SANGATTA – Di tengah keadaan defisit fiskal, pemkab terus mengupayakan menggenjot pendapatan daerah dari pajak bumi dan bangunan (PBB), sebab dianggap paling berpotensi menyelamatkan keuangan daerah. Wajib pajak (WP) masih terus diperbaharui, meski diakui sulit. Ditambah lagi kesadaran masyarakat dianggap masih kurang.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kutim Musyaffa mengatakan, potensi PBB perdesaan dan perkotaan (P2) dan pertambangan, perkebunan, perhutanan (P3) akan terus meningkat potensinya hingga bertahun-tahun ke depan. Sebab, potensinya berdasarkan tingkat hunian masyarakat di daerah, dan tak bakal menghilang atau berkurang.
“Dibanding pajak hotel, restoran, atau sektor lainnya, ada resiko kebangkrutan. Bila terjadi suatu musibah, pajak bakal tidak disetor. Sedangkan PBB, semua masyarakat yang memiliki tanah dan bangunan selalu diwajibkan membayar. Jika terjadi musibah kebakaran, bangunan tentu hangus, tapi lahannya masih dianggap produktif, dan bertambah nilainya setiap tahun, sehingga masih berkewajiban pajak,” ungkap dia, saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (12/12).
Ditegaskannya, PBB akan menjadi pajak primadona di Kutim. Ditambah, Kutim merupakan kabupaten besar yang memiliki 18 kecamatan dengan 139 desa. “Jika satu orang saja menyetor minimal Rp 100 ribu untuk PBB, maka jika dikalikan dengan jumlah penduduk Kutim keseluruhan, total yang dihasilkan bakal selalu besar. Itu potensinya. Kami akan fokus di sini,” ucapnya.
Diketahui, berdasarkan data Disdukcapil Kutim pada 2013, jumlah penduduk di kabupaten berusia 18 tahun itu sudah mencapai sekira 530 ribu jiwa.
Kabid PBB Bapenda Kutim Indra Busana menjelaskan, realisasi PBB di Kutim tiap tahun sebenarnya tidak tentu, naik-turun. Sebab, kesadaran masyarakat sebenarnya masih terbilang kurang dalam pembayaran pajak. “Jadi, tergantung warga, kalau mereka ada urusan sertifikat, baru mereka mau membayar PBB. Kalau tidak ada keperluan, maka sulit ditagih,” imbuhnya.
Diterangkannya, terdapat sekira 150 komponen dalam PBB. Yakni, dari komponen bahan bangunan tembok, lantai, hingga detail lainnya. Harga bahan bangunan pun menjadi jumlah penentu dalam besaran kewajiban biaya PBB seseorang. Jadi, nilainya tidak menentu. Namun potensinya memang selalu meningkat.
“Kami belum bisa ukur seberapa besar potensi PBB pada suatu kawasan berdasarkan jumlah penduduk. Sebab nilai dan besar bangunan dan tanah yang dimiliki warga berbeda-beda,” ulasnya.
Dikatakan, untuk meningkatkan pendapatan daerah dari PBB, pemkab terus berupaya memutakhirkan data WP secara rutin. Saat ini, WP pada PBB di Kutim tercatat ada 120 ribu objek pajak. Yakni, WP PBB kategori P2. Sementara PBB P3 masih ditangani pemerintah pusat.
Saat ini, Kutim hanya mendapat duit PBB P3 dari dana bagi hasil yang masuknya melalui pemerintah pusat.
Diketahui, PBB di Kutim selalu mencapai targetnya tiap tahun. Seperti tahun ini, PBB P2 sudah mencapai 114 persen, yakni Rp 3,1 miliar dari targetnya Rp 2,7 miliar. Sementara PBB P3 masih 47 persen, Rp 113 miliar dari target Rp 244 miliar. Adapun tahun lalu, PBB P2 realisasinya juga melampaui target, sekira Rp 3,5 miliar dari target Rp 3 miliar. (hd)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: