bontangpost.id – Pemkot Bontang telah menunjul Hotel Grand Mutiara sebagai rumah sakit satelit RSUD. Ini dilakukan sebagai langkah antisipatif. Bila terjadi lonjakan kasus positif Covid-19. Mengingat ruang isolasi Covid-19 di RSUD Taman Husada Bontang mulai penuh.
Hingga kini proses negosiasi antara Dinas Kesehatan dan manajemen RSUD Taman Husada bersama pengelola Hotel Grand Mutiara tengah berlangsung. Tapi belum ada titik temu. Lantaran syarat dari pengelola hotel belum bisa disanggupi. Yakni soal minimal jumlah kamar yang mesti dipesan dan harga per kamar.
Wakil Ketua II DPRD Bontang Agus Haris menyebut, realisasi rumah sakit satelit RSUD ini mesti segera dirampungkan. Jangan sampai, ada pasien positif yang tidak bisa ditampung rumah sakit. Apalagi mereka yang membawa gejala atau penyakit penyerta (komorbid).
“Harus diselesaikan cepat itu negosiasi. Jangan berlarut,” tegas Agus Haris kepada bontangpost.id..
Terkait negosiasi yang belum menemui titik cerah. Lantaran beberapa persyaratan manajemen hotel belum disanggupi pemerintah. Kata Agus Haris, mestinya dalam penangaan Covid-19, bukan sisi bisnis yang dikedepankan. Tapi sisi kemanusiaan. Harusnya seluruh pihak memahami benar soal itu.
Pemerintah, sebutnya, harus bisa menekan manajemen hotel. Pasti ada celah dalam kontak kerjasama sebelumnya, yang memungkinkan tekanan itu dilakukan. Apalagi status kepemilikan aset Hotel Grand Mutiara berada di Pemkot Bontang. Sementara pengelola saat ini adalah pihak ketiga. Yang diberikan kewenangan untuk mengembangkan aset tersebut.
“Kondisi saat ini tidak ideal. Dan mendesak agar ada ruang isolasi bagi pasien Covid-19. Maka hitung-hitungan bisnis dikesampingkan dulu,” tegas politikus Gerindra ini.
Adapun, manajemen hotel mensyaratkan, setiap hari pemkot wajib memesan minimal 50 kamar. Dari 100 kamar yang telah siap digunakan di bangunan merah dan kuning. Selain itu, pengelola hotel menyatakan bakal memasang tarif. Mengingat pasien yang dirawat di hotel yang terletak di Jalan Arif Rahman Hakim ini ialah pasien terkonfirmasi positif Covid-19. Dengan status gejala ringan dan sedang. Kondisi ini berbeda dengan sebelumnya. Ketika itu pasien yang dilayani berstatus kontak erat.
Sebut Agus Haris, bila manajemen hotel masih kekeh dengan syarat tersebut, pemerintah juga tidak boleh kalah. Tekanan tetap harus dilakukan. Karena pemerintah adalah regulator. Pemerintah menjadi fasilitator. Pemerintah yang mempunyai kewenangan dalam rangka kepentingan masyarakatnya.
“Kita lihat kondisi tidak ideal. Bicarakan ulang kontraknya. Karena ini memang bukan bisnis murni. Tapi soal kemanusiaan,” tandasnya. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post