tutur Marwiah.
Sementara Ida Suryani warga RT 20 mengeluhkan keberadaan menara tepat di samping rumahnya. Ia meminta untuk segera dibongkar. Terlebih dengan kondisi tali pengikat yang sudah kendor, yang bisa menimbulkan korban jika menara rebah.
“Harapannya dibongkar karena kalau roboh bisa membahayakan. Ini kan sudah tidak berizin masak menunggu jatuh korban dulu baru dieksekusi,” keluh Ida.
Legal Officer PT Dayamitra Telekomunikasi Dony mengatakan, saat rapat dengar pendapat beberapa waktu lalu telah mendapat rekomendasi dari warga sebelum pembangunan. Hal ini dibuktikan dengan adanya salinan dokumen yang dipegang oleh pihak perusahaan.
“Pembangunan dilakukan subkontraktor yaitu PT Barkatell. Sayangnya, kini perusahaan itu telah pailit,” kata dia.
Berkaitan dengan imbas petir, pemilik BTS baru mendapat informasi di akhir 2017. Ia mengaku tetap akan melakukan penggantian kerugian, namun tidak serta merta begitu saja, perusahaan memerlukan rekomendasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
“Itu butuh proses sekitar tiga bulan baru bisa direalisasikan,” kata Dony.
Mengenai konstruksi menara, ia mengaku juga proses perawatan dilakukan oleh subkontraktor, yakni PT SPM yang terletak di Balikpapan. Berdasarkan jadwal, bahwa proses maintenance satu bulan sekali.
“Kami akan mengecek apakah subkon melakukan maintenance. Mengingat banyak keluhan masyarakat tetapi tidak sampai ke kami,” pungkasnya. (ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: