SAMARINDA – Partai Amanat Nasional (PAN) Kaltim masih menunggu siapa yang bakal diusung sebagai pasangan calon (paslon) untuk Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kaltim 2018. Sejauh ini, tiga nama kandidat yang disetorkan Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PAN Kaltim ke Dewan Pimpinan Pusat (DPP) masih belum mengerucut menjadi nama pasti.
Sekretaris DPW PAN Kaltim Zain Taufik Nurrohman menuturkan, ketiga nama kandidat yang mendaftar melalui PAN telah diberikan kepada DPP. Saat ini pihaknya tinggal menunggu keputusan dari DPP.
“Cuma kami tinggal menunggu keputusannya. Mungkin akhir bulan ini. Kami minta akhir bulan supaya menyesuaikan dengan tahapan KPU (Komisi Pemilihan Umum),” terang Zain kepada Metro Samarinda, Kamis (9/11) kemarin.
Ketiga nama tersebut adalah Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Rita Widyasari, mantan Bupati Kutai Timur (Isran Noor), dan Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Yusran Aspar. Kata Zain, ketiga nama ini telah bertemu dengan DPP. Perkembangan kekinian dari masing-masing kandidat ini juga telah disampaikan DPW kepada DPP.
“Kenapa muncul nama Bu Rita, karena dulu penyerahannya sebelum peristiwa itulah (dugaan gratifikasi),” jelasnya.
Setelah penyerahan nama-nama tersebut ke DPP, maka proses berikutnya bergantung pada keputusan DPP. Terkait kemungkinan adanya mahar politik dalam proses pencalonan kandidat, menurut Zain merupakan ranah DPP. Namun sejauh ini tidak ada yang namanya mahar politik dalam perjalanan partai berlambang matahari terbit tersebut di Pilgub Kaltim 2018.
“Saya tidak tahu itu. Isu (mahar politik, Red.) dari mana itu? Kalau ada pasti kami sudah menerima,” jawab Zain dengan tawa berkelakar.
Dia menjelaskan, berdasarkan pengalaman di beberapa pemilihan kepala daerah (pilkada) sebelumnya, calon-calon yang diusung PAN tidak dibebankan mahar politik. Salah satunya dalam pilkada di Kukar. Namun begitu dia mengakui bila dalam proses pemenangan paslon, pasti memerlukan biaya untuk menggerakkan partai.
“Begini, yang namanya pemenangan itukan perlu biaya. Mesin partai juga perlu bergerak, ada pos politik agar nanti mesin-mesin partai kami juga harus bergerak,” sebut Ketua Komisi I DPRD Kaltim ini.
Menurutnya, kalaupun ada biaya-biaya tertentu, istilahnya bukan mahar politik. Melainkan pos politik yang digunakan untuk kepentingan pemenangan. Tujuannya agar kerja semua mesin partai bisa terkonsolidasi. Karena tentu dibutuhkan biaya untuk mengumpulkan orang-orang agar kemenangan yang diinginkan bisa tercapai.
“Sebenarnya kalaupun ada, biayanya ya untuk kepentingan itu (pemenangan),” tambahnya.
Zain melihat, sejauh ini belum terdapat formasi bakal paslon yang pasti. Pasalnya di antara para calon masih belum menemukan kesepakatan. Apabila keinginan masing-masing calon sudah bertemu, pasti akan jelas siapa saja yang bakal bertarung memperebutkan kursi KT-1 dan KT-2. Dia mencontohkan paslon Syaharie Jaang-Rizal Effendi yang dikabarkan berubah.
“Pak Kapolda juga kemarin menyebut Pak Jaang sebagai wakilnya. Tapi Pak Jaang membantahnya,” ujar Zain.
Untuk rencana koalisi sendiri, dia menyatakan biasanya terbentuk pada waktu-waktu terakhir menjelang pendaftaran calon di KPU. Hal ini berkaca pada pengalaman dalam pilkada-pilkada sebelumnya. Karena dalam pembentukan koalisi ini, DPP saling menghubungi satu sama lain mengupayakan terjadinya koalisi.
“Mempertanyakan kemungkinan-kemungkinan koalisi seperti di Kaltim siapa calon yang diusung, berapa jumlah kursinya, seperti itu,” paparnya.
Adapun ketiga nama yang telah disetorkan DPW kesemuanya merupakan keinginan dari setiap Dewan Pimpinan Cabang (DPC) yang ada di Kaltim. Dalam penentuan siapa yang akhirnya diusung, diserahkan pada keputusan DPP.
“Kalau sudah ada SK (surat keputusan) pasti akan diumumkan. Tapi kalau belum diputuskan lalu dipublikasikan, ya kami yang rugi sendiri nanti,” pungkas Zain. (luk)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: