bontangpost.id – Virus Covid-19 varian Omicron menjadi kekhawatiran dunia saat ini setelah varian Delta. Ini disebabkan mudahnya virus ini menyebar dari satu individu ke lain. Meski gejalanya lebih ringan dibandingkan Delta, namun efeknya akan lebih berat jika menular kepada lansia atau orang yang belum divaksin.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kaltim dr Nataniel Tandirogang menjelaskan, bisa dipastikan saat ini peningkatan jumlah kasus Covid-19 disebabkan varian Omicron. Sebab, dari sifatnya, varian ini memiliki kecepatan 5–10 kali penyebaran. Dibandingkan varian atau mutasi sebelumnya.
“Dari 23 sampel dari Kaltim yang dikirim Dinas Kesehatan akhir Januari lalu, baru empat yang keluar. Semua Omicron,” ucap Nataniel, Sabtu (19/2). Meski semua sampel baru bisa dipastikan, namun secara probabilitas, dirinya yakin 90 persen peningkatan kasus Covid-19 akibat varian Omicron. Indikasi ini karena di sisi kecepatan penyebaran, juga dari perjalanan penyebarannya. Dari luar negeri ke Indonesia, kemudian menyebar ke Kaltim.
Dengan kondisi tersebut, tak mengherankan angka kasus meningkat hanya dalam tempo singkat. Kaltim yang sebelumnya hanya mencatat kasus puluhan di akhir Desember, melonjak hingga ribuan saat ini. Tepatnya per Jumat (18/2) lalu, ada tambahan 1.608 orang terkonfirmasi positif. Sementara kesembuhan hanya bertambah 280 kasus.
“Tapi untuk memastikannya kita tunggu sampel yang dikirim. Kemungkinan Maret keluar semua hasilnya,” ungkapnya.
Baginya Omicron tidak perlu dikhawatirkan berlebihan. Sebab, terbukti sejak outbreak, peningkatan jumlah paparan tidak menyebabkan bed occupancy ratio (BOR) rumah sakit masih dalam posisi tak aman. Artinya, selain kesiapan rumah sakit selama dua tahun ini sudah berkembang baik, juga karena gejala yang ditimbulkan tidak membuat pasien harus dirawat atau diisolasi di fasilitas kesehatan.
“Masyarakat juga saya lihat cenderung lebih malas. Karena ketakutan terhadap Covid-19 sudah lebih jauh berkurang dibandingkan saat virus ini pertama kali muncul. Jadi anggapannya kalau pun terpapar cukup isolasi mandiri saja,” bebernya.
Nataniel menjelaskan, meski dari sisi penyebarannya, varian Omicron sangat cepat, dari sisi gejala lebih ringan dari Delta. Itu sebabnya dirinya mengimbau masyarakat tidak terlalu khawatir. Khususnya yang sudah divaksin dosis kedua dan tidak memiliki penyakit comorbid. Tetapi bagi masyarakat lansia di atas 60 tahun dan memiliki comorbid, Omicron tetap menjadi ancaman kesehatan dan keselamatan jiwa.
“Meski vaksin tidak 100 persen mencegah virus masuk, namun mampu meringankan gejala. Tetapi harus tetap diwaspadai bagi mereka yang punya comorbid dan usia di atas 60 tahun,” jelasnya.
Bagi Nataniel, pencegahan yang paling efektif terhadap paparan virus corona ada di protokol kesehatan (prokes). Memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Karena dengan prokes ini, jumlah virus yang masuk bisa diminimalisasi. Semakin sedikit jumlah paparan ke tubuh, semakin kecil gejala yang ditimbulkan.
“Pada akhirnya semua orang akan terpapar. Hingga terbentuklah kekebalan komunal yang diharapkan. Hingga pada akhirnya virus ini akan dianggap seperti virus influenza biasa,” katanya.
Kepada pemerintah, IDI berharap kebijakan yang dikeluarkan juga tidak terlalu ketat. Pelonggaran-pelonggaran memang diperlukan agar kehidupan masyarakat tetap berjalan normal. Kalaupun terjadi peningkatan kasus, cukup memerhatikan kepada mereka yang memang memiliki risiko tinggi. Tak perlu ada lagi lockdown. Masyarakat hanya perlu diimbau agar prokes. Khususnya penggunaan masker yang baik dan benar.
“Secara keilmuan, virus ini akan terus bermutasi. Dengan mutasi yang ada saat ini (Omicron) dan gejalanya, menunjukkan pandemi segera berakhir. Kita berharap demikian,” tuturnya.
TPK DIHAPUS
Dokter Spesialis Patologi Klinik Tika Adilistya menjelaskan, saat ini varian Omicron memang diindikasi menjadi sebab peningkatan kasus Covid-19 terutama di Indonesia, khususnya di Kaltim. Namun, hal ini perlu dibuktikan dari hasil uji laboratorium. Sementara pihaknya sejauh ini masih kekurangan data, lantaran sampel pasien yang dikirim terbatas.
“Saat ini rumah sakit hanya dibatasi lima sampel per bulan. Jadi kami utamakan sampel pasien yang meninggal,” ungkap dokter yang juga kepala Unit Transfusi Darah (UTD) RSUD Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan itu, Sabtu (19/2).
Tika menjelaskan, secara gejala, varian Omicron benar-benar mirip influenza. Secara umum penderita akan mengalami demam, batuk, dan hidung tersumbat. Itu sebabnya saat ini sulit membedakan jika seseorang terkena Covid-19 atau hanya flu biasa. Pemeriksaan berupa PCR menjadi jalan mengetahui positif atau tidak.
“Jadi benar-benar mirip. Penyebarannya pun cepat. Ketika ada satu anggota keluarga terkena, dipastikan bisa menular ke anggota keluarga yang lain,” ungkap Tika.
Penanganan pasien pun, untuk varian Omicron dan Delta tidak memiliki perbedaan. Semua bergantung pada gejala yang ditunjukkan. Untuk gejala ringan sampai sedang, saat ini sesuai pedoman tata laksana Covid-19 dari Kementerian Kesehatan tidak diwajibkan menjalani perawatan di rumah sakit. Hanya gejala berat yang memerlukan penanganan lebih lanjut.
“Untuk menentukan tanpa gejala ringan, sedang, dan berat, pedoman yang dikeluarkan juga sudah dipertegas,” sebutnya.
Untuk terapi bagi pasien Covid-19 pun, Kementerian Kesehatan juga tidak memberikan rekomendasi lima obat yang sebelumnya banyak dipakai. Antara lain, Ivermectin, Klorokuin, Oseltamivir, plasma konvalesen, dan Azithromycin. Khusus plasma konvalesen, metode terapi ini sebelumnya banyak digunakan untuk menyelamatkan pasien gejala berat.
“Terapi plasma konvalesen (TPK) sudah dianggap tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap pasien,” ujarnya. (dwi)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post