SAMARINDA – Sebanyak 210 izin usaha pertambangan (IUP) batu bara “siluman” alias ilegal diperkirakan ada di Kaltim. Hal ini merujuk selisih data antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM) dengan Pemprov Kaltim.
Data dari kementerian per Desember 2017 silam menunjukkan, jumlah IUP di Kaltim ada sebanyak 1.194 izin. Sementara Dinas ESDM Kaltim mengklaim 1.404 IUP yang tercatat. IUP tersebut merujuk data yang diserahkan pemerintah kabupaten (pemkab) dan pemerintah kota (pemkot) di Kaltim pada 2016 lalu.
Kepala Bidang Mineral dan Batu Bara Dinas ESDM Kaltim, Goenoeng Djoko Hadi mengungkapkan, pada 8 September 2016, pemkab dan pemkot di Kaltim telah menyerahkan data IUP batu bara pada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim. Data itulah yang menjadi patokan pemprov.
“Hasil dari inventarisasi kami pada waktu penyerahan itu memang hanya ada 1.404 izin,” kata Goenoeng belum lama ini.
Data tersebut rupanya menimbulkan polemik di kalangan para pemilik perusahaan tambang. Sehingga beberapa di antaranya sempat melakukan protes pada Dinas ESDM. Kemudian setelah dicek, perusahaan itu tidak masuk dalam data yang diserahkan pemkab/pemkot. Menanggapi hal itu, Goenoeng mempersilakan mereka melakukan gugatan.
“Silakan saja mengadu pada Ombudsman atau PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara, Red.). Tetapi apapun yang terjadi, kami tetap berpegang pada data yang diserahkan kabupaten/kota pada provinsi,” tegasnya.
Kata Goenoeng, merujuk Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 1 Tahun 2018 tentang Penataan Pemberian Izin dan Non-Perizinan Serta Penyempurnaan Tata Kelola Perizinan di Bidang Pertambangan, Kehutanan, dan Perkebunan Kelapa Sawit, pemprov masih menerapkan kebijakan moratorium izin pertambangan. Terutama untuk batu bara, pemerintah tidak menerbitkan izin baru.
“Jumlah IUP itu terdiri dari eksplorasi dan operasi produksi. Ada yang mempertanyakan izin baru operasi produksi. Bukan izin baru. Itu statusnya dari eksplorasi yang meningkat jadi operasi produksi,” urai Goenoeng.
Dari 1.404 IUP itu sendiri belum semuanya clean and clear (CNC). Sehingga masih ada yang akan dicabut izinnya. Bagi izin yang sudah dicabut, ke depan tidak akan lagi diakui pemprov. Artinya, kalau perusahaan itu masih nekat beroperasi, maka statusnya ilegal. “Selanjutnya kami menargetkan akan mencabut seluruh izin yang non-CNC,” tambahnya.
Sayangnya, Goenoeng berkilah belum dapat menyebutkan berapa jumlah IUP yang statusnya non-CNC. “Kalau jumlah izin yang sudah dicabut, nanti bisa tanyakan ke kantor,” lanjut dia.
Sementara itu Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Pradarma Rupang mempertanyakan ketidaksesuaian antara data dari kementerian dan dinas. Karena bila data yang dirilis kementerian hanya berjumlah 1.194 IUP, maka ada selisih 210 IUP dengan yang diakui Pemprov Kaltim.
Ditambah lagi, hingga kini Dinas ESDM Kaltim belum merilis jumlah IUP yang diserahkan pemkab/pemkot. Hal ini menurut Rupang, menguatkan dugaan adanya praktik korupsi di balik selisih jumlah IUP tersebut.
“Izin sebanyak itu dipaksakan muncul sejak April 2017. Alasannya IUP yang disetor kabupaten/kota. Padahal ada beberapa IUP yang tidak bisa masuk dalam verifikasi penataan. Jika tidak bisa diterima, harusnya sudah ditolak sejak awal,” sebut Rupang.
Menurut dia, bila pun angka 1.404 IUP itu diklaim benar oleh pemprov, maka seharunya pemprov mengajukan keberatan pada kementerian. Sampai saat ini, keberatan tersebut belum juga diverifikasikan.
Rupang menjelaskan, Kementerian ESDM menerbitkan data IUP batu bara di Kaltim merujuk empat kategori. Antara lain lolos administrasi, kewilayahan, neraca keuangan, dan teknis lingkungan. Bila satu saja kategori itu tidak memenuhi, maka IUP tidak akan lolos.
“Tetapi dengan adanya ketertutupan informasi mengenai data tambang dari Dinas ESDM, ada kesengajaan untuk meloloskan IUP-IUP bermasalah,” ucapnya.
Pun begitu, Kementerian ESDM juga sudah merilis nama-nama perusahaan yang dimaksud. Meliputi berapa yang sudah CNC dan berapa yang non-CNC. Sebanyak 950 dinyatakan CNC sedangkan 244 lainnya berstatus non-CNC. “Ini yang harusnya segera dicabut,” imbuh Rupang.
Karena itu Jatam mendesak Dinas ESDM Kaltim merilis data tambang yang sudah dicabut. Pasalnya hingga kini dinas tersebut belum mempublikasi data izin tambang yang telah dicabut. Menurutnya, tidak relevan menjadikan kerusakan web sebagai alasan belum diunggahnya informasi tersebut
“Karena ada data pengajuan yang sudah dilakukan. Bukan urusan dinas mempublikasi siapa pemimpin perusahaan satu dengan lainnya. Dinas hanya bisa menerbitkan berdasarkan SK IUP yang sudah diterbitkan,” beber Rupang.
Dia menambahkan, kalau terjadi perubahan kepemilikan terkait SK IUP, tentu ada SK IUP baru yang menyatakan terjadinya pelimpahan atau diakusisi kepemilikan SK IUP. Atas dasar itu, Rupang meminta kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri selisih data izin tambang antara Dinas ESDM dan Kementerian ESDM. Sebab, dia menduga ada praktik korupsi di balik ketidakterbukaan pemerintah terhadap data tersebut.
“Kejaksaan dan KPK harus melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang terkait dengan itu. Kami menduga ada tindak pidana korupsi di balik izin pertambangan ini,” pungkasnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post