SAMARINDA – Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Tentang Perubahan Iklim Kaltim menuai masukan dan kritik dari para ahli hukum. Peraturan tersebut dinilai masih memiliki kelemahan. Belakangan, masukan dan kritik tersebut mendapat tanggapan dari panitia khusus (pansus) yang membidangi pembentukan raperda itu.
Ketua Pansus Perubahan Iklim Kaltim, Sarkowi V Zahri menuturkan, anggapan yang menyebut bahwa raperda tersebut masih terlalu umum dinilai tidak tepat. Pasalnya, raperda disusun hanya untuk menanggulangi perubahan iklim di Benua Etam.
“Kalau ada yang berbasis lahan kayak perkebunan, pertanian, pertambangan, itu kan masuk di raperda,” jelas Sarkowi pada Metro Samarinda belum lama ini.
Politisi Partai Golongan Karya (Golkar) itu berpendapat, penyusunan raperda yang mencakup bagian-bagian penyebab perubahan iklim, diharapkan dapat menjawab persoalan tersebut. Kata dia, raperda tersebut telah mencakup mitigasi dan adaptasi. Termasuk perubahan iklim berbasis lahan, energi, trasportasi, dan limbah.
Karenanya, setelah raperda tersebut disahkan menjadi peraturan daerah (perda), DPRD dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim tidak lagi menyusun aturan baru yang setingkat. Sebab aturan tersebut telah merangkum seluruh persoalan perubahan iklim. “Sehingga kami harap tidak ada pengaturan berlapis antara perda yang satu dengan perda yang lain,” tegasnya.
Terhadap kontribusi perubahan iklim yang berbasis lahan seperti pertanian, perkebunan, dan pertambangan, Sarkowi menekankan, ke depan perda tersebut dapat dijadikan acuan untuk pengelolaan lahan yang menekan kontribusi perubahan iklim.
Pasalnya, selama ini perubahan iklim mengakibatkan efek peningkatan suhu global, melelehnya es di kutub, meningkatnya permukaan air laut, perubahan cuaca yang sulit diperdiksi, dan meningkatnya keasaman air laut.
“Akibat-akibat ini diharapkan dapat diatasi setelah raperda disahkan. Lewat perda ini diharapkan pengelolaan lahan lebih memperhatikan lingkungan. Makanya di perda ini dibahas aspek pertanian. Yang diinginkan, pertanian yang betul-betul memperhatikan perubahan iklim,” katanya.
Raperda pertama di Kaltim soal perubahan iklim tersebut juga membahas pola pembinaan terhadap kabupaten/kota. Sebab perubahan iklim di wilayah Kaltim tidak terlepas dari kontribusi setiap daerah.
“Termasuk pembinaan terhadap kabupaten/kota. Kalau tidak ada regulasi, kami tidak bisa mengawasi penyebab perubahan iklim,” ucapnya.
Meski begitu, atas seluruh masukan tersebut, Sarkowi mengaku akan membahasnya bersama Pemprov Kaltim. Setelah itu, raperda dievaluasi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). “Pada akhirnya nanti setelah uji publik dan evaluasi, perda ini kami harapkan bisa diaplikasikan dengan baik. Sehingga perubahan iklim ini bisa diatasi,” harapnya.
Sebelumnya, pengamat hukum dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Haris Retno Sumiyati menilai raperda perubahan iklim terlalu umum. Karenanya, Retno meminta aturan tersebut dievaluasi. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: