bontangpost.id – Pemindahan ibu kota negara (IKN) membutuhkan konsistensi yang kuat dari pemerintah pusat. Pasalnya, sejak Indonesia merdeka sekitar 75 tahun silam, tercatat sudah tiga presiden yang melontarkan wacana pemindahan pusat pemerintahan. Namun, tak kunjung terwujud hingga masa jabatannya berakhir.
Terbaru, Presiden Joko Widodo yang melontarkan wacana memindahkan IKN ke Kaltim pada 26 Agustus 2019. Setahun pasca pengumuman itu, dasar hukum pemindahan pusat pemerintahan pengganti Jakarta tak kunjung tuntas. Bahkan, rencana induk atau masterplanterkait dokumen perencanaan belum rampung. Munculnya pandemi Covid-19 membuat fokus pemerintah pusat pecah untuk memindahkan IKN ke Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), hingga Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar).
“Nah persoalan kita, memang konsistensi. Ini menjadi penting. Berbagai wacana ibu kota ini, ada guyon juga. Dulu (pindah IKN ke) Jonggol kena krismon (krisis moneter). Jangan-jangan (pemindahan) IKN ini, ada Covid-19 juga,” sindir Wahyu Mulyana, Senior Advisor Urban dan Regional Development Institute (URDI) atau Lembaga Komunikasi Pengembangan Perkotaan dan Daerah dalam seminar daring Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dengan tema “Nowhere, Everywhere“, pekan lalu.
Dia menerangkan, pada era Presiden Soeharto, pemerintah meluncurkan gagasan memindahkan IKN ke Jonggol, Jawa Barat. Untuk memuluskan rencana tersebut, presiden ke-2 RI ini sempat menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 1 Tahun 1997 tentang Koordinasi Pengembangan Kawasan Jonggol sebagai Kota Mandiri. Soeharto berkeinginan menjadikan Jonggol sebagai pusat pemerintahan. Keppres yang diteken pada 15 Januari 1997 ini, disebut tak terlepas dari usulan putranya kala itu, Bambang Trihatmodjo, di akhir 1996.
Belum sempat diwujudkan, pemindahan IKN ke Jawa Barat batal dilaksanakan. Indonesia dilanda krisis moneter pada 1998. Soeharto pun lengser setelah sekitar 32 tahun berkuasa. “Jadi, ini masalah konsistensi yang harus kita jaga. Konsistensi, sama dukungan pembiayaan. Kalau hanya mengandalkan public budget, mungkin juga tidak akan pernah tercapai,” pesannya. Menurut dia, belajar dari pengalaman beberapa negara yang sudah memindahkan pusat pemerintahannya, maka membutuhkan waktu yang cukup lama agar IKN bisa berfungsi dengan baik.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo menargetkan pemindahan IKN bisa diselesaikan pada 2024. Atau sebelum masa jabatannya berakhir. “Sebenarnya (pemindahan IKN) ini perjalanan panjang, seperti (lari) maraton. Bukan (lari) sprint,” katanya.
Sebelumnya, pemerintah pusat menyatakan menunda pembangunan IKN ke Kaltim. Langkah ini diambil di tengah ketidakpastian kapan pandemi Covid-19 berakhir. “Sampai hari ini, ibu kota negara itu programnya masih di-hold,” kata Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi XI DPR RI, bulan lalu.
Deputi Bidang Pengembangan Regional Rudy Soeprihadi Prawiradinata menjelaskan, penundaan dilakukan pada berbagai urusan yang sedianya bakal dikerjakan pada 2020. Misalnya, peletakan batu pertama, akses jalan dari Balikpapan ke lokasi ibu kota baru, sampai pembangunan infrastruktur dasar. Meski begitu, “kami tetap siapkan masterplannya kemudian rencana tata ruangnya. Desain kotanya itu masih berjalan,” ucap Rudy. Target pemerintah pun belum tentu mengalami perubahan, yakni per tahun 2024, sebagian besar ASN sudah pindah ke Kaltim, tepatnya di Kecamatan Sepaku, sebagai pusat pemerintahan IKN.
Keputusan pemerintah yang menunda pemindahan IKN dinilai berdampak positif dari sisi perencanaan. Di antaranya, mematangkan desain khusus pembangunan Balikpapan dan Samarinda sebagai kota penyangga Kecamatan Sepaku sebagai pusat IKN. Berdasarkan kajian yang disusun sebelumnya Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kota Samarinda ditetapkan sebagai “jantung” yang menopang Sepaku.
Nantinya, kota yang dibelah Sungai Mahakam ini menjadi basis manufaktur baru untuk energi baru terbarukan. Aktivitas penambangan batu bara berkelanjutan akan menjadi roh baru Kota Tepian. Sementara Kota Balikpapan menjadi “otot” pusat pemerintahan IKN. Yang berfungsi sebagai simpul hilir migas dan logistik Kaltim. Pada masa depan, Kota Minyak akan menjadi tempat hilirisasi industri pengolahan migas menjadi petrokimia. Sekaligus menjadi pelabuhan utama untuk provinsi dan wilayah.
Adapun Kecamatan Sepaku, sebagai “saraf” IKN. Menyandang status inti pemerintahan negara dan pusat inovasi hijau. Di wilayah ini, akan dibangun pusat layanan pemerintah dan masyarakat, pusat inovasi dan pusat bakat, industri bersih dan berteknologi tinggi, serta basis pariwisata. “Jadi, kolaborasi tiga kota, Balikpapan, Samarinda, dan IKN ini akan menjadi super-hub untuk Indonesia ke depannya. Dan dalam jangka panjang akan disiapkan menjadi metropolitan area yang baru,” kata Rudy.
Perencanaan pengembangan Kota Samarinda dan Balikpapan sebagai mesin penggerak ekonomi baru hingga saat ini masih dilakukan. Sehingga dampak koneksi trikota ini diharapkan sesuai ekspektasi. Sementara itu, Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi menyatakan, trikota yang terdiri Balikpapan, Samarinda, dan calon IKN, harus satu desain yang utuh. (kip/riz/k8)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post