MANCHESTER– ”Dia anak baik-baik, cupu. Minta tanda parkir saja mungkin dia enggak berani,” ucap salah satu teman Reynhard Sinaga di Gay Village, komunitas gay di Manchester. Dia menggambarkan penampilan pria kelahiran Jambi 36 tahun silam itu bak anak baik-baik. Tingginya 170 cm. Suaranya pelan. Kacamatanya berbingkai tebal.
Salah satu teman Sinaga di St Chrysostom’s Church, Victoria Park, juga sependapat. ”Dia adalah seorang yang manis, periang. Rasanya, semua orang suka kepadanya,” ungkapnya sebagaimana dikutip The Guardian. Salah satu teman perempuan Sinaga mengungkapkan, pria yang tinggal di Inggris sejak 2007 itu bak Peter Pan. ”Dia agak narsis, polos, dan naif. Seakan enggak tahu apa-apa,” paparnya.
Di balik citra tersebut, Sinaga jauh dari kata baik. Dia dinyatakan sebagai tersangka atas 159 kasus pemerkosaan dan kekerasan seksual. Korbannya diperkirakan mencapai 195 pria, bahkan lebih, dari kalangan usia remaja dan awal 20-an tahun. Mereka diperkosa dalam keadaan tak sadarkan diri. Mabuk dan tertidur.
Deputi Penuntut dari Kantor Kejaksaan Area Barat Laut Inggris Ian Rushton yang menangani penyelidikan kasus itu bahkan menyatakan, Sinaga adalah pelaku pemerkosaan terbejat di sepanjang sejarah hukum Inggris.
Kemarin (6/1/2020) Sinaga resmi divonis penjara minimal 30 tahun, maksimal seumur hidup. Putusan tersebut melalui jalan panjang. Melalui empat tahapan sidang yang berlangsung sepanjang 2018–2019. Ratusan kasus Sinaga terungkap saat pihak berwenang menangkapnya pada 2 Juni 2017. Kala itu salah satu korbannya terbangun, panik, lalu melakukan panggilan ke nomor telepon darurat 999.
Dari penggeledahan apartemennya di Princess St., ada dua barang bukti kunci. Yakni, dua iPhone yang digunakan Sinaga untuk merekam aksi bejatnya. Plus, berbotol-botol miras yang diduga dicampur dengan gamma-hydroxybutyric acid (GHB) atau yang kesohor sebagai ekstasi cair. Sinaga juga menyimpan beberapa ”cendera mata” yang berupa ponsel dan jam tangan korban di kamarnya.
Dalam keterangan yang dihimpun pihak berwenang, Sinaga mencari mangsa di antara Fifth atau Factory, dua kelab malam yang dekat dengan apartemennya. Dia melakukan aksinya dini hari. Sasaran utamanya adalah pria yang baru saja putus, tidak punya uang buat pulang, baterai ponselnya habis, maupun mabuk. Saat korban muncul, Sinaga datang bak penyelamat. Dia menyediakan kamar, bahkan miras yang lebih banyak lagi.
Setelah korban didapat, Sinaga memberikan oplosan miras-GHB. Ponsel korban disingkirkan. Kartu identitas, kadang sekaligus dengan dompetnya, dia simpan. Dalam kondisi tidak sadarkan diri, Sinaga mulai beraksi. ”Mereka menikmati role play itu,” klaimnya. Sinaga menyimpan foto korbannya dalam kondisi telanjang. Beberapa foto disebar ke beberapa temannya di komunitas gay, bukti bahwa dirinya berhasil menaklukkan pria. Beberapa teman se-apartemen menyebut unit tempat Sinaga tinggal sebagai pintu ajaib yang pantang dimasuki.
Dari penyelidikan lebih lanjut, Kepolisian Greater Manchester berhasil membongkar arsip digital Sinaga. Total, ada 3,29 terabyte rekaman video porno, setara dengan 250 keping DVD atau 300 ribu foto. Pihak berwenang mengungkapkan, ada satu rekaman yang berdurasi delapan jam.
Awalnya, keterangan itu sulit diterima rekan-rekan Sinaga di komunitas gay. Saudara perempuan dan ibu Sinaga yang hadir di tahap kedua sidang bahkan terang-terangan menyatakan bahwa tuduhan terhadap alumnus program master Manchester University itu salah dan tak berdasar. ”Mereka bilang, pelaku pemerkosaan berdarah dingin, keji, dan penuh perhitungan itu tentu dirimu sendiri,” kata hakim Suzanne Goddard QC.
Namun, bukti-bukti yang ditemukan amat kuat. Pengacara yang mewakili Sinaga pun tidak mampu memberikan pembelaan. Hasil asesmen psikiater dan staf penjara membuktikan bahwa Sinaga amat berbahaya. Plus, berisiko kembali melakukan aksi kejinya kelak. Salah satu teman Sinaga yang hadir di persidangan menggambarkan bahwa pria asal Jambi itu nyaris tidak bereaksi ketika mendengar korban memberikan keterangan. ”Dia cuma memainkan rambut, kelihatan bosan,” paparnya.
Sinaga, si anak baik-baik yang ternyata licik, memang dikenal misterius di kalangan teman-temannya. Dia dikenal tidak pernah kehabisan uang meski tidak punya pekerjaan sampingan di Inggris. ”Dia selalu liburan. Kami enggak tahu dari mana duitnya karena dia sepertinya enggak pernah punya pekerjaan tetap,” papar salah seorang anggota Gay Village.
Sinaga, mengutip Evening Standard dan The Guardian, memiliki ayah seorang banker. Finansialnya pun amat mungkin terjamin. Salah satu teman gerejanya mengaku pernah membantu Sinaga mendaftarkan diri untuk mendapat status pengungsi. ”Di Indonesia, dia tidak leluasa mengungkap jati dirinya sebagai gay,” ungkap dia sebagaimana dikutip The Guardian. Namun, tidak ada kejelasan apakah Sinaga berhasil mendapat suaka.
Dia menambahkan, Sinaga memperpanjang masa tinggalnya di Inggris dengan mengulur masa studi. Pada Agustus 2007, dia kuliah pascasarjana di Manchester University. Lima tahun berselang, dia mengambil studi untuk gelar PhD di Leeds University. Hingga kini, studi itu belum juga selesai. Pada 2016, dia mengajukan judul disertasi doktoral tentang seksualitas komunitas pria gay dan biseksual Asia Selatan di Manchester. Namun, disertasi itu gagal rampung tepat waktu. (The Guardian/Evening Standard/fam/c11/oni/kpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: