bontangpost.id – Kisruh internal yang terjadi di anak usaha Perumda AUJ yakni PT Laut Bontang Bersinar (LBB) kian panjang. Wakil Ketua DPRD Bontang Agus Haris menilai, pembentukan badan usaha pelabuhan (BUP) pada 2021 dinilai terburu-buru.
Pasalnya, untuk beroperasional manajamen harus mencari dana segar secara mandiri. “Ternyata tidak ada modal. Sehingga perusahaan itu harus mencari pinjaman ke mitranya,” kata wakil rakyat yang akrab disapa AH ini.
Ia menilai sejatinya komposisi modal itu yakni 70 persen Perumda AUJ dan 30 persen PT Bontang Transport. Sayangnya faktanya tidak demikian. Klausul itu hanya sebatas lisan. Tanpa ada kenyataan suntikan yang diberikan.
Ditambah sengkarut persoalan keterlambatan gaji karyawan beberapa kali melanda perusahaan ini. Belum lagi keterlambatan juga terjadi untuk pembayaran BPJS Ketenagakerjaan.
Karena itu, DPRD akan menunggu upaya dari direksi dan manajemen untuk menyelesaikan semuanya. Bahwasanya mereka akan melunasi hutang kepada mitra hingga Januari. Termasuk berjanji tidak akan melakukan keterlambatan pembayaran gaji lagi.
“Kami akan lihat sampai Januari seperti apa upaya mereka. Mereka berjanji ada perbaikan,” ucapnya.
Nantinya jika persoalan itu belum klir maka DPRD akan mengambil langkah lanjutan. Berupa pembahasan secara mendalam. Ia pun belum bisa membocorkan langkah tersebut. Tetapi informasi yang didapatkan awak media bisa berupa pembentukan panja maupun pansus.
Seiring dengan usulan untuk perubahan menjadi perseroda tidak bisa mudah layaknya membalikkan tangan. Apalagi kepercayaan publik terkait kondisi perusahaan ini lagi menipis. Sehingga direksi harus menyelesaikan terlebih dahulu.
“Jika sudah sehat terus inovasinya untuk mendapatkan omzet itu kreatif maka bisa mengarah ke situ. Tetapi kalau sekarang rasanya kalau diubah pun tetap sulit,” tutur dia.
Sebelumnya, sumber internal Kaltim Post (induk bontangpost.id) menyebut sesuai ketentuan nominal untuk modal awal itu ialah Rp1 miliar. Ia pun tidak merincikan berapa modal seharusnya dari Perumda AUJ dan PT Bontang Transport. Alhasil PT LBB bergerak di awal dari nol.
Akhirnya perusahaan tersebut dituntut untuk menggandeng mitra perusahaan. “Kalau tidak ada modal putar uang dari mana. Termasuk pembayaran kontribusi yang dipakai PT LBB,” ucapnya.
Menurutnya sisi administrasi dari awal sudah salah langkah. Jika dikucurkan modal sejak awal maka perusahaan ini diklaim sehat. Diketahui BUP terbentuk sejak 2021. Dirut Perumda AUJ saat itu memberi surat kuasa ke Manajer Operasional Perumda AUJ. Kala itu diduduki oleh Dirut PT LBB saat ini yakni Lien Sikin.
“Tetapi tidak ada modal. Dirut bertanya dari mana itu modal terus ada pernyataan kala itu yakni harus mencari sendiri. Akhirnya diambil kesimpulan gaet mitra,” tutur dia.
Pendapatan yang diperoleh dari mitra digunakan untuk pembayaran kontribusi tetap ke kas daerah. Sehubungan dengan pemanfaatan aset daerah yakni Pelabuhan Loktuan. Ketentuan ini harus dibayarkan sebelum operasional PT LBB.
“LBB sudah dua kali menyetor ke pemerintah. Nilainya hampir Rp 1 miliar. Beroperasi 2022 jadi disetor setahun sebelumnya. Masuk 2023 maka dibayar pada 2022. Buktinya sudah ada terkait kontribusi,” sebutnya.
Sehubungan dengan bagi hasil ini belum bisa dilakukan. Karena PT LBB harus menyelesaikan perjanjian dengan mitra. Jika selesai mitra ini perusahaan bisa dinyatakan sehat. “Kecuali ada penyertaan modal dari Perumda AUJ sebagai induk atau Pemkot dalam perubahan menjadi Perseroda,” pungkasnya. (ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post